Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan mengapresiasi langkah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang proaktif mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan klarifikasi atas polemik private jet atau jet pribadi yang menuai sorotan publik.
Chair mengatakan, meski Kaesang bukan pejabat negara dan tanpa ada undangan resmi dari KPK, sikap Kaesang ini perlu disambut positif karena memberikan contoh kepada pejabat negara terkait pencegahan tindak pidana korupsi.
Baca Juga
"Prinsipnya, walaupun tanpa undangan, walaupun yang bersangkutan bukan penyelenggara negara, datang ke KPK untuk menjelaskan pokok permasalahan itu baik dan bagus. Kedatangan Kaesang ke KPK walaupun tanpa undangan menunjukkan hal yang positif terkait permasalahan yang terjadi," ujar Chair, Jumat (20/9/2024).
Advertisement
Chair menyatakan sebenarnya tidak ada kewajiban bagi Kaesang untuk datang ke KPK, sebab selama ini tidak ada surat pemanggilan dari lembaga antirasuah terhadap suami Erina Gudono tersebut.
Menurut Chair, KPK juga tidak punya dasar untuk melakukan pemanggilan. Justru Kaesang, yang bukan pejabat negara, mau memberikan klarifikasi. Hal ini patut dicontoh sebagai langkah pencegahan korupsi oleh para pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Jadi, bagus. Secara pandangan umum, hal seperti itu, apalagi jika (dilakukan oleh) bukan penyelenggara negara, justru akan menumbuhkan semangat antikorupsi dan ini sebagai edukasi bagi publik dalam rangka mencegah, setidak-tidaknya meminimalisir, potensi terjadinya korupsi," jelasnya.
"Bagi saya secara objektif, Kaesang ini baik dan memberikan edukasi kepada publik," tambahnya.
Soal Polemik Jet Pribadi
Chair melanjutkan, pada prinsipnya, gratifikasi berbeda dengan tindak pidana lainnya, karena gratifikasi ditujukan kepada penyelenggara negara sebagai penerima gratifikasi, yang dalam rentang waktu tertentu harus melaporkannya ke KPK.
Mengenai polemik jet pribadi yang digunakan Kaesang, menurutnya tidak ada temuan yang jelas yang dapat membuktikan bahwa hal tersebut merupakan gratifikasi.
"Jadi, kedatangan Kaesang itu memang tidak ada temuan yang jelas (apakah) harus dipanggil atau tidak, karena yang bersangkutan bukan penyelenggara negara. Namun, kedatangannya mencerminkan sikap yang baik untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi," ungkapnya.
"Tinggal bagaimana KPK menyikapi dengan berbagai analisis yuridis terkait dengan kewenangan yang ada pada KPK," sambungnya.
Â
Advertisement
Lakukan Pemanggilan terhadap Pemberi Gratifikasi
Lebih lanjut, Chair mengatakan bahwa tindakan gratifikasi setidaknya melibatkan pemberi dan penerima suap. Jika memang KPK menemukan adanya bukti pelanggaran hukum terkait Kaesang setelah pelaporan, KPK harus melakukan pemanggilan terhadap pihak yang memberikan suap.
"Gratifikasi itu kan ada keterhubungan, ada kausalitas antara penerima hadiah dan pihak pemberi, maka mereka harus dipertemukan, hubungan antara yang menerima dan orang yang memberi," ucapnya.
Namun, Chair menegaskan bahwa gratifikasi hanya menyasar penyelenggara negara, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Sementara Kaesang berada di luar kategori tersebut.
"Yang saya sampaikan ini tanpa pretensi apa pun. Saya hanya menyatakan bahwa larangan gratifikasi itu berlaku bagi siapa saja yang menjadi penyelenggara negara, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif,"Â tutupnya.