Alasan Dewas KPK Tidak Jatuhkan Sanksi Etik Berat kepada Nurul Ghufron

Putusan sanksi etik ini juga berpengaruh terhadap pemotongan penghasilan yang diterima Ghufron setiap bulan sebagai Wakil Ketua KPK sebesar 20% selama 6 bulan.

oleh Tim News diperbarui 06 Sep 2024, 17:39 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2024, 17:39 WIB
Dugaan Korupsi Bansos COVID-19, Bupati Bandung Barat dan Anaknya Resmi Huni Rutan KPK
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat rilis penahanan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna dan anaknya Andri Wibawa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). KPK menahan keduanya terkait dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjatuhkan saksi etik sedang kepada Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan.

Menurut Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, alasan sanksi sedang itu diberikan karena dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran Ghufron baru terbatas lingkup KPK.

“Sanksinya kita jatuhkan, sanksi sedang. Secara musyawarah, kami berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan baru terbatas kepada dampak negatif bagi KPK,” kata Tumpak kepada wartawan, di Gedung KPK, Jumat (6/9/2024).

Maka dari itu, Tumpak menjelaskan jika ringan atau besarnya sanksi etik yang diberikan oleh Dewas KPK turut mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan akibat pelanggarannya.

“Menurunkan citra KPK, karena berat ringannya sanksi itu tergantung daripada dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dampaknya masih terbatas kepada menurunnya citra institusi KPK. Belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah,” kata dia.

“Sehingga tidak bisa dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman sanksi sedang,” tambah Tumpak.

Adapun dalam sanksi sedang ini, berupa terguran tertulis kepada Ghufron selaku Pimpinan KPK agar senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan Kode Etik dan Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi

“Agar Terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan Agar Terperiksa selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan Kode Etik dan Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi,” bebernya.

Selain itu, putusan sanksi etik ini juga berpengaruh terhadap pemotongan penghasilan yang diterima Ghufron setiap bulan sebagai Wakil Ketua KPK sebesar 20% selama 6 bulan.

“Mengenai apa itu sanksi sedang? Sudah kami sampaikan juga tadi bahwa sanksi itu berupa teguran tertulis dan disertai dengan pemotongan penghasilan selama sebanyak 20% selama 6 bulan. Bukan gaji, penghasilan,” tuturnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Akibat Komunikasi Ghufron kepada Sekjen Kementan

Sanksi ini dijatuhkan akibat komunikasi Ghufron kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono untuk memindahkan seorang pegawai Andi Dwi Mandasari agar dipindahkan dari Pusat ke BPTP Jawa Timur.

Sebagaimana Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang integritas insan KPK berbunyi;

“b. menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan.”

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

 

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya