Kisah Pilu Lansia di Mangga Dua, Akses Jalan ke Rumahnya Ditutup Pemilik Perusahaan

Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 11 Des 2019, 10:53 WIB
Diterbitkan 11 Des 2019, 10:53 WIB
Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk.
Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk. (Liputan6.com/Radityo)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk.

Penelusuran Tim Liputan6.com Selasa (10/12/2019) pukul 17.00 WIB, akses keluar masuk rumah tersebut saat ini sudah hampir tertutup karena pembangunan gudang oleh PT. H.

Pemilik rumah tersebut, diketahui bernama Lie Yun Bun (Abun), seorang pria lanjut usia yang tinggal bersama istri, anak, mertua, dan cucunya. Total tujuh orang yang menempati rumah tersebut.

Sandry, menantu Abun, bercerita bahwa akses jalan satu-satunya untuk keluar dari rumahnya saat ini sangat sulit karena harus melewati puing-puing yang berserak di lokasi pembangunan gudang.

Sandry pun memperlihatkan foto-foto sebelum adanya pembangunan. Lewat foto tersebut terlihat bahwa sebelumnya ada gang yang kira-kira lebarnya hanya bisa dilalui motor. Gang tersebut satu-satunya akses keluar masuk keluarga Pak Abun selama lebih dari 30 tahun.

Lorong untuk akses keluar masuk rumah Abun sebelum ditutup (Liputan6.com/Radityo) 

"Sekarang kami kalau keluar harus lewat puing seperti ini, dan ayah mertua saya (Abun) sudah sampai terjatuh, luka seperti ini," kata Sandry sambil menunjukkan foto luka mertuanya saat kami bertemu di sekitar kediamannya.

Sandry mengatakan segala upaya telah dilakukan agar akses jalan ke rumahnya tak ditutup. Misalnya, bertemu RT, lurah, juga perwakilan PT. H namun tak membuahkan hasil.

Sandry bahkan pernah mengirim surat kepada PT H, namun justru dijawab dengan permintaan pengosongan rumah yang ditinggalinya.

PT. H dalam suratnya, bersedia memberikan ganti rugi senilai Rp 350 juta, atau diganti tanah di daerah Cilebut (Bogor). Atau bila Abun dan keluarganya tetap ingin mempertahankan akses jalan tersebut maka diharuskan membayar ganti rugi senilai Rp 800 juta.

"Coba bayangkan, kok bisa rumah yang kami tinggali kiranya ada 40 meter persegi mereka hargai Rp 350 juta, sedangkan jalan akses sepetak lorong ini malah kita suruh ganti rugi Rp 800 juta?," ujar Sandry dengan nada meninggi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Asal Usul Tanah

Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk. (Liputan6.com/Radityo)
Sebuah rumah mungil di sebuah gang sempit Jl. Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk. (Liputan6.com/Radityo)

Penelusuran Liputan6.com tak berhenti sampai di situ. Kami pun mencari tahu asal muasal tanah PT. H tersebut. Diketahui, tanah tersebut sebelumnya dimiliki oleh DT. Dia adalah tetangga dari Abun yang telah mengosongkan rumahnya sejak terjadi kebakaran pada 2015 dan memutuskan untuk tak lagi tinggal di lingkungan tersebut sehingga menjualnya kepada PT. H.

Lewat secarik surat dituliskan DT yang didapat dari Lurah Mangga Dua Selatan, tertulis klaim bahwa akses jalan yang tengah disoal Abun adalah miliknya.

Karenanya, menurut DT, Abun tak punya hak untuk melarang pembangunan apa pun karena hak kepemilikan telah berpindah kepada PT. H.

Surat itu tertanggal 25 November 2019, dan sudah diketahui oleh Abun. Namun menurut pengakuan Sandry, surat itu diterima oleh istri Abun yang juga sudah lanjut usia, dan tak lancar baca tulis.

"Ibu mertua saya diminta tanda tangan seadanya, sebagai tanda terima kalau sudah terima surat itu, katanya saat pengantar surat itu didampingi 10 orang laki-laki dewasa, kalau tak tanda tangan mereka tidak akan pergi, saat itu tidak ada siapa-siapa di rumah, hanya ibu, kita pada kerja," jelas Sandry.

Lurah Mangga Dua Selatan, Setiyanto mengaku tak memiliki validasi atas legalitas surat tersebut. Menurutnya akses jalan tersebut sudah ada dari jaman sebelum dimiliki DT dan merupakan kesepakatan bersama untuk membaginya sebagai akses jalan.

"Sepertinya itu merupakan kebijakan dari pemilik lama, sepertinya tidak milik perorangan, karena kalau tanah tersebut merupakan fasum kepada pelapor (Abun) bisa menempuh jalur hukum, makanya yang diupayakan (Abun) adalah negosiasi," ujar Setiyanto.

Sandry menjelaskan memang tak sekali pun dikatakan bahwa akses jalan tersebut adalah miliknya. Kendati karena sudah digunakan selama berpuluh tahun oleh keluarganya, maka saat ini diupayakan jalan tengah jika akses tersebut dihilangkan.

"Kami coba undang pihak terkait, duduk bersama cari solusi yang manusiawi itu saja kok," harap Sandry.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya