Asa Mereka Mempertahankan Jalan Menuju Rumah

Tak sedikit upaya mediasi dilakukan oleh mereka yang menjadi korban penutupan akses jalan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Des 2019, 19:07 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 19:07 WIB
Blokade Rumah Nenek Mun
Akses jalan rumah Nenek Mun diblokade pemilik tanah. (Liputan6.com/ Arfandi ibrahim)

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang tahun 2019, mencuat sejumlah kasus terkait akses jalan milik warga yang ditutup. Beragam hal menjadi penyebab ditutupnya akses tersebut. Mulai dari perusahaan yang membangun gudang, konflik dengan tetangga, dan lain-lain. 

Belum lama kasus tersebut terjadi pada sepasang lansia yang tinggal di Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat. Akses keluar masuk rumah satu-satunya berupa gang kecil yang telah dilalui selama 30 tahun ditutup oleh perusahaan yang membangun gudang. 

Tak sedikit upaya mediasi dilakukan oleh mereka yang menjadi korban penutupan akses jalan tersebut. Dari niatan memberi ganti rugi hingga membawanya ke jalur hukum.

Hal tersebut semata-mata dilakukan agar mereka tetap tinggal di rumah yang telah ditempati selama puluhan tahun lamanya. 

Berikut ini asa mereka yang tertutup akses jalan menuju rumah:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rumah Lansia di Mangga Dua

Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk.
Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk. (Liputan6.com/Radityo)

Sebuah rumah mungil milik pria lanjut usia bernama Lie Yun Bun (Abun) terperangkap tanpa akses keluar masuk. Rumah yang terletak di sebuah gang sempit, Jalan Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat ini hampir tertutup karena pembangunan gudang oleh PT H.

Abun diketahui tinggal di rumah tersebut bersama istri, anak, mertua, dan cucunya. Total ada tujuh orang yang menempati rumah tersebut.

Menantu Abun, yang bernama Sandry menceritakan bagaimana akses jalan satu-satunya untuk keluar masuk dari rumah sulit karena harus melewati puing-puing yang berserak di lokasi pembangunan gudang.

Sebelum adanya pembangunan gudang, diketahui lewat foto yang diperlihatkan Sandry nampak gang yang kira-kira lebarnya hanya bisa dilewati motor. Gang tersebut menjadi satu-satunya akses keluarga Abun selama lebih dari 30 tahun.

Rupanya, Abun yang sudah lansia sempat terjatuh saat mencoba keluar melewati puing-puing pembangunan yang berserakan.

"Sekarang kami kalau keluar harus lewat puing seperti ini, dan mertua saya (Abun) sudah sampai terjatuh, luka seperti ini," kata Sandry sambil menunjukkan foto luka Abun saat ditemui Tim Liputan6.com, Selasa 10 Desember 2019.

Keluarga ini bukannya tanpa usaha, bahkan segala upaya telah dilakukan agar akses jalan menuju rumah tak ditutup. Misalnya, bertemu RT, lurah, dan PT. H namun tak jua membuahkan hasil. Bahkan Sandry pernah mengirim surat kepada PT H. Namun, yang didapat adalah jawaban permintaan penggosongan rumah yang ditinggalinya.

Dalam jawaban suratnya PT H menyatakan bersedia memberikan ganti rugi senilai Rp 350 juta, atau diganti tanah di daerah Cilebut (Bogor). Namun, bila keluarga Abun tetap ingin mempertahankan akses jalan maka Abun lah yang harus membayar ganti rugi pada PT. H senilai Rp 800 juta.

Asal muasal tanah PT H tersebut, diketahui sebelumnya dimiliki oleh DT tetangga Abun yang menggosongkan rumahnya sejak kebakaran yang terjadi pada 2015. DT lalu menjualnya kepada PT H.

Panjat Tembok

Konflik tetangga di Jember, pintu masuk ditutup
Konflik tetangga di Jember, pintu masuk ditutup (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Asa yang sama dialami oleh warga Jalan Imam Bonjol Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember Jawa Timur. Senima alias Bu Firman (40), harus bersusah payah setiap harinya saat keluar masuk rumah.

Janda dengan satu anak ini harus melewati pagar tembok dengan tinggi sekitar 2 meter jika ingin beraktivitas ke luar rumah. Dia harus menggunakan sebuah tangga yang disandarkan pada tembok sebagai akses keluar masuk rumah.

Akses jalan keluar masuk rumah Senima tertutup pintu gerbang rumah tetangganya. Dia menjelaskan, penutupan pintu gerbang terjadi sebelum Ramadan 2019 lalu. Tak ada sebab, pemilik rumah indekos depan, Ali Mustafa menutup jalan menuju ke rumah Senima.

Senima terpaksa harus menumpang di rumah tetangganya. Kisah ini terjadi pascasuaminya meninggal dunia beberapa bulan lalu. Sedangkan semasa mendiang suaminya masih hidup, keluarganya bertetangga baik dengan Ali.

Sekitar bulan April 2019, tetangga dekatnya ini juga sempat merusak bagian rumahnya dan meminta Senima pergi dari rumah tersebut. Selain itu, Ali Mustafa mengunci pintu gerbang.

Karena konflik ini, anak Senima yang sudah menginjak kelas 2 SMP mengalami tekanan batin. Anaknya sering menangis karena tidak bisa masuk ke rumah. Apalagi saat butuh keperluan sekolah yang masih ada di dalam rumahnya. Karena dia harus melewati pagar yang tingginya kurang lebih 2 meter itu.

"Saat ini kami terpaksa menumpang di rumah majikan, sekaligus tetangga, tempat saya kerja sebagai pembantu rumah tangga. Anak saya saat ini, masih sakit," ucap Senima kepada sejumlah wartawan dengan mata berkaca-kaca, pada Selasa, 25 Juni 2019.

Sedang pemilik rumah kos, Ali Mustofa saat ditemui sejumlah wartawan di rumahnya, enggan diwawancarai. Dia hanya menyampaikan jika rumah yang ditempati Senima alias Bu Firman ialah miliknya. Ia juga mengklaim mempunyai bukti sertifikat atas lahan dan bangunan tersebut.

Rumah Nenek Mun Diblokade

Blokade Rumah Nenek Mun
Keluarga Nenek Mun harus membayar mahal tanah yang menjadi akses satu-satunya keluar masuk rumah. (Liputan6.com/ Arfandi Ibrahim)

Blokade akses jalan menuju rumah pernah pula dialami nenek berusia 57 tahun bernama Mun Laiya. Warga Kelurahan Dungingi, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo ini hanya bisa meratapi nasib saat satu-satunya akses jalan ke rumahnya ditutup pemilik tanah.

"Kalau itu ditutup kita keluar rumah lewat mana?" kata Nenek Mun.

Nenek Mun mengatakan, sebelumnya pihak keluarga tidak pernah bermasalah dengan pemilik tanah, tapi tiba-tiba akses jalan tersebut langsung ditutup. Dia juga mengaku kaget karena tidak adanya pemberitahuan dari pemilik tanah.

Inisiatif dengan niat untuk membayar tanah tersebut juga pernah ditempuh oleh pihak keluarga Nenek Mun. Namun, pemilik mematok harga terlalu mahal.

Tak hanya itu, Kepala Kelurahan Tuladenggi, Sukanto Mooduto mengatakan, pihaknya sudah melakukan mediasi sampai tiga kali antara pemilik rumah yang ditutupi akses jalan, dan pemilik tanah untuk mencari solusi.

"Intinya, baik pemerintah ataupun pemilik rumah yang ditutupi akses jalan, tidak akan menggambil hak tanah tersebut, karena pemilik tanah memiliki sertifikat asli kepemilikan," Kata Sukanto Mooduto.

Oval Runtuene sebagai pemilik tanah kepada Liputan6.com mengaku, jalan yang ditutupi tersebut merupakan peninggalan orangtuanya dan milik keluarganya. Karena tanah tersebut dibeli sejak 1983, sesuai dengan sertifikat yang dimilikinya.

"Jadi saya sebagai ahli waris dari keluarga, berniat untuk memagar tanah saya, karena jalan yang ada itu, bukan merupakan jalan pertama oleh pemilik rumah tersebut, karena tanah saya sudah ada sebelum rumah mereka itu ada," kata Noval Runtuene.

Noval juga meminta Nenek Mun untuk menemui orangtuanya selaku pemilik tanah, untuk meminta izin penggunaan tanahnya.

"Saya hanya perjuangkan hak milik saya, tapi pemilik rumah tersebut tidak ada etikat baik untuk menemui pemilik tanah, termasuk ahli waris," ujarnya.

 

(Winda Nelfira)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya