Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa memanggil pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema. Kebijakan itu merupakan tindakan tegas terhadap dugaan penyadapan oleh pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pejabat Indonesia lainnya. (Baca: Ani Yudhoyono dan Pejabat Indonesia yang Disadap Australia)
"Kami memutuskan untuk memanggil pulang Dubes Indonesia di Canberra. Karena mustahil Dubes bisa melakukan tugasnya di tengah suasana saat ini. Pak Nadjib kami harap untuk kembali ke Jakarta segera mungkin untuk konsultasi dengan kami. Agar selanjutnya mengambil keputusan," kata Marty saat konferensi pers di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri, Senin (18/11/2013).
Ia menegaskan, tindakan penyadapan Australia tidak dianggap pemerintah Indonesia sebagai masalah yang ringan. Melainkan persoalan serius yang memerlukan konsolidasi pemerintahan untuk menentukan sikap Indonesia selanjutnya yang tegas dan terukur.
Mengenai pemanggilan Dubes Indonesia dari Canberra, Marty menolak mengungkapkan apakah itu hanya pemulangan sementara atau permanen. Hanya ia memiliki pesan khusus kepada Dubes Nadjib.
"Saya gunakan istilah untuk konsultasi dengan pemerintah. Demi memperoleh informasi. Sambil kita evaluasi. Tidak sopan jika saya bilang berapa hari Dubes pulang ke Indonesia. Tapi saran saya pada kepada Pak Dubes, jangan hanya bawa cabin bag," ujarnya sambil tersenyum.
Dalam dokumen yang dibocorkan whistleblower Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disadap Australia.
Berdasarkan laporan yang dimuat The Guardian dan ABC, Senin 18 November 2013, disebutkan SBY bersama 9 jajaran petinggi negara, termasuk Wakil Presiden Boediono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menjadi target penyadapan pada 2009.(Mvi/Ism)
"Kami memutuskan untuk memanggil pulang Dubes Indonesia di Canberra. Karena mustahil Dubes bisa melakukan tugasnya di tengah suasana saat ini. Pak Nadjib kami harap untuk kembali ke Jakarta segera mungkin untuk konsultasi dengan kami. Agar selanjutnya mengambil keputusan," kata Marty saat konferensi pers di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri, Senin (18/11/2013).
Ia menegaskan, tindakan penyadapan Australia tidak dianggap pemerintah Indonesia sebagai masalah yang ringan. Melainkan persoalan serius yang memerlukan konsolidasi pemerintahan untuk menentukan sikap Indonesia selanjutnya yang tegas dan terukur.
Mengenai pemanggilan Dubes Indonesia dari Canberra, Marty menolak mengungkapkan apakah itu hanya pemulangan sementara atau permanen. Hanya ia memiliki pesan khusus kepada Dubes Nadjib.
"Saya gunakan istilah untuk konsultasi dengan pemerintah. Demi memperoleh informasi. Sambil kita evaluasi. Tidak sopan jika saya bilang berapa hari Dubes pulang ke Indonesia. Tapi saran saya pada kepada Pak Dubes, jangan hanya bawa cabin bag," ujarnya sambil tersenyum.
Dalam dokumen yang dibocorkan whistleblower Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disadap Australia.
Berdasarkan laporan yang dimuat The Guardian dan ABC, Senin 18 November 2013, disebutkan SBY bersama 9 jajaran petinggi negara, termasuk Wakil Presiden Boediono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menjadi target penyadapan pada 2009.(Mvi/Ism)