Tanpa Bantuan Pemkot Depok, Ini Cara Komunitas Tuna Netra Bertahan di Tengah Pandemi

Ironisnya, komunitas ini malah mendapatkan bantuan dari dermawan yang berasal dari luar Kota Depok.

oleh Dicky Agung Prihanto diperbarui 11 Jun 2021, 21:22 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2021, 21:09 WIB
Perjuangan Disabilitas Tadarus dengan Al-Quran Braille
Penyandang tuna netra mengikuti Tadarus Al Quran braille di Yayasan Tunanetra Raudlatul Makmufin Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (28/4/2021). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 yang melanda Kota Depok memberikan dampak yang cukup besar terhadap kelompok Blind Kopi Gayo Community yang berada di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Komunitas tuna netra tersebut menjadi terdampak Covid-19, di mana mereka tidak mendapatkan pemasukan.

Aktivis Blind Kopi Gayo Community, Sikdam Hasim mengatakan, banyak anggota yang merupakan tuna netra mengeluhkan minimnya pemasukan yang berdampak pada kelangsungan hidup mereka. Sebanyak 50 anggota mengeluhkan pandemi Covid-19 yang membuat terjadinya banyak pembatasan oleh Pemerintah Kota Depok.

"Usaha kami kan kebanyakan jasa pijat, sedangkan Pemkot Depok membatasi usaha kami dengan alasan pencegahan penularan Covid-19," ujar Sikdam, Senin (7/6/2021).

Dia menjelaskan, pembatasan yang dilakukan Pemkot Depok tidak memperhatikan kehidupan penyandang tuna netra. Ditambah lagi, komunitasnya tidak pernah mendapatkan bantuan dari Pemkot Depok, baik uang maupun barang. Ironisnya, komunitas ini malah mendapatkan bantuan dari dermawan yang berasal dari luar Kota Depok.

"Kami tidak pernah menerima bantuan dari Dinas Sosial Pemkot Depok selama pandemi Covid-19," terang Sikdam.

Walaupun tidak mendapatkan bantuan, dirinya bersama rekannya sesama tuna netra tetap bertahan dengan berjualan kopi jahe hingga kerupuk. Namun, upaya tersebut tidak mampu menopang kebutuhan hidup kelompoknya, apalagi beberapa anggota sudah memiliki keluarga dan harus mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Karena tidak ada pemasukan, anggota kami sampai ada yang belum membayar kontrakan dan iuran listrik," ucap pria yang masih melajang ini.

Walaupun sudah bertahan sedemikian rupa, sejumlah tuna netra di komunitas itu, memilih untuk pulang kampung di sejumlah kota di Jawa Tengah. Mereka terpaksa meninggalkan Kota Depok yang menjadi kota untuk mencari nafkah.

"Daripada mati kelaparan di Depok, mereka lebih memilih pulang kampung," kata Sikdam.

Dia mengaku juga sudah mendatangi Balai Kota Depok untuk menyampaikan keluh kesah anggota kepada Dinas Sosial dan Wali Kota Depok. Namun, harapannya pupus lantaran tidak dapat bertemu Wali Kota Depok. Bahkan saat dirinya menyambangi Dinas Sosial Kota Depok, setali tiga uang karena tidak ketemu pejabat setempat dan hanya ditemui staf dinas tersebut.

"Dua kali saya ke sana tapi tidak bisa ketemu Wali Kota Depok, begitu pun di Dinas Sosial, kami dilempar ke sana dan ke sini. Padahal kami ingin ketemu Kepala Dinas Sosial," ucap Sikdam.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tak Pernah Diperhatikan

Di benaknya, Sikdam masih ingat saat diundang pada Musrenbang Kota Depok dari Dinas Sosial beberapa waktu lalu di Hotel Bumi Wiyata. Pejabat dinas tersebut memberikan paparan kepada Wali Kota Depok bahwa komunitasnya merupakan salah satu binaan Dinas Sosial. Namun fakta dan kenyataannya, setelah Musrenbang, Dinas Sosial tidak pernah memperhatikan kelompoknya.

"Saya ingat itu dan saya sangat kecewa karena kami terkadang dijadikan objek untuk kepentingan mereka saja, habis itu kami dilupakan," kesal Sikdam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya