Kisah Sang Pemadam dan Misteri Ular Api di Tengah Kebakaran Pulau Rupat

Kadar karbondioksida yang kian kuat membuat Sandi tiarap ke tanah. Cara ini disebut efektif mencari oksigen karena di bawah satu meter dari permukaan tanah masih ada oksigen tersisa.

oleh M Syukur diperbarui 03 Mar 2019, 01:01 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2019, 01:01 WIB
Petugas pemadam kebakaran lahan di Rupat menyiram bara api di gambut agar tak berkobar lagi diterpa angin
Petugas pemadam kebakaran lahan di Rupat menyiram bara api di gambut agar tak berkobar lagi diterpa angin. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Bengkalis - Rabu, 20 Februari 2019, menjadi hari tak terlupakan bagi Sandi (24), petugas pemadam kebakaran di Riau. Petang itu badan gempalnya nyaris saja hangus oleh kobaran api yang melumat ratusan hektare lahan gambut di Simpang Salak, Desa Pergam, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis.

Sejak 28 Januari 2019 dia berada di lokasi karena diminta bantuan mengatasi api yang menyebabkan Rupat dan Dumai diselimuti kabut asap.

"Hampir mati aku bang, saya terkepung api dan kabut asap tebal dari lahan terbakar," kata Sandi ditemui di kapal penyeberangan Pulau Rupat tujuan Kota Dumai, Kamis, 28 Februari 2019.

Dia menceritakan, pada Rabu pukul 11.00 WIB itu dia bersama regu Fire Fighter PT Sumatera Riang Lestari (SRL) masuk ke lokasi kebakaran lahan bersama tujuh personel di bawah komandonya. Tapak demi tapak gambut tebal membara disemprot menggunakan air dari kanal terdekat.

Semakin sore, angin laut yang berhembus ke daratan Pulau Rupat makin kencang. Permukaan gambut yang sudah padam kembali bergejolak. Patahan ranting dan dedaunan dimakan api kian kuat berbunyi mendekat ke arahnya.

Sandi mengambil ujung selang untuk membuat sekat api agar tak meluas. Dia pun mengerahkan anggotanya beserta operator alat berat menggali tanah agar api terlokalisir. Namun, api tetap mendekatinya karena gambut sudah terlalu kering.

"Yang lebih panas itu semburan asap karena membawa materil kebakaran. Panasnya itu melebihi 100 derajat, saya menyiram badan pakai air dari selang dan membasahi alat berat agar tidak terbakar," cerita Sandi.

Sembari menyiram badan dan menjaga selang tak ikut terbakar, dia terus menyemprot api yang mengarah ke anggotanya. Jarak api pun kian dekat dari badannya sehingga kadar oksigen di lokasi menipis.

Kadar karbondioksida yang kian kuat membuat Sandi tiarap ke tanah. Cara ini disebut efektif mencari oksigen karena di bawah satu meter dari permukaan tanah masih ada oksigen tersisa.

Kepungan Api dan Asap

Kebakaran lahan di Pulau Rupat yang melumat hampir seribu hektar lahan gambut sejak akhir Januari 2019
Kebakaran lahan di Pulau Rupat yang melumat hampir seribu hektar lahan gambut sejak akhir Januari 2019. (Liputan6.com/M Syukur)

Beberapa anggotanya terus membuat lobang seukuran kepala di permukaan gambut. Di celah-celah gambut belum terbakar masih ada kadar oksigen tipis yang cukup membuat manusia bertahan hidup.

"Kadar oksigen tujuh sampai 15 persen masih bisa membuat manusia bertahan hidup di lokasi kebakaran," sebut pria komandan regu Fire Fighter PT SRL yang membawahi 20 anggota ini.

Beberapa anggota Sandi berhasil keluar dari kepungan api dan asap. Namun Sandi masih bertahan untuk menjaga selang, mesin pompa dan alat berat supaya tak terbakar. Dia tetap tiarap bersama anggota tersisa sembari menyiramkan air ke badan dan menyemprot api yang kian dekat.

"Kalau selang dan pompa sempat terbakar, selesai (mati) kami di lapangan tu bang," katanya.

Bantuan pun datang, ada sekitar 40 personel pemadam lainnya mengevakuasi Sandi dari lokasi memakai speed boat. Bala bantuan ini melanjutkan tugas Sandi agar bara api tak meloncat ke lahan sisi lain kanal.

Sandi menerangkan, selama kebakaran lahan dirinya tidur di tenda yang dibuat di pinggir kanal. Beralas karpet dan bantalan tanah gambut, di tenda itulah Sandi melepas penat dan mengumpulkan tenaga untuk esok harinya.

"Kerjakan per shif gitu bang, karena api itu tidak tahu kapan datangnya. Bisa pagi, bisa siang dan bisa saja malam, tapi biasanya membesar pada sore karena hembusan angin laut," katanya.

Misteri Ular Api

Tenda-tenda di pinggir kanal dijadikan tempat istirahat dan tidur oleh petugas pemadam kebakaran di Pulau Rupat
Tenda-tenda di pinggir kanal dijadikan tempat istirahat dan tidur oleh petugas pemadam kebakaran di Pulau Rupat. (Liputan6.com/M Syukur)

Selama berada di lapangan, apalagi pemadaman malam, ada beberapa hal ditakuti Sandi. Api dan asap sudah tentu, kemudian satwa melata seperti ular. Reptil ini kapan saja muncul dari kobaran api untuk menyelamatkan diri dan siap mematuk siapa saja yang ada di hadapannya.

"Untungnya setiap ular yang keluar dari api itu sudah terbakar dan kemudian mati. Ada ular cobra, ular sawah, ular kadut juga ada dan ragam jenis ular lainnya," katanya.

Menurut cerita, hutan di Pulau Rupat juga didiami ular api. Ular ini selalu saja mengejar titik api, termasuk bara di batang rokok yang dihisap petugas di lapangan ketika beristirahat.

"Kalau saya belum pernah ketemu, tapi ada beberapa anggota yang dikejar, untung saja bisa terlihat diawal kalau gak udah dipatuk," ucap Sandi.

Kini, Sandi bersyukur karena kebakaran hebat yang melanda Rupat sejak akhir Januari mulai teratasi. Apalagi dalam beberapa belakangan sudah mulai mendung dan hujan gerimis mulai turun di beberapa lokasi berasap.

"Saya berharap yang membakar lahan itu tahu bahwa nyawa adalah tantangan saat melakukan pemadaman. Jadi marilah sama-sama menjaga lahan," imbuh Sandi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya