Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Syamsuddin Haris menyebut Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati tak kooperatif berkerjasama dengan pihak dewas.
Haris menyayangkan sikap Nicke yang tak memenuhi panggilan dewas terkait kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi tiket MotoGP Mandalika dengan terlapor Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Menurut Haris, tak kooperatifnya Nicke berimbas dengan gagalnya permintaan keterangan langsung terhadap Lili Lintauli Siregar.
Advertisement
"Klarifikasi terhadap ibu LPS tertunda karena pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak eksternal belum selesai. Klarifikasi terhadap pihak Pertamina belum tuntas karena Dirut Pertamina tidak koperatif. Sudah diundang klarifikasi dan dijadwal ulang, tapi tidak hadir," ujar Haris dalam keterangannya, Selasa (26/4/2022).
Haris mengultimatum agar Nicke mampu bekerjasama demi terangnya peristiwa ini. Apalagi, diduga Pertamina merupakan pihak yang memberikan gratifikasi tersebut kepada Lili.
"Dewas berharap Dirut Pertamina bisa bekerjasama dan bersikap koperatif dalam mengungkap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan ibu LPS," kata Haris.
Dewas KPK tengah mencari tahu total penerima fasilitas nonton MotoGP Mandalika dalam kasus dugaan gratifikasi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Sekarang kan lagi dicari, belum tahu kan untuk berapa orang, belum mengerti. Belum mengerti, ini lagi cari bahannya," ujar anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/04/2022).
Diduga Lili tak hanya sendiri menerima fasilitas tiket nonton dan penginapan hotel selama kurang lebih satu minggu. Pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina ini diduga juga memberikan fasilitas terhadap kerabat Lili.
Pengusutan total penerima fasilitas itu diselisik dewas KPK terhadap pihak Pertamina. Dewas berharap para pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan kooperatif dan jujur.
"Sehingga bisa lebih cepat selesai kan, kalau keterangan (yang) diberikan tidak apa adanya tidak selesai-selesai nanti," kata Albertina.
Periksa Pihak Pertamina
Sebelumnya, dewas KPK rampung memeriksa perwakilan PT Pertamina dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi motoGP Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Tadi dari Pertamina ada yang sudah datang, sudah selesai," ujar anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/4/2022).
Albertina tidak menjelaskan detail identitas pihak Pertamina yang diperiksa pihaknya. Namun demikian, menurut Albertina, keterangan dari pihak Pertamina penting untuk mendalami lebih jauh dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli.
"Jadi klarifikasi, ya, sekarang Dewas itu lagi mengumpulkan bahan dan keterangan," kata Albertina.
Diketahui, Dewas KPK dijadwalkan memeriksa Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati. Namun, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut Nicke meminta pemeriksaan diundur.
"Rencananya begitu (diperiksa hari ini), tetapi saya dapat laporkan yang bersangkutan (Nicke) minta diundur," kata Tumpak.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Lili dianggap melanggar kode etik insan KPK lantaran diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika.
Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Pertamina. Berdasarkan informasi yang diterima, Lili mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama kurang lebih satu minggu.
Â
Advertisement
Terbukti Bohong, ICW Minta Lili Pintauli Mundur dari KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar didesak mundur dari pimpinan lembaga antirasuah. Desakan dilakukan usai dewan pengawas (dewas) KPK menyatakan Lili terbukti berbohong terkait keterangannya soal komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.
"Dengan sudah dibenarkannya tindakan kebohongan tersebut, untuk itu ICW meminta agar LPS (Lili) segera mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Sebab, dirinya sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai pimpinan KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Pernyataan Kurnia ini menanggapi surat pemberitahuan pemberhentian pengusutan kasus dugaan pelanggaran etik pembohongan publik Lili Pintauli Siregar.
Dalam surat yang ditujukan kepada pihak pelapor, mantan pegawai KPK Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan kawan-kawan ini, Dewas menyatakan tak melanjutkan kasus tersebut karena Lili sudah diberikan sanksi etik dalam komunikasi dengan Syahrial terkait penanganan perkara.
Dewas menyatakan dalam sanksi etik berat tersebut sudah mengabsorbsi (menyerap) dengan perbuatan bohong Lili. Dewas menyatakan Lili terbukti berbohong saat menyatakan tak berkomunikasi dengan Syahrial.
Kurnia mengaku tak mengerti dengan keputusan dewas KPK dalam surat yang ditandatangani anggota Dewas KPK Harjono itu.
"ICW tidak memahami bagaimana logika di balik hasil pemeriksaan dewan pengawas terkait kebohongan Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers 30 April 2021 lalu. Sebab, Dewas menyampaikan, LPS terbukti melakukan kebohongan, namun tidak dijatuhi sanksi, karena sebelumnya terlapor sudah dikenakan hukuman," kata Kurnia.
Selain ICW, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga menilai Lili sudah sepantasnya mengundurkan diri. Bahkan, menurut MAKI, Lili layak untuk dipecat dari lembaga antikorupsi.
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, pemecatan Lili harus dilakukan lantaran Lili sudah terbukti bersalah melakukan komunikasi dengan Syahrial dan membohongi publik. Apalagi, kini Lili diduga menerima gratifikasi fasilitas menonton MotoGP Mandalika.
"Sebenernya Lili ini sudah layak untuk dipecat, tapi kan sampai sekarang belum dipecat," kata Boyamin Saiman dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Boyamin berpandangan Lili sudah tak layak memimpin lembaga yang memberantas korupsi. Boyamin berharap DPR turun tangan menangani skandal Lili Pintauli Siregar ini.
"Sehingga malah membebani KPK. Ini tugasnya DPR untuk memberikan pengawasan," kata Boyamin.
Dewas KPK Pastikan Tak Tutupi Proses Etik Lili Pintauli Siregar
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyatakan pihaknya tidak akan menutup-nutupi kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPKÂ Lili Pintauli Siregar.
Haris menyatakan pihaknya sejauh ini masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan terkait dugaan penerimaan gratifikasi Lili.
Lili diduga menerima tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort dari perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Tidak ada yang ditutup-tutupi. Saat ini Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ibu LPS," ujar Haris dalam keterangannya, Senin (18/4/2022).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md angkat bicara soal kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar yang menjadi sorotan dalam laporan praktik hak asasi manusia (HAM) yang dikeluarkan Amerika Serikat.
Mahfud Md menilai KPK harus bijak bersikap sebab isu yang melilit Lili Pintauli tidak hanya disorot asing, melainkan juga dalam negeri. Mahfud meminta Dewan Pengawas atau Dewas KPK mengambil sikap tegas, transparan, dan tegas terhadap Lili.
"Bijaknya bagaimana? Ya selesaikan secara transparan dan tegas, tak perlu ada yang ditutup-tutupi. Dewas harus menunjukkan sikap tegas kepada publik. Kalau Lili Pintauli salah harus dijatuhi sanksi, tapi kalau benar dia harus dibela," kata Mahfud.
"Jangan sampai terjadi public distrust tapi juga jangan sampai terjadi demoralisasi dan ketidaknyamanan di internal KPK," sambung dia.
KPK tengah menjadi sorotan pemerintah AS. Dalam laporan bertajuk '2021 Country Reports on Human Rights Practices', AS menyoroti pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar.
Pelanggaran etik berkaitan komunikasi Lili dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. Komunikasi berlangsung pada saat lembaga antirasuah tengah mengusut kasus suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang menyeret nama Syahrial.
Lili sudah dijatuhi sanksi berat atas pelanggaran ini oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas memutuskan pemotongan gaji sebesar 40 persen selama satu tahun terhadap Lili.
Sebelum dijatuhi sanksi, Lili sempat membantah adanya komunikasi dengan Syahrial. Bantahan Lili ini kemudian dilaporkan oleh beberapa mantan pegawai KPK ke Dewas. Lili dianggap menyampaikan berita bohong lantaran membantah komunikasi dengan Syahrial.
Teranyar, Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi. Lili diduga mendapatkan tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.
Advertisement