Ingin Keringanan Vonis, Bupati Bengkalis Mengaku Khilaf dalam Pembacaan Pledoi

Bupati Bengkalis Amril Mukminin membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dan mengaku khilaf sehingga meminta majelis hakim bisa memberikan vonis ringan.

oleh M Syukur diperbarui 16 Okt 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2020, 05:00 WIB
Sidang Bupati Bengkalis Amril Mukminin di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dengan agenda pembelaan terdakwa.
Sidang Bupati Bengkalis Amril Mukminin di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dengan agenda pembelaan terdakwa. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Bupati Bengkalis non-aktif, Amril Mukminin, membacakan pembelaan atau pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri. Selain pembelaan pribadi berjudul "Menebus Khilaf Dengan Ikhlas", pledoi juga dibacakan tim kuasa hukum Amril yaitu Asep Ruhiat, Wan Subantri, Patar Pangasian dan lainnya secara bergantian.

Dalam permohonan dan penutup pledoi, tim kuasa hukum Amril Mukminin meminta majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina SH membebaskan terdakwa atau lepas dari segala tuntunan.

"Memohon yang mulia majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, baik primair ataupun subsider," kata Asep, Kamis siang, 15 Oktober 2020.

Asep juga memohon hakim memulihkan hak terdakwa, kedudukan, kemampuan, harkat serta martabat terdakwa setelah memberikan vonis bebas. Selanjutnya, mengeluarkan Amril dari tahanan setelah vonis bebas.

"Namun jika majelis hakim berpendapat lain, kami memohon putusan seadil-adilnya atau hukuman ringan," kata Asep.

Asep juga meminta majelis hakim membuka nomor rekening Amril yang diblokir KPK saat kasus ini masih penyidikan. Pasalnya rekening itu tidak menjadi bukti dan dihadirkan ke persidangan.

Menurut Asep, rekening di Bank Riau dan CIMB Niaga itu tidak ada kaitannya dengan perkara ini serta dijadikan tempat membayar gaji Amril Mukminin sebagai bupati.

"Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah dari pada menghukum satu orang tak bersalah, keadilan harus ditegakkan walupun langit runtuh," jelas Asep membacakan pendapat ahli hukum.

Sebelumnya, JPU KPK menuntut Amril selama 6 tahun penjara. Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim menjatuhkan vonis denda Rp500 juta atau menjalani hukuman kurungan 6 bulan jika denda tak dibayar.

 

 

Simak video pilihan berikut ini:

Penjelasan Kuasa Hukum

Asep melanjutkan, permohonan ini sangat beralasan dan sesuai fakta persidangan selama ini. Dari fakta itu, Asep dan tim kuasa hukum Amril yakin kliennya itu tidak bersalah sebagaimana dakwaan JPU KPK.

Salah satu contoh, tambah Asep, bos PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam persidangan mengaku tidak pernah memberikan uang kepada Amril. Namun hal itu dibantah dan Amril mengaku pernah menerima uang melalui ajudannya.

"Hanya saja uang itu diterima bukan sebagai kapasitas terdakwa sebagai penyelenggara negara," sebut Asep.

Sebelumnya, terkait uang Rp5,2 miliar dari PT CGA tidak pernah digunakan Amril Mukminin. Uang itu sudah dikembalikan ke negara melalui KPK dan tidak pernah digunakan sekali pun.

Kuasa hukum Amril juga memberikan pembelaan terkait dakwaan gratifikasi Rp12 miliar dari Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Rp10 miliar dari Adyanto selaku Direktur PT Sawit Anugrah Sejahtera.

Menurut kuasa hukum Amril lainnya, pemberian itu bukan gratifikasi karena berdasarkan perjanjian di bawah notaris. Uang itu disebut hasil bisnis sawit sehingga ekonomi masyarakat terbantu karena hasil panen diterima kedua perusahaan itu.

Penerimaan itu juga dilaporkan Amril kepada negara melalui laporan hasil kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Berikutnya, perjanjian itu diberikan atas dasar keinginan bersama antara Amril dan pengusaha.

"Kalau itu gratifikasi, tidak mungkin terdakwa melaporkannya setiap tahun," kata kuasa hukum Amril.

Tim kuasa hukum Amril juga menyertakan pendapat ahli pidana yang pernah dihadirkan ke persidangan. Ahli itu menyebut perjanjian bisnis yang tidak ada kaitannya dengan jabatan bukanlah gratifikasi.

Pembelaan Pribadi

Sementara Amril dalam pledoi pribadinya menyatakan tidak pernah meminta commitment fee kepada PT CGA. Amril mengaku pernah ditawari uang tapi menyuruh perusahaan bekerja sesuai aturan.

Dalam perjalanannya, Amril menerima uang Rp5,2 miliar dari PT CGA. Amril menyatakan itu sebagai kekhilafan dan dengan sadar mengembalikan uang itu kepada negara.

Terkait gratifikasi dari pengusaha sawit, Amril menerangkan, pekerjaan sebelum menjabat bupati ataupun anggota DPRD adalah pengepul sawit dari masyarakat di Bengkalis. Sawit itu disalurkan ke perusahaan di sana agar masyarakat terbantu.

"Karena pekerjaan inilah Jonny Tjoa dan Adyanto datang kepada saya untuk memasok sawit ke perusahaannya," jelas Amril.

Permintaan dua pengusaha sawit itu disanggupi Amril lalu membuat perjanjian pada tahun 2012. Di bawah akta notaris, ada kesepakatan Rp5 dari setiap kilogram sawit yang dipasok Amril ke perusahaan.

Cerita Amril di pledoinya, kesepakatan pemberian uang dilakukan setiap bulan. Jika terlambat, Amril mengaku tidak pernah menagih karena sudah ada orang kepercayaan mencatat setiap bulan.

"Sesekali saya mengecek ke pencatat, lalu saya buatkan LHKPN sejak tahun 2015 dan selalu dilakukan setiap tahun," ujar Amril.

Amril juga mengutarakan penyitaan uang Rp1,9 miliar oleh KPK di rumah dinasnya. Menurut Amril, uang itu tidak ada kaitannya dengan jabatan melainkan usaha sawit yang dikumpulkan setiap tahun.

Amril menyebut uang itu selalu digunakan untuk membantu anak yatim dan orang tidak mampu di Kabupaten Bengkalis. Dengan pledoi ini, Amril hanya meminta hukuman ringan dari hakim.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya