Metro Sepekan: Polemik RUU KUHP hingga Pengunduran Diri Yasonna Laoly

Ribuan mahasiswa menuntut dibatalkannya sejumlah Undang-Undang yang dinilai tuai kontroversi. Salah satunya RUU KUHP dan revisi UU KPK.

oleh Maria FloraYusron FahmiAdy AnugrahadiLiputan6.com diperbarui 30 Sep 2019, 07:30 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2019, 07:30 WIB
Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR menunda sementara pengesahan RUU KUHP setelah gelombang penolakan datang dari ribuan mahasiswa di depan Gedung DPR dan sejumlah kota lain di Indonesia, Selasa, 24 September 2019.

Selain RUU KUHP, ada sejumlah UU yang dinilai mahasiswa dapat memicu polemik di masyarakat. Di antaranya pasal perzinaan, pembiaran unggas, pasal tentang gelandangan dan aborsi.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun menilai ada sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang perlu diperbaiki. Namun, dia masih enggan membeberkan pasal apa saja yang dimaksud.

Sementara itu, Ananda Badudu, musikus dan aktivis pada Selasa lalu sempat diperiksa di Polda Metro Jaya. Ananda disebut sebagai pihak yang menggalang dana bagi para mahasiswa yang berunjuk rasa.

Nabil, mahasiswa UIN yang ikut diamankan mengakui menerima uang sebesar Rp 10 juta dari Ananda Badudu.

Kabar lainnya datang dari salah satu menteri di Kabinet Kerja Jokowi. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memutuskan mundur dari jabatannya sebagai menteri.

Yasonna memutuskan untuk mengundurkan diri karena terpilih sebagai anggota DPR yang akan dilantik pada 1 Oktober 2019 nanti. 

Berikut ulasan berita-berita metro yang paling banyak dicari pembaca Liputan6.com selama sepekan lalu:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Polemik RUU KUHP

Ribuan Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Tolak RUU KUHP
Mahasiswa membawa poster bertulis 'Mosi Tidak Percaya' saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK. (Liputan6.com/JohanTallo)

Polemik pengesahan RUU KUHP itu disebabkan munculnya sejumlah pasal dinilai justru membawa Indonesia menuju kemunduran demokrasi. Pasal apa sajakah itu?

Pasal pertama yang menjadi kontroversi dalam RUU KUHP yakni terkait pasal-pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 218 sampai pasal 220.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan, pasal 219 yang berbunyi:

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal lainnya yang juga menjadi sorotan tentang perzinaan yang terdiri tiga pasal, yaitu Pasal 417, 418, dan 419. 

Dalam pasal 417 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suami atau istri dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II.

Pada ayat 2 berbunyi, tindak pidana perzinaan tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua, atau anaknya.

Kemudian pada pasal 418 ayat 1 dikatakan bahwa laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak kategori III.

Cerita di Balik Penangkapan Ananda Badudu

(Merdeka.com/ Nur Habibie) Ananda Badudu selesai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019).
(Merdeka.com/ Nur Habibie) Ananda Badudu selesai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019).

Musikus Ananda Badudu menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019). Ananda Badudu disebut memberikan dana kepada mahasiswa yang berunjuk rasa.

Hal itu diketahui setelah penyidik menangkap mahasiswa UIN Jakarta bernama Nabil memegang handy talky polisi saat unjuk rasa di Gedung DPR RI, Selasa (24/9/2019). 

Dalam keterangannya, Nabil mengakui menerima uang sebesar Rp 10 juta dari Ananda Badudu.

Terkait hal ini, kuasa hukum Ananda Badudu, Usman Hamid mengatakan, Ananda sampai sekarang masih belum bisa dimintai keterangan. Namun, memang yang bersangkutan membantu pendanaan.

"Ananda masih belum bisa memberi tanggapan karena saat ini masih beristirahat. Ananda memang membantu pendanaan kegiatan mahasiswa dalam berdemonstrasi menolak pelemahan KPK, UU KUHP hingga UU Pertanahan dan UU Mineral Batubara," kata Usman kepada Liputan6.com, Sabtu (28/9/2019).

Dia mengingatkan, apa yang dilakukan kliennya ditempuh dengan cara yang sah, yakni melalui kitabisa.com.

"Namun, Ananda menggalangnya melalui platform digital kitabisa.com. Seluruhnya ditempuh dengan cara yang sah. Kalau perlu kejelasan lebih jauh, ada baiknya ditanyakan kepada pengelola kitabisa," ungkap Usman.

Yasonna H Laoly Mundur Sebagai Menteri

Menkumham Raker dengan DPR Bahas RKAKL dan RKP Tahun 2020
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). Raker membahas pendahuluan RKA-KL dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memutuskan mundur dari jabatannya sebagai menteri.

Surat pengunduran diri Yasonna ditujukan langsung kepada Presiden Jokowi dengan nomor M.HH.UM.01.01-168 tertanggal 27 September 2019.

Keputusan Yasonna untuk mundur karena menyadari sebagai menteri dia tidak bisa rangkap jabatan sesuai dengan pasal 23 UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang melarang menteri rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Dalam surat yang didapat Liputan6.com, Jumat (27/9/2019), Yasonna memutuskan untuk mengundurkan diri karena terpilih sebagai anggota DPR yang akan dilantik pada 1 Oktober 2019 nanti.

"Saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan dari Bapak Presiden yang telah menunjuk saya sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia," ujar Yasonna, dalam surat tersebut.

Dia juga meminta maaf jika selama menjabat sebagai menteri terdapat kesalahan dan kelemahan.

Anggota legislatif yang terpilih dari Dapil Sumatera Utara itu enggan berspekulasi kemungkinan kembali menjabat sebagai menteri pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Yasonna mengatakan, saat ini dia adalah anggota DPR.

"Kita tidak ada, kita sekarang sebagai DPR, saya tidak mau berspekulasi untuk itu. Kita sekarang DPR," ujar Yasonna.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya