Gandeng Microsoft Wujudkan Transformasi Digital Sektor Ritel
Dalam rangka menyambut Hari Ritel Nasional pada 11 November, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Microsoft bekerja sama menyelenggarakan rangkaian kegiatan Hari Ritel Nasional 2021 secara hybrid.
Kegiatan tersebut digelar dengan tema “Ritel Tangguh, UMKM Maju, Indonesia Bangkit”.
Termasuk di dalam inisiatif ini antara lain, kerja sama Aprindo dengan Microsoft dalam mengakselerasi transformasi digital peritel dan UMKM melalui perilisan microsite serta buku panduan untuk Ritel dan UMKM Modern Indonesia.
Buku panduan itu dapat diakses melalui tautan https://ritelmodernindonesia.com/.
Dalam kegiatan ini, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI Oke Nurwan mengatakan bahwa di Indonesia, konsumsi rumah tangga khususnya di sektor ritel masih menjadi yang tertinggi dengan menyumbang 58,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB)
"Para peritel, baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di Pusat Perbalanjaan atau Mall memiliki kontribusi penting dalam mendorong pemulihan ekonomi rumah tangga," demikian papar Oke Nurwan dalam Konferensi Pers Hari Ritel Nasional 2021, Rabu (10/11/2021).
Ekonomi digital Indonesia diproyeksi akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030. Dengan tingginya jumlah ritel di Indonesia dan besarnya potensi digitalisasi ritel, maka percepatan digitalisasi ritel akan berkontribusi positif terhadap percepatan ekonomi digital Indonesia.
Oke juga membahas tentang bagaimana pandemi COVID-19 telah mengakselerasi pergerseran konsumsi masyarakat yang tadinya melakukan pembelian secara offline, kini kebanyak sudah beralih menjadi online.
"Pemerintah akan sangat mendukung dan mendorong adanya penyesuaian dan transformasi digital, terutama untuk sektor ritel," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mencatat bahwa ada 5.000 toko gerai ritel dari wilayah Indonesia paling Barat, yaitu Aceh, sementara di Papua, ada 45.000 toko dengan 600 perusahaan ritel - dari yang ritel jejaring maupun ritel lokal.
Semua ritel tersebut, masing-masing sudah memilki platform bisnis mereka secara online,
"Apa keberlanjutan dari konektivitas dan sinergi ini? yaitu adalah akan bermuara kepada kepuasan konsumen. Di mana konsumen saat ini juga, dengan dua arus yaitu arus globalisasi dan arus digitalisasi, akan merubah perilaku pembelian mereka," imbuh Roy Mandey.
Pengusaha Ritel Rugi hingga Rp 200 Miliar Akibat Blackout
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, insiden pemadaman listrik massal atau blakcout yang terjadi di wilayah Jabodetabek dan sebagian Jawa pada Minggu kemarin turut menimbulkan adanya kerugian material lebih dari Rp 200 miliar.
Analisis kerugian tersebut dilakukan pada 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swa kelola yang ada di kawasan Jakarta.
Ketua Aprindo, Roy Nicolas Mandey, menyayangkan pemadaman listrik yang terjadi di wilayah terdampak. Dia pun mengatakan, PLN seharusnya memberi pengatahuan terlebih dahulu akan adanya pemadaman listrik.
"PLN seyogyanya memberi pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen, dan masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen," ujar dia seperti ditulis selasa (6/8/2019).
Dia menambahkan, potensi penjualan menurun lantaran pemadaman terjadi di hari Minggu. Sementara hari tersebut biasanya digunakan masyarakat untuk menghabiskan waktu luangnya di gerai ritel modern atau pusat perbelanjaan.
"Potensi kehilangan penjualan terlihat betul, karena masyarakat akhirnya enggan atau membatalkan keinginan berbelanja nya," ucapnya.
Tak hanya itu, ia menilai biaya operasional ritel modern pun ikut membengkak akibat kejadian ini. Sebab, lanjutnya, beberapa gerai harus menggunakan genset diesel untuk dapat beroperasi.
"Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional, dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan," jelas dia.
Menurut Roy, dampak kejadian ini membuat kenyamanan masyarakat menjadi terganggu. Itu lantaran fasilitas umum yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat tidak dapat berfungsi dengan normal.
"Contohnya seperti jaringan pembayaran elektronik dan kualitas produk , bisa jadi menurun," sebut dia.
Oleh karenanya, ia pun berharap, PLN sebagai satu-satunya perusahaan penyalur listrik milik negara bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan terhadap transmisi dan sistem jaringan kelistrikan.
"Kami setuju bahwa seharusnya PLN mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah semacam ini, back up plan yang reaktif terhadap gangguan dan contigency plan yang terencana," pungkas dia.