Â
Liputan6.com, Makassar - Perpusnas menggelar workshop akreditasi perpustakaan yang diikuti para pustakawan pembina di dinas perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota. Workshop digelar untuk memberikan pemahaman perlunya penerapan Standar Nasional Perpustakaan (SNP) dan akreditasi perpustakaan dalam penyelenggaraan perpustakaan. Perpustakaan yang telah memenuhi SNP akan mendapatkan akreditasi dari Perpusnas.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan, para pustakawan pembina harus memahami hipotesis bahwa budaya baca dan belajar merupakan faktor penting untuk mengetahui, menguasai, mentransfer, dan menerapkan IPTEK.
Advertisement
"Semakin tinggi penguasaan IPTEK, semakin tinggi kemampuan menerapkan IPTEK tepat guna, semakin tinggi kemampuan produksi barang dan jasa yang bermutu," ujarnya dalam Workshop Akreditasi Perpustakaan di Provinsi Sulsel, yang diselenggarakan di Makassar, pada Rabu (5/4/2023).
Menurutnya, bangsa dengan kemampuan literasi tinggi akan menjadi negara produsen dan mampu bersaing secara global.
Syarif juga menambahkan, mengelola perpustakaan dapat dilakukan dengan memenuhi 11 aspek yakni gedung/tata ruang, perabot/perlengkapan, sumber daya manusia, anggaran, koleksi bahan perpustakaan, sistem layanan, minat baca, promosi perpustakaan, kerja sama perpustakaan, mitra perpustakaan, serta penelitian/pengembangan. Untuk itu, pustakawan pembina harus menjabarkan hipotesis tersebut dalam melakukan pembinaan kepada perpustakaan di daerahnya.
Mengenai SDM, ditekankan agar para pustakawan, khususnya perpustakaan daerah, tidak meminta diperhatikan oleh kepala daerah. "Yang benar adalah melakukan kreativitas dan inovasi agar menarik perhatian kepala daerah," tegasnya.
Dia menegaskan anggaran kecil seharusnya tidak menjadi kendala dalam melakukan kegiatan. "Yang benar adalah melakukan skala prioritas untuk men-trigger. Anggaran tidak mungkin cukup tapi bagaimana melakukan terobosan. Perpusnas melakukan ini melalui program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial," urainya.
Saat ini, ujarnya, paradigma pengelolaan perpustakaan mengalami perubahan. Dijabarkan bahwa fungsi perpustakaan untuk mengatur koleksi sebesar 10 persen, fungsi perpustakaan untuk memanaj ilmu pengetahuan sebesar 20 persen dan sebesar 70 persen untuk transfer ilmu pengetahuan. Melalui program prioritas nasional TPBIS, perpustakaan tidak sekadar mengelola koleksi buku.
Dalam program ini, pengunjung perpustakaan didampingi dan dilatih keterampilan dari koleksi buku yang ada di perpustakaan, kemudian mengaplikasiannya dalam usaha mikro untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
"Pilihan ekonomi kami tidak membatasi, misalnya A ingin kuliner, B beternak, C kerajinan batik. Tugas kami hanya menyiapkan bahan bacaan yang relevan, baik tercetak maupun digital," katanya.
Memasuki tahun kelima, menurutnya, sudah 2 juta masyarakat yang terjangkau program TPBIS. Selain itu, kisah para penerima manfaat telah dibukukan agar dapat menjadi pembelajaran.
"Karena ada yang kami latih cuma beternak ayam, dan akhirnya dengan imajinasinya sendiri melatih istrinya untuk membuat katering dan sekarang sudah membuka laundry. Jadi istrinya melatih teman-temannya untuk membuat laundry dan dia leader-nya," tuturnya.
Â
Â
Akreditasi Perpustakaan di Daerah
Sementara itu, Direktur Standardisasi dan Akreditasi Perpustakaan, Perpusnas, Supriyanto, menjelaskan akreditasi perpustakaan adalah rangkaian kegiatan proses pengakuan formal yang dilakukan oleh Perpusnas untuk menetapkan bahwa suatu perpustakaan telah memenuhi standar nasional perpustakaan dan layak melakukan kegiatan penyelenggaraan perpustakaan.
Instrumen penilaian akreditasi meliputi sembilan komponen yaitu koleksi perpustakaan, sarana prasarana, pelayanan, tenaga, penyelenggaraan perpustakaan, pengelolaan perpustakaan, inovasi dan kreativitas, Tingkat Kegemaran Membaca (TGM), serta Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM). Hingga Februari 2023, tercatat jumlah perpustakaan terakreditasi sebanyak 9.363 perpustakaan (5,6%) dari 164.610 perpustakaan di Indonesia (perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi).
"Jumlah perpustakaan provinsi yang terakreditasi sebanyak 31 perpustakaan (91%) dari 34 Dinas Perpustakaan Provinsi. Sementara jumlah perpustakaan Kabupaten/Kota yang terakreditasi sebanyak 306 perpustakaan (60%) dari 514 Dinas Perpustakaan Kabupaten/Kota," ungkapnya.
Workshop akreditasi perpustakaan di Provinsi Sulawesi Selatan diikuti para pustakawan pembina di Dinas Perpustakaan Provinsi dan Dinas Perpustakaan Kabupaten/Kota.
"Kegiatan workshop akreditasi perpustakaan ini dilaksanakan sebagai bagian upaya Perpusnas untuk sharing knowledge kepada masyarakat khususnya pustakawan dan pengelola perpustakaan untuk lebih giat melakukan pengembangan perpustakaan sesuai Standar Nasional Perpustakaan," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Parenrengi, menegaskan jumlah perpustakaan terakreditasi di Sulsel, harus ditingkatkan. Tercatat hingga Februari 2023, perpustakaan yang terakreditasi di Sulsel sebanyak 196 perpustakaan (2,1%) dari 9.121 jumlah perpustakaan.
"Targetkan tahun ini sudah melampaui rata-rata nasional. Karena itu, perlu perhatian serius dan upaya maksimal untuk kita meningkatkan jumlah perpustakaan terakreditasi. Tentu ini bukan hanya tugas pemerintah tapi dibutuhkan sinergi dan dukungan pemerintah kabupaten/kota untuk mendorong pelaksanaan akreditasi perpustakaan terutama di perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa yang jumlahnya cukup banyak," ungkapnya.
Akreditasi perpustakaan, jelasnya, sangat penting bukan hanya untuk meningkatkan citra dan legitimasi tetapi meningkatkan kinerja seluruh indikator pengelolaan perpustakaan
Advertisement