KPK Duga Eks Penyidik Robin Masih Tutupi Peran Azis Syamsuddin

KPK menduga mantan penyidiknya, Stepanus Robin Pattuju masih menutupi peran mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Des 2021, 09:33 WIB
Diterbitkan 21 Des 2021, 09:33 WIB
Usai Diperiksa KPK, Azis Syamsuddin Bungkam
Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Azis Syamsuddin diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara yang menyeret penyidik KPK dari unsur Polri, Stefanus Robin Pattuju. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan penyidiknya, Stepanus Robin Pattuju masih menutupi peran mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Robin dianggap belum terbuka selama persidangan kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK.

"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju di depan majelis hakim justru diduga sengaja menutupi peran dari pihak lain, dalam hal terdakwa Azis Syamsuddin," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).

Menurut dia, keterbukaan akan menjadi faktor yang bisa meringankan tuntutan terhadap Robin. Lantaran Robin diduga masih mencoba menutupi peran Azis Syamsuddin, maka tim jaksa penuntut umum pada KPK menuntutnya dengan pidana 12 tahun penjara.

"Keterbukaan terdakwa dalam menerangkan di depan majelis hakim adalah menjadi salah satu faktor yang meringakan. Kami berharap majelis hakim akan memutus perkara ini sebagaimana amar tuntutan tim jaksa," kata Ali.

Dia pun memberi penjelasan terkait dengan protes Robin Pattuju lantaran dituntut pidana yang sama dengan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Dia mengatakan, dalam menjatuhkan tuntutan KPK, tak hanya melihat jumlah uang suap dalam suatu perkara.

"Pertimbangan amar tuntutan pidana setiap perkara tentu tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya. Karena tentu ada perbedaan fakta persidangan, alasan memberatkan maupun meringankan atas diri terdakwa," kata Ali.

 

Robin Nilai Jaksa KPK Tak Adil

Sebelumnya, mantan penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju menganggap jaksa penuntut umum pada KPK tak adil dalam melayangkan tuntutan terhadap dirinya. Robin membandingkan tuntutan terhadap dirinya dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Robin menyatakan demikian saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK.

"Majelis Hakim Yang Mulia, saya merasakan ketidakadilan atas tuntutan 12 tahun yang diajukan oleh JPU. Dikarenakan saya menerima uang sebesar Rp 1,8 miliar, saya merasakan ketidakadilan jika dibandingkan dng mantan Menteri Sosial (Juliari Peter Batubara) yang menerima suap sebesar Rp 32 miliar yang juga dituntut 12 tahun penjara," ujar Robin dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2021).

Robin merasakan ketidakadilan lantaran Juliari merupakan seorang yang memiliki jabatan tinggi di negara, yakni menteri dan menerima suap 16 kali lipat yang diterima Robin dari mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan politikus muda Golkar Aliza Gunado.

"Sementara saya hanya melakukan penipuan dengan memanfaatkan jabatan saya sebagai penyidik KPK dan saya sama sekali tidak memiliki kewenangan terkait kasus-kasus dalam perkara ini, yaitu yang melibatkan M. Syahrial, M. Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, Ajay M. Priatna, Usman Effendy, dan Rita Widyasari," kata Robin.

 

Dakwaan

Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.

Jaksa menyebut Robin dan Maskue menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK.

Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain;

1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000,

2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu,

3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,

4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,

5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya