Puan Maharani Pastikan RUU TPKS Dibawa ke Paripurna 14 April 2022

Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan pihaknya akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam rapat paripurna terdekat atau 14 April mendatang

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 07 Apr 2022, 12:54 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2022, 12:54 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani di Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka ulang tahun ke-75 DPR
Ketua DPR RI Puan Maharani di Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka ulang tahun ke-75 DPR. (Foto: Dokumentasi DPR).

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan pihaknya akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam rapat paripurna terdekat atau 14 April 2022 mendatang.

Puan menyebut keberhasilan pembahasan RUU TPKS merupakan hasil kerja banyak pihak dan menjadi bukti negara hadir melindungi seluruh rakyat dari kejahatan seksual.

"RUU TPKS akan dibawa ke pembicaraan tingkat II untuk disahkan dalam Rapat Paripurna DPR terdekat. Selangkah lagi, buah dari perjuangan panjang ini akan terealisasi," ujar Puan dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).

Rampungnya RUU TPKS, kata Puan, merupakan komitmen bersama DPR dan pemerintah untuk memperjuangkan korban kekerasan seksual.

"Dan tentu juga ini hasil kerja keras semua elemen bangsa yang pantang menyerah memperjuangkan RUU TPKS. Teman-teman aktivis dari berbagai kalangan, LSM, akademisi, dan pastinya seluruh lapisan masyarakat Indonesia," kata politikus PDIP ini.

"Secara khusus pengesahan RUU TPKS akan menjadi hadiah bagi kaum perempuan dalam menyambut peringatan Hari Kartini, mengingat banyak korban kekerasan seksual berasal dari kalangan perempuan," sambungnya.

Puan mengklaim telah mengawal RUU TPKS sejak menjabat sebagai Menko PMK. "Saya sadari pembahasan RUU TPKS diwarnai banyak dinamika sejak awal diusulkan tahun 2016. Pencapaian ini adalah keberhasilan kita seluruh bangsa Indonesia," ujarnya.

UU TPKS, lanjutnya, akan menjadi payung hukum untuk merehabilitasi pelaku serta sebagai jaminan agar kekerasan seksual tidak kembali berulang.

"Dan yang pasti sebagai pegangan untuk kita dalam mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual," tutup Puan.

Disetujui Baleg

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat satu, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya mengawali pleno dan menyampaikan laporan pembahasan Panja.

“Semoga ke depan ini bisa menjadi cerminan bagaimana undang-undang pro publik diperjuangkan, dan bisa dipercepat. Tidak hanya undang-undang hardcord yang bisa dipercepat, UU pro publik seminggu bisa dipercepat,” kata Willy dalam Rapat Pleno Baleg, Rabu (6/4/2022).

Rapat dilanjutkan dengan penyampaian pendapat mini fraksi, dari 9 fraksi hanya PKS yang menolak.

“Dengan demikian selesai sudah pendapat mini fraksi, dari 9 draksi 8 menyatakan setuju dengan berbagai macan catatan, satu fraksi menolak dalam pengertian bukan menolak substansi tapi intinya menolak,” kata Ketua Baleg Supratman Agtas.

Supratman lantas menanyakan persetujuan apakah RUU TPKS bisa dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi UU.

“Alhamdulillah pada hari ini, apakah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna pada pembicaraan tingkat dua? Setuju?,” tanya Supratman.

“Setuju,” jawab anggota Baleg.

Selanjutnya, RUU TPKS akan dibawa dalam raoat paripurna terdekat pada 14 April mendatang, atau pada pengambilan keputusan tingkat dua.

Pemerkosaan dan Aborsi Tidak Ada Dalam RUU TPKS

Pemerkosaan tidak masuk dalam Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya, alasannya karena pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam draf RUU TPKS.

Willy menyebut, pemerkosaan sudah diatur dalam undang-undang lain yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kenapa kita tidak masukan pemerkosaan. Satu, karena sudah ada di KUHP. RKUHP itu lebih komplet lagi," ujar Willy pada wartawan, Rabu (6/4/2022).

Meski demikian, menurutnya pemerkosaan masih dicantumkan sebagai salah satu jenis kekerasan seksual lainnya dalam RUU TPKS.

"Memang kita tidak memasukan pemerkosaan dan aborsi. Dari 9 jenis kekerasan seksual yang kita sebutkan di atasnya, pemerkosaan kita sebutkan jenis kekerasan seksual lainnya, itu di bawahnya ada," ujar Willy.

Sementara aborsi, menurut Willy juga sudah diatur dalam undang-undang lain yaitu UU Kesehatan. "Kenapa aborsi tidak kita masukan. Itu ada dalam UU Kesehatan. Jadi, itu sudah cukup," jelas Willy.

Karena alasan itulah, lanjut Willy, Panja memutuskan tidak memasukkan dua jenis kekerasan seksual tersebut. "Kita tidak ingin satu norma hukum diatur dalam dua UU, karena akan terjadi overlapping," ujar Willy.

Diketahui, Pasal 4 ayat 1 RUU TPKS total ada 19 jenis kekerasan seksual yang diatur yaitu; pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Sementara pada ayat 2, disebutkan jenis kekerasan seksual lainnya, yaitu; perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban; pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran; tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

PKS Tak Setuju

Dari sembilan fraksi, hanya PKS yang menolak RUU TPKS dibawa ke paripurna. Anggota Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyampaikan pendapat mini fraksi terkait alasan penolakan tersebut.

Salah satu poin penolakan PKS adalah agar RUU TPKS ini memasukkan secara lengkap jenis-jenis Tindak Pidana Kesusilaan yaitu segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual, Sehingga pembahasan RUU TPKS ini TIDAK menggunakan satu paradigma yaitu Kekerasan Seksual saja.

"Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap perzinaan dan penyimpangan seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan. Norma perzinaan dalam KUHP bermakna sempit sehingga tidak bisa menjangkau perbuatan zina yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya belum terikat perkawinan dengan pihak lain," kata Almuzzammil, Rabu (6/4/2022).

Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT)/Penyimpangan Seksual dalam RUU TPKS, dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.

"Mengingat adanya kekosongan hukum perihal pengaturan LGBT di Indonesia, karena tidak ada satu pun hukum positif Indonesia yang secara eksplisit-normatif melarang perilaku LGBT, maka pembentuk undang-undang perlu segera mengaturnya," kata dia.

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menolak Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi Undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebelum didahului adanya pengesahan RKUHP dan/atau pembahasan RUU TPKS ini dilakukan bersamaan dengan pembahasan RKUHP," sambung Almuzzamil.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya