Liputan6.com, Jakarta - Proyek fiktif mendominasi modus korupsi di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) sebanyak 277 kasus korupsi menggunakan modus proyek fiktif.Â
"Sebanyak 277 kasus berkaitan dengan kegiatan atau proyek fiktif," kata Peneliti ICW Diky Anindya, Senin, (20/5/2024).
Baca Juga
Selain proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran juga menjadi modus terbesar lainnya dengan total 259 perkara. Selanjutnya, ada juga laporan fiktif sebanyak 88 kasus.
Advertisement
Kasus lainnya yakni mark up dana dengan total 50 kasus, pungutan liar sebanyak 43 kasus, potongan dana sebanyak 43 kasus, perdagangan pengaruh dan penerbitan izin ilegal masing-masing sebanyak sembilan kasus.
Lalu, ada juga kasus pencucian uang sebanyak enam kasus, dan menghalangi proses hukum sebanyak tiga kasus. Dari total itu, korupsi di sektor infrastruktur tidak mendominasi.
Sehingga, total kasus korupsi sepanjang 2023 yang dicatat ICW dan telah ditangani oleh penegak hukum itu sebanyak 791 kasus.
"Dari 791 kasus, korupsi terkait infrastruktur hanya 21 persen, artinya korupsi lebih banyak berdimensi proyek atau kegiatan non infrastruktur," pungkasnya.
Â
Â
ICW Catat Ada 791 Kasus Korupsi Sepanjang 2023, Tertinggi Dalam 5 Tahun Terakhir
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan rilis Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2023. Disebut, banyak ratusan kasus yang terjadi selama tahun 2023.
Dalam laporan tersebut tercatat, ada 791 kasus korupsi selama 2023, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp28,4 triliun. Di mana, jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima terakhir ini.
 "Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kasus korupsi sepanjang tahun 2023, ICW menemukan adanya peningkatan yang sangat signifikan ketimbang tahun-tahun sebelumnya," kata peneliti ICW, Diky Anandya, Senin (20/5/2024).
"Yaitu sebanyak 791 kasus korupsi dengan 1.695 orang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum," sambungnya.
Ia menyebut, jumlah kasus korupsi yang dirilis olehnya ini telah mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak 2019 silam. Saat itu terdapat 271 kasus, kemudian pada 2020 sebanyak 444 kasus.
Selanjutnya pada 2021 sebanyak 533 kasus, kemudian pada 2022 sebanyak 579 kasus.
Dari hasil analisis ICW, ada dua penyebab terjadinya peningkatan kasus korupsi mulai dari tahun ke tahun.
"Pertama, tidak optimalnya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan oleh aparatur hukumnya. Kedua, strategi pencegahan korupsi dapat dikatakan belum berjalan maksimal," sebutnya.
Advertisement
Masuk ke Tahap Penyidikan
Diky menjelaskan, data-data tersebut disusun berdasarkan hasil tabulasi informasi kasus-kasus tindak pidana korupsi yang telah masuk ke tahap penyidikan, dan telah terdapat informasi-informasi umum mengenai penanganan perkara, baik yang dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
Lalu, untuk informasi umum yang dimaksud adalah informasi yang memuat soal deskripsi kasus, nama atau setidaknya inisial tersangka, latar belakang pekerjaan atau jabatan tersangka, serta potensi nilai kerugian negara, suap-menyuap, pungutan liar, dan nilai aset yang disamarkan melalui skema kejahatan pencucian uang.
Tabulasi data kasus korupsi dilakukan pada setiap kabupaten/kota di 38 provinsi di Indonesia dan tingkat nasional. Adapun data tersebut diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder.
Sumber Data
Sumber primer berasal dari informasi penanganan perkara yang dipublikasikan di situs resmi instansi penegak hukum.
Sementara, untuk sumber sekunder berasal dari informasi yang didapatkan melalui pemberitaan media daring baik di level nasional maupun daerah.
Tabulasi setiap data kasus korupsi itu dilakukan sepanjang tahun 2023, atau secara lebih rinci terhitung sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember 2023.
Â
Reporter:Â Nur Habibie/Merdeka
Advertisement