Gajah Hamil yang Bangkainya Ditemukan di Bengkalis Mati karena Racun

Gajah hami yang bangkainya ditemukan di Kabupaten Bengkalis pada 24 Mei 2022, mati karena diracun. Siapa yang bertanggung jawab?

oleh M Syukur diperbarui 24 Agu 2022, 09:57 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2022, 09:57 WIB
Bangkai Gajah Hamil
Gajah hami yang bangkainya ditemukan di Kabupaten Bengkalis pada 24 Mei 2022, mati karena diracun. (Liputan6.com/ BKSDA Riau)

Liputan6.com, Pekanbaru - Hasil pemeriksaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyebutkan, gajah hami yang bangkainya ditemukan di Kabupaten Bengkalis pada 24 Mei 2022, mati karena diracun. 

Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan, Rabu (24/8/2022) mengatakan, kesimpulan itu diperoleh berdasarkan hasil nekropsi dan pemeriksaan laboratorium berkenaan dengan kematian gajah bunting, yang bangkainya ditemukan di area konsesi PT Arara Abadi di Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis.

Genman mengungkap, racun yang menyebabkan kematian gajah itu diduga berasal dari buah nanas. Saat ini penanganan lebih lanjut kasus kematian gajah tersebut diserahkan kepada kepolisian.

Kepala Kepolisian Sektor Pinggir Bengkalis Kompol Maitertika mengatakan, seorang pekerja menemukan bangkai gajah bunting itu dalam keadaan tubuh sudah berbau busuk dan mulut mengeluarkan darah pada 24 Mei 2022.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Upaya Lindungi Populasi Gajah

Genman mengatakan, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia bersama tim BBKSDA Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III Pekanbaru, Kepolisian Sektor Pinggir, dan perwakilan PT Arara Abadi sudah meninjau lokasi kematian gajah itu pada 23 Juli 2022.

Dalam kunjungan tersebut, semua sepakat untuk mendukung upaya terintegrasi untuk melindungi populasi gajah sumatera.

"Perlu membangun pola komunikasi yang terintegrasi antara pemangku kepentingan. Selain itu juga perlu pendataan kondisi pada areal ruang gerak gajah atau kantong, sehingga bisa dipetakan semua permasalahan yang ditemukan," kata Genman.

"Selain itu, perlu internalisasi terhadap langkah langkah yang akan dilakukan, terutama dalam mitigasi konflik," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya