Usai Ekstradisi Maria Lumowa, ICW Desak Kemenkumham Ungkap Buron Korupsi Lain

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Kemenkumham agar tidak larut dalam glorifikasi keberhasilan mengekstradisi buronan kasus pembobolan kas BNI, Maria Pauline Lumowa.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 11 Jul 2020, 16:08 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2020, 16:07 WIB
Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Kemenkumham agar tidak larut dalam glorifikasi keberhasilan mengekstradisi buronan kasus pembobolan kas BNI, Maria Pauline Lumowa. Sebab, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan kementerian pimpinan Yasonna H Laoly itu.

"Potret penegakan hukum terkait dengan otoritas Imigrasi banyak menuai persoalan. Misalnya, Januari lalu dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Saat itu Kemenkumham bersikukuh Masiku berada di luar Indonesia, sedangkan investigasi salah satu media menyebutkan, mantan caleg PDIP itu berada di Jakarta," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Sabtu (11/7/2020),

Selain itu, pekan lalu masyarakat dihebohkan dengan kehadiran buronan Djoko Tjandra di Indonesia. Pada beberapa kesempatan, yang bersangkutan bahkan diketahui bebas berkeliaran di Jakarta.

"Dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir, ICW mencatat setidaknya masih terdapat 40 buronan yang belum berhasil ditangkap oleh penegak hukum. Mayoritas buronan tersebut diketahui berada di luar negeri,” ucap Kurnia.

Oleh karena itu, ICW mendesak Kemenkumham aktif dalam melacak keberadaan buronan-buronan tersebut sembari mengupayakan jalur formal melalui mutual legal assistance atau pun perjanjian ekstradisi antar negara.

"Di luar pendekatan nonformal pun mesti ditempuh, setidaknya dengan menjaga hubungan baik antar pemerintah negara Indonesia dengan negara lain," kata Kurnia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Desak Pengesahan RUU Perampasan Aset

Selain itu, ICW mengingatkan agar pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini diketahui sudah masuk dalam program legislasi nasional DPR sejak tahun 2012 yang lalu.

“Namun, pembentuk UU terkesan mengabaikan begitu saja urgensi dari pengesahan regulasi ini. Padahal, dengan RUU ini diyakini akan memaksimalkan serta mempercepat pemulihan kerugian negara akibat praktik korupsi karena tidak lagi bergantung dengan menghadirkan pelaku kejahatan,” terangnya

Sebagai pemegang kewenangan Central Authority (CA) , lanjut Kurniac Kemenkumham memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar menunggu koruptor kembali ke indonesia, atau menunggu kabar dari negara tujuan pelarian koruptor.

“Kemenkumham dapat bertindak proaktif sebagai koordinator dan katalisator pelaksanaan ekstradisi. Jika tugas ini tidak dijalankan dengan maksimal, maka sudah saatnya memindahkan kewenangn ini ke penegak hukum yang dianggap mumpuni,” ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya