Mantan Karyawan Ungkap Awal Mula ACT Dipercaya Kelola Dana Bantuan dari Boeing

Jaksa mengingatkan agar Faisol selaku mantan pegawai Manager Global Philanthropy Network ACT tak berbohong karena dia sudah disumpah untuk jujur dalam memberikan keterangan. Hal itu, terkait penambahan ahli waris yang secara drastis menimbulkan kecurigaan JPU.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Nov 2022, 17:51 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2022, 17:51 WIB
Terdakwa Presiden ACT Ahyudin Jalani Sidang Perdana Secara Virtual
Ketua Majelis Hakim Hariyadi dan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin (dalam pantulan layar) saat menjalani sidang perdana secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (15/11/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan terkait perkara dugaan penggelapan dana bantuan Boeing oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan karyawan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Mohammad Faisol Amrullah, menjelaskan asal mula pihaknya bisa dipercaya Boeing Community Investment Fund (BCIF) mengelola uang bantuan keluarga korban kecelakaan Lion Air 610 untuk kepentingan pendidikan.

"ACT tahu dari mana ada dana BCIF?," tanya jaksa penuntut umum (JPU) saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).

"(Email) dari Feinberg (administrator dari BCIF)," ujar Faisol.

Lantas, JPU mencecar soal isi dari email Feinberg yang diterima ACT. Dimana email itu dijelaskan Faisol berisi jika ACT telah direkomendasikan beberapa ahli waris untuk mengelola dana BCIF.

Awalnya terdapat dua ahli waris yang menunjuk ACT sebagai pihak ketiga untuk mengelola dana tersebut. Kemudian, bertambah tujuh menjadi sembilan ahli waris.  Namun dari sembilan lantas bertambah menjadi 69 ahli waris, membuat JPU kembali mencecar soal pertambahan uang tersebut yang cukup drastis merekomendasikan ACT untuk mengelola dana BCIF.

"Yang saya tanyakan kok bisa bertambah, apakah ahli waris menunjuk ACT atau ACT yang menghubungi ahli waris atau Feinberg yang hubungi ACT, kan saksi yang berhubungan dengan Feinberg?," tanya jaksa.

"Ahli waris yang memilih ACT," kata Faisol.

"Tahu dari mana?" tanya jaksa.

"Ada email," ucap Faisol.

Jaksa mengingatkan agar Faisol selaku mantan pegawai Manager Global Philanthropy Network ACT tak berbohong karena dia sudah disumpah untuk jujur dalam memberikan keterangan. Hal itu, terkait penambahan ahli waris yang secara drastis menimbulkan kecurigaan JPU. 

Dimana, sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyebut bahwa Faisol menerima email dari administrator Boeing. Isi email menyebutkan bahwa ACT menerima uang USD9.826.000 untuk program BCIF. Maka, Jaksa kembali mencecar Faisol siapa yang menunjuk ACT.

"Saya tanyakan apakah dia (BCIF) langsung yang menunjuk ACT atau ACT yang cari ahli waris?," kata jaksa.

"Saya tidak berhubungan dengan itu," ucap Faisol seraya tidak tahu soal proses penunjukan.

Adapun Faisol dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Presiden ACT, Ahyudin atas perkara dugaan penggelapan dana bantuan terhadap korban Lion Air 610 oleh Boeing Community Investment Fund (BCIF).

Diduga Intervensi Keluarga Korban

Sebelumnya, Yayasan Kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga mengintervensi ahli waris atau keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air 610 agar merekomendasikan dana sosial dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) supaya dikelola oleh ACT.

Dugaan Intervensi tersebut sebagaimana tergambar bahwa ACT disebutkan turut menghubungi keluarga korban agar menyetujui/merekomendasikan dana sosial/BCIF, sebagaimana tertuang dalam dakwaan terdakwa Ahyudin atas perkara dugaan penyelewengan dana bantuan Boeing.

"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban agar menyetujui/ merekomendasikan dana sosial/BCIF akan digunakan untuk pembangunan fasilitas sosial yang direkomendasikan dari pihak Yayasan ACT," kata jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaan saat sidang Pengadilan Negeri (PM) Jakarta Selatan Selasa, 15 November 2022.

Menurut jaksa, terdapat 68 ahli waris yang merekomendasikan ACT mengelola dana dari Boeing untuk pembangunan fasilitas sosial berupa sarana pendidikan dengan total 68 proyek dengan total setiap proyek sebesar USD144.500. 

Pada perjalanannya, ACT tetap meminta keluarga korban diminta Yayasan ACT untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan yang harus dikirim melalui email ke Boeing.

"Agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak Yayasan ACT dan dapat dikelola oleh Yayasan ACT untuk pembangunan fasilitas sosial," ujar jaksa.

Yayasan ACT, kata jaksa, juga memberi petunjuk kepada keluarga korban untuk mengisi formulir yang akan dikirim ke email Boeing tersebut. Format formulir juga disediakan oleh pihak Yayasan ACT.

"Kemudian email yang dikirimkan ke pihak perusahaan Boeing atas petunjuk pihak Yayasan ACT. Di dalam email tersebut disebutkan dengan jelas bahwa dana social/BCIF yang diminta untuk dikelola oleh pihak Yayasan ACT adalah sebesar USD144.500," jelas jaksa.

 

 

Dakwaan ACT

Terdakwa Presiden ACT Ahyudin Jalani Sidang Perdana Secara Virtual
Terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin menjalani sidang perdana secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (15/11/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan terkait perkara dugaan penggelapan dana bantuan Boeing oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain, didakwa menyelewengkan dana sebesar Rp117,98 M dari total Rp138,54 M yang diberikan Boeing Community Investment Fund (BCIF).

Dana itu didapat dari hasil total proyek 68 ahli waris yang berhasil diterima ACT. Dimana hanya sebesar Rp20,56 M yang digunakan sesuai peruntukan.

"Tanggal 8 Agustus 2022 ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500,- dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," katanya.

Perbuatan itu dilakukan para terdakwa setidak-tidaknya dalam kurun Tahun 2021 sampai Tahun 2022, bertempat di Menara 165 Lantai 22, Jalan TB Simatupang, Kavling I, Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.

"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berwenang mengadili, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan," katanya.

"Dengan sengaja dan Melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," katanya.

Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya