UU Pilpres, Hidayat PKS: Rangkap Jabatan Capres Harus Diatur

Beberapa hal yang dianggap krusial itu yakni mengenai rangkap jabatan presiden, penggunaan dana kampanye, serta penggunaan media.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Jul 2013, 11:06 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2013, 11:06 WIB
hidayat-nur-wahid-130709b.jpg
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti beberapa pasal penting jelang pengesahan RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden petang nanti. Beberapa hal yang dianggap krusial itu yakni mengenai rangkap jabatan presiden, penggunaan dana kampanye, serta penggunaan media dalam kampanye.

"Soal rangkap jabatan. Ini penting untuk capres dan cawapres, karena dikhawatirkan akan mengganggu tugasnya. Tidak fokus," kata Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2013).

PKS memang berkali-kali menyoroti rangkap jabatan presiden dengan pengurus partai. Karena, bagi PKS, presiden bukan lagi milik partai, melainkan milik rakyat Indonesia.

Hal lain yang disorot PKS dalam UU Pilpres ini yakni pengaturan dana kampanye dan penggunaan media untuk kampanye. Hidayat khawatir beberapa hal krusial itu tidak turut masuk ke dalam pengaturan. "Media sebagai ajang kampanye, harus diatur di dalamnya," ujar mantan Ketua MPR ini.

Yang kini tak kalah menjadi perhatian yakni soal presidential treshold atau ambang batas pencalonan presiden. PKS setuju dengan syarat mengusung capres, yaitu 20 persen. Meski diakui syarat itu berat dicapai. Maka, PKS menyatakan terbuka untuk koalisi setelah hasil pemilihan legislatif mendatang.

"Bila ditetapkan minimal memperoleh 20 persen kursi di parlemen, atau secara nasional, kita siap," tambahnya lagi.

Namun menurut Hidayat, berdasarkan survei, sampai sejauh ini belum ada partai politik yang mampu menjangkau presidential threshold sebesar 20 persen. "Apakah PKS akan berkoalisi atau tidak, kami masih akan menunggu hasil pileg," kata Hidayat. (Ism/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya