Liputan6.com, Jakarta - Arti kata "Perempuan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikritik. Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun memberikan penjelasan terkait definisi perempuan di KBBI yang dinilai negatif.
Menurut Tim Penyusun KBBI, kata "Perempuan" tidak mengalami banyak perubahan sejak edisi pertama kamus tersebut terbit.
Baca Juga
Sebagaimana kata-kata umum yang lain, frasa tersebut masuk ke KBBI sejak edisi pertama terbit pada 1988. Saat itu, kata ini diberi definisi sinonim saja, yaitu "Wanita" dan "Bini".
Advertisement
Pada edisi-edisi berikutnya, definisinya diubah berupa penjelasan sebagai "Orang (manusia) yang memiliki puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui" Adapun makna "wanita" tetap dipertahankan sebagai sinonim.
"Makna kedua ditambahi sinonim 'istri' selain 'bini' yang sudah ada. Sejak edisi kedua sampai seterusnya, definisi kata ini ditambah satu lagi, yaitu 'betina' yang dilengkapi penjelasan 'khusus untuk hewan'," jelas Tim Penyusun KBBI seperti dikutip Liputan6.com dalam laman resmi Badan Bahasa, Jumat (5/2/2021).
Pada edisi pertama KBBI, menurut tim penyusun, sudah dicantumkan beberapa gabungan kata yang unsur induknya adalah perempuan, seperti perempuan geladak, perempuan jahat, perempuan jalan, perempuan jalang, perempuan jangak, perempuan lecah, dan perempuan nakal. Pada edisi-edisi berikutnya, gabungan kata ini bertambah dengan subentri perempuan lacur (KBBI edisi 2) dan perempuan simpanan (KBBI edisi 3).
"Sampai KBBI edisi 5 tidak ada lagi penambahan gabungan kata di bawah entri perempuan. Namun, penyesuaian beberapa kali dilakukan, terutama dalam hal penggantian kata pendefinisi pada entri ini, yaitu kata puki yang ada dalam edisi 1 dan 2 diubah menjadi vagina pada edisi 3 dan seterusnya," tutur tim penyusun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Teknik Pendefinisian
Tim Penyusun KBBI mengungkap, dalam praktik leksikografi (ilmu bahasa mengenai teknik penyusunan kamus), pendefinisian suatu entri mengikuti pola tertentu. Dari berbagai macam pola definisi, pola genus proximus da diferentia specifica adalah pola yang lazim digunakan dalam pendefinisian nomina, verba, dan adjektiva.
"Pola ini mensyaratkan ada satu kata atau kelompok kata yang berfungsi sebagai jenis terdekat (genus proximus) dan kata-kata lain yang berfungsi sebagai fitur pembeda kata yang didefinisikan tersebut dari kata-kata lain yang sejenis (diferentia specifica). Jenis terdekat tersebut akan menjadi kata pertama yang dipakai dalam mendefinisikan, baru kemudian disusul oleh kata-kata yang menjadi unsur pembedanya," jelas tim penyusun.
Dalam hal pendefinisian "perempuan", kata "orang" atau "manusia" adalah jenis terdekatnya, sedangkan "yang memiliki vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui" merupakan ciri pembedanya dari jenis manusia yang lain.
Menurut tim penyusun, definisi pertama pada entri perempuan tersebut, yang menyebutkan ciri-ciri fisik, merupakan deskripsi yang dipakai untuk menjelaskan jenis kelamin. Dalam bahasa lain, misalnya bahasa Inggris, kata yang dipakai dalam menyebutkan jenis kelamin ini (female) berbeda daripada kata yang dipakai untuk menyebutkan orangnya (woman), sehingga dalam definisi woman tidak dijelaskan ciri-ciri fisiknya.
"Kata female dapat disejajarkan dengan kata betina dalam bahasa Indonesia, tetapi kata ini hanya digunakan untuk menyebutkan jenis kelamin hewan dan tidak pernah dipakai untuk manusia. Dengan demikian, kata perempuan dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk menunjukkan jenis kelamin," kata tim penyusun.
Sementara, terkait dengan keterandalan data itu, gabungan kata pada entri perempuan seperti perempuan geladak, perempuan jalang, dan perempuan simpanan, menurut Tim Penyusun KBBI dengan sangat mudah ditemukan dalam korpus dengan frekuensi penggunaan yang tinggi kata dimaksud. Berdasarkan hal tersebut, tim editor mempunyai alasan yang sangat kuat untuk tetap mempertahankannya sebagai suatu fakta kebahasaan yang harus dicatat dalam kamus.
"Praktik semacam ini sangat jamak dilakukan dalam leksikografi dan dikenal dengan prinsip corpus-based atau corpus-driven lexicography. Artinya, penyusunan kamus betul-betul menyandarkan pada korpus yang tersaji apa adanya, tanpa ada modifikasi apa pun," ungkapnya.
Adapun gambaran sosial yang muncul dari penyajian informasi dalam kamus tersebut bukan merupakan kondisi yang ideal, hal tersebut menjadi pembahasan yang lain. Justru, dalam pendekatan leksikografi modern, kamus merupakan gambaran jujur dari kondisi sosial dan budaya suatu masyarakat.
"Ada adagium yang menyatakan bahwa jika ingin melihat peradaban suatu bangsa, lihatlah bahasanya dan bahasa itu disimpan dalam sebuah khazanah yang disebut kamus," jelas Tim Penyusun KBBI.
Advertisement