Liputan6.com, Jakarta - Untuk kediua kalinya sebuah pesawat Boeing 737 MAX kembali diterbangkan ke Amerika Serikat (AS) dari China pada Senin (21/4/2025),. Ini menjadi pesawat kedua dalam beberapa hari terakhir yang dikembalikan ke AS, di tengah meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan China.
Dilansir dari CNN dan Fox Business, Senin, pesawat tersebut kabarnya berasal dari daerah Zhoushan, dekat Shanghai, dan terpantau menuju wilayah Guam, dan pergi menuju fasilitas Boeing di Seattle, AS. Sehari sebelumnya, sebuah pesawat jet Boeing, yang awalnya bakal digunakan oleh maskapai penerbangan China, juga telah mendarat kembali di pusat produksi pembuat pesawat di AS pada Minggu, 20 April 2025.
Baca Juga
Pesawat Boeiing 737 MAX yang ditujukan untuk Xiamen Airlines China itu mendarat di Boeing Field, Seattle, pukul 18.11 waktu setempat. Pesawat itu masih menampilkan livery (corak) Xiamen. Pesawat ini melakukan pengisian bahan bakar di Guam dan Hawaii dalam perjalanan pulang sejauh 8.000 km. Ia adalah salah satu dari beberapa jet 737 MAX yang menunggu di pusat penyelesaian akhir Boeing di Zhoushan, China, sebelum diserahkan ke maskapai China.
Advertisement
Boeing menjadi korban dari tarif resiprokal yang diluncurkan oleh Presiden AS Donald Trump, atau sering disebut tarif Trump dalam serangan perdagangan global, khususnya terhadap China. Bulan ini, Donald Trump menaikkan tarif impor dasar untuk produk China menjadi 145%. Sebagai balasannya, China memberlakukan tarif 125% untuk barang-barang AS.
Pada kasus pesawat ini, jika sebuah maskapai China menerima pesawat Boeing, mereka bisa terbebani tarif besar, mengingat harga pasar 737 MAX baru sekitar US$55 juta (menurut konsultan penerbangan IBA).Melansir kanal Global Liputan6.com, sejauh ini belum jelas pihak mana yang memutuskan pengembalian pesawat ini. Boeing dan Xiamen Airlines belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Â
Â
Â
Perang Tarif dan Pembatalan Pengiriman
Kepulangan Boeing 737 MAX, model terlaris Boeing, menjadi tanda terbaru gangguan dalam pengiriman pesawat baru akibat runtuhnya status bebas bea industri dirgantara yang telah berlangsung puluhan tahun. Perang tarif dan pembatalan pengiriman ini terjadi saat Boeing baru saja pulih dari pembekuan impor 737 MAX selama hampir lima tahun dan ketegangan perdagangan sebelumnya.
"Kebingungan atas perubahan tarif dapat membuat banyak pengiriman pesawat menjadi tidak menentu, dengan beberapa CEO maskapai mengatakan mereka akan menunda pengiriman pesawat daripada membayar bea," kata para analis.
Sementara itu, dua maskapai penerbangan terbesar di dunia, Ryanair dan Delta Air Lines, kompak menunda pembelian pesawat baru jika tarif Trump membuat harga pesawat jadi lebih mahal. Ini hanya salah satu dari sekian banyak dampak yang dilaporkan dari penetapan pajak impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
"Jika tarif diberlakukan pada pesawat, kemungkinan besar kami akan menunda pengiriman (untuk memperoleh pesawat baru),"Â kata CEO Ryanair, Michael O'Leary, pada Financial Times, seperti dikutip dari Business Insider, Rabu, 16 April 2025. "Kami mungkin akan menundanya dan berharap pikiran logis akan menang."
Maskapai penerbangan murah Irlandia itu secara eksklusif menggunakan Boeing 737, yang jumlahnya sekitar 600 unit. O'Leary mengatakan pada FT bahwa Ryanair semula akan menerima 25 pesawat Boeing baru pada Agustus 2025. Tapi, menurut jadwal maskapai, mereka sebenarnya tidak perlu pesawat-pesawat ini hingga Maret atau April tahun depan.
Â
Advertisement
Instruksi untuk Maskapai China
Komentar O'Leary muncul kurang dari seminggu setelah CEO Delta Ed Bastian mengatakan hal yang sama tentang pengiriman pesawat baru dari pesaing Boeing, Airbus. Bastian mengatakan bahwa Delta tidak akan menerima kenaikan biaya untuk 34 jet Airbus baru yang diharapkan akan dikirimkan sebelum akhir tahun.
"Satu hal yang perlu Anda ketahui, kami sangat yakin bahwa kami tidak akan membayar tarif pengiriman pesawat," katanya pada para investor. "Kami akan menunda pengiriman apapun yang dikenakan tarif."
Minggu lalu, Uni Eropa menangguhkan tarif balasan sebesar 25 persen untuk barang-barang AS tertentu dengan harapan akan ada negosiasi. Namun, pesawat Boeing dan Airbus masih dapat menghadapi kenaikan harga karena sektor penerbangan memiliki rantai pasokan di seluruh dunia.
Seperlima dari bahan produksi Boeing diimpor, CEO Kelly Ortberg mengatakan dalam sidang Senat, awal bulan ini. Trump telah mengenakan tarif 10 persen untuk semua impor, selain dari China, yang menghadapi tarif lebih tinggi, dan 20 persen untuk baja dan aluminium, yang merupakan bahan utama pesawat.
Sebelumnya, China menginstruksikan maskapai penerbangannya menghentikan pengiriman pesanan pesawat dari Boeing, menurut laporan pada Selasa, 15 April 2025. Beijing menanggapi perang dagang Trump dengan marah, menyebutnya sebagai "penindasan yang tidak sah" oleh Washington.
Kondisi Boeing Makin Rapuh
Bloomberg News melaporkan, seperti dikutip dari AFP, selain menghentikan pengiriman pesawat Boeing, Beijing juga menginstruksikan maskapai penerbangannya menangguhkan pembelian peralatan dan suku cadang terkait pesawat dari perusahaan AS itu.
Tarif balasan Beijing terhadap impor AS kemungkinan akan memicu kenaikan signifikan dalam biaya pengadaan pesawat dan komponen. Bloomberg mengatakan, pemerintah China sedang mempertimbangkan membantu maskapai penerbangan yang menyewa pesawat Boeing dan menghadapi biaya lebih tinggi.
Di sisi lain, perang dagang antara AS dan China bisa membuat kondisi Boeing yang sudah rapuh kian berdarah. Berdasarkan laporan BBC, dikutip Kamis, 30 Januari 2025, perusahaan aviasi itu merugi hampir satu miliar dolar AS, atau sekitar Rp16,21 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah Rp16.210), per bulan pada 2024.
Dengan begitu, Boeing merugi 11,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp191,16 triliun sepanjang tahun, jadi hasil terburuk sejak industri penerbangan tidak bisa bergerak karena pandemi COVID-19 pada 2020. Kerugian tersebut juga terjadi seiring Boeing bergulat dengan krisis keselamatan, masalah kontrol kualitas, dan aksi mogok pekerja.
Â
Advertisement
