Saiful Mujani: Argumen Penundaan Pemilu Karena Alasan Ekonomi Sangat Lemah

Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Saiful Mujani, menilai bahwa Pemilu tidak menghambat pembangunan ekonomi. Menurut dia, argumen penundaan pemilu karena ekonomi sangat lemah.

oleh Yopi Makdori diperbarui 04 Mar 2022, 10:41 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2022, 10:41 WIB
Ilustrasi – Pemungutan suara Pemilu 2019. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pemilu 2019 (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Saiful Mujani, menilai bahwa pemilu tidak menghambat pembangunan ekonomi. Menurut dia, argumen penundaan pemilu 2024 karena alasan ekonomi sangat lemah.

Menjawab pandangan yang dikemukakan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa kalangan pengusaha menginginkan penundaan Pemilu 2024, Saiful mengatakan hal itu butuh penelitian lebih lanjut. Apakah betul para pengusaha tidak menginginkan Pemilu dilakukan sekarang. Para pengusaha ini, menurut Saiful, sudah mengalami Pemilu dengan baik selama 20 tahun.

Argumennya, kata Saiful, mungkin adalah bahwa pembangunan ekonomi butuh stabilitas. Sementara pemilu potensial bisa menciptakan konflik, riak-riak dan seterusnya yang akan mengganggu stabilitas. Argumen ini menurut Saiful sangat Orde Baru.

“Boleh khawatir, tapi Indonesia sudah punya pengalaman menyelenggarakan Pemilu berkali-kali, mulai dari Pemilu 1999 sampai 2019. Dan Pemilu-pemilu ini dinilai oleh dunia internasional berjalan dengan baik,” terang Saiful dalam keterangan tulis, Jumat (4/2/2022).

Saiful menerangkan bahwa hampir semua negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus, sekitar 3 persen. Begitu memasuki 2021, pertumbuhan ekonomi dunia mulai terjadi recovery, tumbuh rata-rata 5 persen.

Bahkan ada proyeksi dari Bank Dunia, IMF, termasuk BPS, ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5 persen di 2022. Ini di atas rata-rata dunia yang kurang lebih 4 persen.

Karena itu, Saiful menegaskan tidak cukup argumen yang menyatakan bahwa pemilu bisa ditunda dengan alasan pemulihan ekonomi. Ekonomi sekarang mulai pulih. Dari 2020 sampai sekarang, Indonesia sudah on the right track seperti negara-negara lain di dunia. Bahkan pada 2020, dibanding dengan negara-negara lain di G-20, Indonesia akan tumbuh terbaik kedua setelah India. Tidak banyak negara yang bisa mencapai itu di dunia.

“Karena itu tidak ada alasan ekonomi yang bisa memundurkan Pemilu. Atau kalau mau memundurkan Pemilu ke 2027 dengan alasan ekonomi, perbaiki lagi argumennya supaya lebih solid,” tegasnya.

Contoh Kasus

Saiful mengambil contoh kasus Indonesia. Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi jatuh sampai minus sekitar 13 persen. 1999, Pemilu dilaksanakan di bawah presiden Habibie, dan sejak itu ekonomi mulai tumbuh positif. Pada Pemilu berikutnya, 2004, ekonomi Indonesia bahkan tumbuh 5 persen. Pada 2014 dan 2019, ekonomi juga tumbuh sekitar 5 persen.

“Tidak benar Pemilu bisa memperburuk pembangunan ekonomi. Ekonomi tetap tumbuh dalam setiap Pemilu yang diadakan,” lanjutnya.

Saiful menegaskan Indonesia sudah punya pengalaman mengelola kebebasan politik, dan sejauh ini beriringan dengan baik dengan pembangunan ekonomi. Untuk itu penundaan Pemilu karena alasan ekonomi belum meyakinkan.

“Kita tidak menghalang-halangi aspirasi untuk penundaan Pemilu. Tapi tolong argumennya diperbaiki,” pungkasnya.

Infografis

Infografis Politikus Pendukung dan Penolak Usulan Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Politikus Pendukung dan Penolak Usulan Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya