Cerita Djoko Tjandra soal Awal Mula Kenal Brigjen Prasetijo di Pontianak

Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking memberikan keterangan pada sidang perkara surat jalan palsu yang menjerat mereka.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Nov 2020, 22:45 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2020, 22:45 WIB
FOTO: Djoko Tjandra Jalani Sidang Lanjutan Suap Penghapusan Red Notice
Terdakwa suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko Soegiarto Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking memberikan keterangan pada sidang perkara surat jalan palsu yang menjerat mereka. Mereka diperiksa dalam rangka pemeriksaan silang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (27/11/2020).

Pada sidang itu, Djoko Tjandra diberikan kesempatan pertama untuk memberikan keterangan. Dia menceritakan awal mula proses masuk Tanah Air untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Hal itu dilakukan Djoko Tjandra, karena seorang pemohon wajib hadir dalam proses pendaftaran PK, sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Permohonan Pengajuan PK dalam Perkara Pidana.

Oleh sebab itu, pada 5 Juni 2020, Djoko Tjandra berangkat dari Kuala Lumpur menuju Pontianak. Nantinya, dari Pontianak, Djoko Tjandra akan bertolak ke Jakarta pada 6 Juni 2020 menggunakan pesawat sewaan.

Pada 6 Juni 2020 pagi, Djoko Tjandra tiba di Bandara Supadio Pontianak. Di lokasi sudah ada Anita Kolopaking, Prasetijo, dan Johny Andrijanto.

"Yang jemput saya saat itu Ibu Anita, Pak Prasetijo, dan Johny di Bandara Supadio pada 6 Juni pagi hari," ungkap Djoko Tjandra di ruang sidang.

Hari itulah, Djoko Tjandra mengaku baru mengenal sosok Prasetijo dari Anita, selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

"Waktu dikenalkan, Pak Pras itu Karo PPNS. Terus terang, saya saat itu tidak tahu apa itu Karo PPNS," sambung dia.

Selanjutnya, Djoko Tjandra mengatakan, selama perjalan menuju Jakarta dari Pontianak, Djoko Tjandra bersama Anita dan Prasetijo membahas soal masalah antara Otoriras Jasa Keuangan (OJK) dengan Mulia Group. Sebab, sebelumnya Djoko Tjandra telah meminta Anita untuk mempelajari masalah tersebut.

"Sebelum Anita datang, beliau saya kasih tugas untuk membahas masalah OJK dan Mulia Group," beber Djoko Tjandra.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Hanya Cerita soal Masalah OJK ke Prasetijo

Suasana sidang surat palsu Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking
Suasana sidang surat palsu Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking. (Merdeka/Bachtiarudin Alam)

Hal itu juga telah disampaikan Djoko Tjandra dalam sidang perkara penghapusan red notice di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis 26 November 2020.

Djoko Tjandra menyebut, Prasetijo menjemputnya karena ingin bertanya terkait masalah tersebut. Hanya, dia tidak tahu apa kaitan jabatan Prasetijo dengan masalah antara OJK dengan Mulia Group.

"Alasan dia jemput saya katanya karena dia ingin tahu kasus antara Mulia Group dengan OJK, karena ada persengketaan antara Mulia Group sama OJK. OJK di bidangnya Karo Korwas PPNS. Pak Prasetijo dijelaskan OJK menyewa gedung Mulia 1 dan 2, beliau ingin tahu masalahnya," kata Djoko.

"Saya enggak tahu apa fungsi Karo Korwas PPNS, saya pikir, 'Oh ini urusan yang sifatnya PNS.'," sambung dia.

Pada perkara kasus surat jalan palsu, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP. Dia diancam hukuman lima tahun penjara.

Sedangkan, Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP. Jenderal bintang satu itu diancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

Sementara, Anita Kolopaking dijerat dengan Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya