Selain Kebocoran, Prabowo Sebut Kondisi Indonesia Sedang Berdarah

Prabowo Subianto menyebut kondisi Indonesia saat ini layaknya tubuh manusia yang tengah mengalami pendarahan.

oleh Ika Defianti diperbarui 04 Mar 2019, 06:51 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2019, 06:51 WIB
Sambangi DPR, Prabowo Bahas Serangkaian Teror di Tanah Air
Calon presiden Prabowo Subianto. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut kondisi Indonesia saat ini layaknya tubuh manusia yang tengah mengalami pendarahan. Dia menyebut salah satunya yakni akibat rekayasa faktur penjualan, seperti halnya dalam bidang sumber daya alam yang diekspor.

Prabowo menyebut hal itu berakibat pada kebocoran anggaran negara. Di mana faktur yang dilaporkan lebih rendah dibandingkan penjualan aslinya atau disebut Under Invoicing.

"Itu yang saya sebut kebocoran. Itu yang saya sebut bleeding. Indonesia sedang berdarah," kata Prabowo di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2019).

Prabowo Subianto menyebut dalam kebocoran itu pun ada peran beberapa pihak. Bahkan, dia menyebut negara terus melakuan hutang untuk menutupi yang ada.

Mantan Danjen Kopassus TNI itu pun mengumpamakan keadaan itu sepeti halnya transfusi darah, di mana utang yang menghidupi bangsa.

"Kita hidup dengan utang. Tidak dengan produksi kita sendiri. Tidak dengan keuntungan kita sendiri, tidak dengan tangan kita sendiri," ujar Prabowo Subianto.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Proses Kebocoran

Sebelumnya, Prabowo mencontohkan proses kebocoran itu. Kebocoran itu diketahuinya sejak menjadi pimpinan perusahaan kelapa sawit usai pensiun dari TNI pada 1998.

"Saya jadi pengusaha waktu itu, saya dipercaya memimpin perusahaan kelapa sawit. Jadi saya mengerti industri kelapa sawit, dengan segala permainan-permainannya, karena itu dapat pencerahan lagi saya, boleh saya cerita fenomena saya ini," kata dia.

Dia menjelaskan bila seseorang ingin membangun suatu perkebunan kelapa sawit harus melakukan beberapa tahapan. Mulai dari izin ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab), lalu ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan lanjut ke Pemerintah Pusat.

Saat itu ketika ke pemerintah pusat, sambung Prabowo, pengusaha tersebut harus meminta izin ke Kementrian Pertanian dan Kementrian Kehutanan. Setelah itu barulah pengusaha itu mendapatkan sertifikat hak guna usaha (HGU).

"Begitu dia dapat dengan HGU dia dapat kredit, di sini sudah mulai bocor, kenapa? Karena untuk buka lahan itu ada indeks. Saya enggak tahu sekarang, waktu saya itu indeks sekitar 3.000 dollar per hektar, 4.000 per hektar. Padahal ongkos benar-benar untuk buka hutan waktu itu enggak sampai 2.000. Zaman saya dulu, tidak tahu persis indeks sekarang," ungkap Prabowo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya