Deretan Momen Tak Terduga Saat Rizieq Shihab Bacakan Pledoi Kasus Kerumunan

Ada momen tak terduga terjadi saat persidangan tengah berlangsung. Rizieq Shihab menangis usai menceritakan dirinya bersama keluarga tidak bisa kembali ke Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2021, 22:36 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2021, 21:59 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menjadi saksi dalam persidangan kasus Rizieq Shihab. (Istimewa)
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menjadi saksi dalam persidangan kasus Rizieq Shihab. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Sidang kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung yang menjerat mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI) digelar hari ini, Kamis (20/5/2021). Agenda sidang dibacakannya pledoi atau nota keberatan dari Rizieq Shihab dan kuasa hukumnya atas semua tuntutan jaksa. 

Ada momen tak terduga terjadi saat persidangan tengah berlangsung. Rizieq Shihab menangis usai menceritakan dirinya bersama keluarga tidak bisa kembali ke Tanah Air. Dia menyebut seperti tengah diasingkan dengan dalih pencekalan. 

Bahkan selama berada di Makkah, Rizieq mengaku ia dan keluarga kerap mendapat aksi teror dari orang mengaku yang sebagai petugas keamanan Saudi.

"Dan selama pengasingan di Kota Suci Mekkah, kami sekeluarga juga terus diteror oleh operasi intelijen hitam, seperti ada orang mengaku sebagai petugas keamanan Saudi mendatangi rumah kami dan menuduh kami membuat iqomah palsu yaitu semacam KTP Kota Mekkah," kata Rizieq Shihab.

Momen lainnya yang juga tak kalah menyita perhatian, saat mantan pimpinan FPI ini menyinggung kasus kerumunan anak dan menantu Presiden Jokowi saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu.

Rizieq menyebut telah terjadi pelanggaran protokol kesehatan (prokes) saat pelaksanaan Pilkada di Solo dan Medan. 

"Pertama, anak dan menantu Jokowi saat Pilkada 2020 di Solo dan Medan telah melakukan belasan kali pelanggaran prokes atau dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes," sebut Rizieq. 

Berikut sederet pernyataan Rizieq Shihab hingga momen tak terduga yang dilontarkannya saat membacaka nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hari ini, Kamis: 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1. Merasa Diperlakukan Seperti Tahanan Teroris

Dalam pembelaannya, Rizieq Shihab menyampaikan merasa diperlakukan seperti tahanan kasus terorisme, padahal kasusnya adalah pelanggaran protokol kesehatan.

Dia menuturkan, hal itu bermula pada Rabu 9 Desember 2020, ketika Polda Metro Jaya mengumumkannya sebagai tersangka kasus kerumunan saat acara Maulid Nabi dan pernikahan di Petamburan.

"Akhirnya pada Sabtu 12 Desember 2020 saya didampingi Pengacara mendatangi Polda Metro Jaya secara sukarela untuk menjalankan pemeriksaan, tapi saya langsung ditangkap dan ditahan hingga saat ini," kata Rizieq saat bacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Usai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Rizieq merasa terlalu berlebihan untuk kasus pelanggaran protokol kesehatan.

Pasalnya, selama menjalani tahanan sementara pada satu bulan pertama, dia diisolasi sendirian dalam sel yang tiap hari digembok selama 24 jam. Termasuk tidak boleh dibesuk keluarga dan tidak boleh dijenguk Tim Dokter pribadi dari Tim Mer-C, serta tidak boleh ditengok oleh sesama tahanan walau sel bersebelahan.

"Kasus saya hanya soal pelanggaran prokes tapi diperlakukan seperti tahanan teroris," ujar Rizieq Shihab.

2. Sebut Ada Motif Balas Dendam

Dia bahkan meyakini kalau kasus yang dihadapi olehnya saat ini bukanlah sekedar persoalaan pelanggaran protokol kesehatan, namun ada motif balas dendam politik di dalamnya atas gerakannya pada saat kasus kasus penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Jadi jelas, rentetan teror dan intimidasi serta pembunuhan karakter terhadap saya dan kawan-kawan, yang datang secara terus menerus tanpa henti, dari sejak Aksi Bela Islam 411 dan 212 di tahun 2016, lalu Pilkada DKI Jakarta tahun 2017," tegasnya.

"Bahwa tiga kasus pelanggaran prokes yang saya hadapi merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar yang didanai para oligarki, sehingga ketiga kasus hukum tersebut hanya dijadikan sekedar alat justifikasi dengan menunggangi polisi dan jaksa penuntut umum dalam rangka balas dendam politik," lanjutnya.

3. Menangis

Saat tengah menceritakan dirinya dan keluarga tidak bisa pulang ke Indonesia, Rizieq sempat menangis.

"Akhirnya kami paham bahwa kami sebenarnya bukan sedang dicekal, tapi hakikatnya kami sedang diasingkan, agar tidak bisa pulang ke Tanah Air dan tidak bisa lagi kumpul dengan umat di Indonesia. Saya dan keluarga pun terus melakukan upaya perlawanan," kata Rizieq Shihab.

"Hukum terhadap pengasingan dengan dalih pencekalan tersebut, walau pun berkali-kali gagal. Para oligarki menggerakkan gerombolan piarannya dari semua kalangan untuk membuat pernyataan, baik secara eksplisit maupun implisit, untuk tebar ancaman menakut-nakuti bahwa kalau saya pulang akan ditangkap dan ditahan. Dan berbagai pernyataan tersebut diviralkan oleh para buzzerRp bayaran," lanjut dia.

Usai mengucapkan hal itu, Rizieq sempat berhenti dan terlihat menangis. Dia lantas mengeluarkan sapu tangan dari kantongnya dan terlihat membuka kacamata. Dia lalu mengelap matanya sejenak.

4. Singgung Kerumunan Anak-Mantu Jokowi

Selain itu, dalam nota pembelaan atau pledoinya membandingkan perkara kerumunan yang menjeratnya saat ini dengan beberapa kasus kerumunan sejumlah pihak yang tidak diproses pidana.

"Andaikata benar pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa pelanggaran prokes adalah kejahatan prokes, maka berarti para pelanggar prokes di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali, semuanya adalah penjahat, termasuk semua tokoh nasional, mulai dari artis hingga pejabat, termasuk menteri dan presiden," kata Rizieq Shihab dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021).

Rizieq pun menyebutkan sejumlah kerumunan yang dinilainya merupakan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) dan harus diproses hukum sebagaimana kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung yang membelitnya.

Kedua, kegiatan pengajian yang digelar Anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Habib Luthfi Yahya di Pekalongan.

"Bahkan sempat membuat pernyataan kontroversial di hadapan ribuan massa untuk mengabaikan dan tidak peduli wabah Corona. Ini merupakan pelanggaran prokes yang dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes," ujar dia.

5. Seret Nama Ahok

Rizieq pun menilai proses hukum yang dijalaninya bersama terdakwa lainnya dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan dendam politik atas kekalahan mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dalam Pilgub 2017.

Rizieq Shihab menganggap perkara kerumunan ini dendam politik atas aksi 411 maupun 212 yang turut memojokkan Ahok dalam kasus penistaan agama.

"Tidak bisa dipungkiri bahwa semua ini bermula dari aksi bela Islam 411 dan 212 pada 4 November dan 2 Desember Tahun 2016, saat itu Umat Islam Indonesia bersatu menuntut Ahok si penista agama untuk diadili karena telah menistakan Alquran," ujar Rizieq saat membacakan pleidoi.

Rizieq merasa gerakan tersebutlah yang menumbangkan Ahok pada Pilgub DKI 2017 dan menjadi awal mula dirinya sebagai target kriminalisasi.

"Mulai saat itulah saya dan kawan-kawan menjadi target kriminalisasi, sehingga sepanjang tahun 2017 aneka ragam rekayasa kasus dialamatkan kepada kami," kata Rizieq.

Akibat serangan yang dia terima mulai dari media sosial maupun dunia nyata, Rizieq bersama keluarganya memutuskan meninggalkan Indonesia dan tinggal sementara di Arab Saudi selama beberapa tahun.

6. Minta Dibebaskan

Dalam pledoinya, Rizieq juga menilai kalau dakwaan pasal Pasal 93 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, atas kerumunan di Megamendung tidak relevan diterapkan karena pristiwa itu terjadi secara spontan.

"Selain itu terdakwa tidak pernah mengundang atau mengajak masyarakat berkerumun di Megamendung, dan terdakwa juga tidak pernah menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan," ujar Rizieq dalam pledoinya.

Sehingga Rizieq menilai bahwa tak satu pun unsur dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang terpenuhi, sehingga harus dibatalkan demi hukum.

Termasuk dakwaan kedua dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Selain itu, dalam Dakwaan Ketiga sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tak turuti perintah atau permintaan petugas juga tak bisa dikenakan kepada Rizieq.

"Terdakwa juga tidak pernah, tidak menuruti perintah atau permintaan petugas yang sedang melaksanakan tugas negara dan tidak pernah pula mencegah, menghalang- halangi, atau mengagalkan tugas pejabat negara," katanya.

 

Daffa Haiqal

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya