KPAI: Banyak Siswa Kesulitan Belajar di Rumah

Retno mengatakan, mayoritas siswa menggunakan telepon genggam/handphone yakni sebanyak 95,4 persen. Oleh karenanya, lanjut Retno banyak siswa yang mengaku matanya sakit dan kelelahan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 28 Apr 2020, 09:03 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2020, 09:03 WIB
Masa Belajar di Rumah Diperpanjang hingga 19 April
Orang tua mengajari anaknya belajar di rumah di kawasan Cinere, Jakarta, MInggu (5/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang kegiatan belajar dari rumah bagi pelajar di Jakarta hingga 19 April 2020. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil survei soal proses pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Corona. Data KPAI menunjukan, banyak murid yang mengeluhkan proses pembelajaran jarak jauh.

"Keluhan di pengaduan KPAI terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ) muncul dikarenakan keterbatasan kuota, peralatan yang tidak memadai untuk daring, tidak memiliki laptop/Komputer PC, dan beratnya berbagai tugas dengan limit waktu yang sempit," kata Retno Listyarti selaku Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Senin (27/4/2020).

Retno mengatakan, mayoritas siswa menggunakan telepon genggam/handphone yakni sebanyak 95,4 persen. Oleh karenanya, lanjut Retno banyak siswa yang mengaku matanya sakit dan kelelahan karena berjam-jam menatap layar ponsel.

"Hanya 23,9 persen siswa menggunakan peralatan berupa laptop dan 2,4 persen siswa menggunakan komputer," ungkapnya.

Retni menyebut, data survei juga menunjukkan bahwa 53,6 persen menyatakan tidak memiliki fasilitas wifi di rumahnya dan 46,4 persen memiliki fasilitas wifi di rumahnya.

"Jika ada wifi, maka PJJ dapat berlangsung secara teleconference, kalau tidak maka hanya penugasan demi penugasan yang bisa dilakukan para guru," kata Retno.

Di samping itu, temuan KPAI juga menyebut bahwa 79,9 persen responden menyatakan bahwa PJJ berlangsung tanpa interaksi antara guru dengan siswa sama sekali, kecuali memberikan tugas dan menagih tugas saja. Tanpa ada interaksi belajar, seperti tanya jawab langsung atau aktivitas guru menjelaskan materi.

"Hanya 20,1 persen responden yang menyatakan ada terjadi interaksi antara siswa dengan guru selama PJJ, bentuk interaksi tersebut adalah sebanyak 87,2 persen responden menyatakan melalui chating, 20,2 persen menggunakan aplikasi Zoom Meeting, sedangkan 7,6 persen lagi menggunakan aplikasi video call WahsApp; dan 5,2 persen responden menggunakan telepon untuk langsung vbicara dengan gurunya," ungkap Retno.

Disebutkan Retno, 73,2 persen responden juga merasakan beratnya mengerjakan tugas-tugas dari para guru selama PJJ, namun 26,8 persen responen mengaku tidak merasakan berat.

"Dari 1.700 responden sebanyak 77,8 persen kesulitannya adalah tugas menumpuk karena seluruh guru memberikan tugas dengan waktu yang sempit, belum selesai tugas pertama, sudah datang tugas selanjutnya dari guru yang lain, demikian seterusnya, padahal tugas yang pertama saja belum selesai," jelas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kurang Istirahat dan Kelelahan

Sedangkan, lanjut Retno 37,1 persen responen mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit, sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan.

Retno menjelaskan, survei tersebut melibatkan 1.700 orang responden. Berdasarkan jenis kelamin, 67,9 persen responden berjenis kelamin perempuan dan 32,1 persen berjenis kelamin laki-laki.

"Adapun rentang usia responden terbanyak adalah 15-17 tahun sebanyak 63,4 persen. Berdasarkan jenjang pendidikan, mayoritas merupakan siswa SMA/SMK/MA sebanyak 64.5 persen," tuturnya.

Responden mayoritas memiliki orangtua yang merupakan pekerja harian sebanyak 38 persen dan urutan kedua terbanyak adalah pekerja bulanan sebanyak 22,4 persen.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya