Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Informasi Umum
PengertianPresiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja. Pemerintah mengklaim Perppu tersebut menggantikan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemerintah Terbitkan Perpu Cipta Kerja

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (30/12/2022), dalam keterangan pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham)  Edward Omar Sharif Hiariej, di Kantor Presiden, Jakarta.

“Hari ini telah diterbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 Desember 2022,” ujar Airlangga dikutip dari laman Setkab.

Airlangga menegaskan, penerbitan Perpu dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

“Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” ujar Airlangga.

Di sisi geopolitik, imbuhnya, dunia dihadapkan pada perang Ukraina-Rusia dan konflik lainnya yang juga belum selesai.

“Dan pemerintah menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim,” imbuhnya.

Airlangga juga menyampaikan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. Di sisi lain, pemerintah terus berupaya untuk menjaring investasi sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi.  Oleh karena itu, keberadaan Perpu ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, termasuk bagi pelaku usaha.

“Tahun depan karena kita sudah mengatur budget defisit kurang dari 3 persen dan ini mengandalkan kepada investasi. Jadi tahun depan investasi kita diminta ditargetkan Rp1.200 triliun. Oleh karena itu, ini menjadi penting, kepastian hukum untuk diadakan. Sehingga tentunya dengan keluarnya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya

Penerbitan Perpu ini, lanjut Menko Perekonomian, sejalan dengan peraturan perundangan-undangan serta berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU-VII/2009.

Lebih lanjut Airlangga menyampaikan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah berbicara dengan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait dengan penerbitan Perpu ini.

“Tadi Bapak Presiden telah berkonsultasi, sudah berbicara dengan Ketua DPR dan pada prinsipnya Ketua DPR sudah terinformasi mengenai Perpu tentang Cipta Kerja,” pungkasnya.

Soal Aturan Libur dalam Perppu Cipta Kerja, Begini Penjelasan Kemnaker

Publik tengah dihebohkan dengan sejumlah kabar terkait penghapusan hari libur dua hari setiap pekan dalam Perppu Cipta Kerja.

Menanggapi berita yang beredar, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yakni Indah Anggoro Putri memastikan Perppu Cipta Kerja tidak akan mengurangi hari libur bagi pekerja atau buruh setiap minggunya.

Dengan demikian, ketentuan libur dua hari untuk setiap pekan tetap berlaku. "Tidak ada yang dihilangkan untuk libur 2 hari," kata Indah, dikutip dari Merdeka.com, Selasa (3/1/2023).

Dijelaskan bahwa aturan Perppu Cipta Kerja mengamanatkan bagi perusahaan yang memakai mekanisme lima hari kerja. Dengan ini, libur untuk setiap pekan otomatis menjadi dua hari.

"Karena pasal 79 ayat (2) huruf b, tidak serta merta hanya dimaknai untuk yang waktu kerja 6 hari saja. Sehingga, jika perusahaan menggunakan waktu kerja 5 hari dalam seminggu, otomatis libur dalam 1 minggunya 2 hari," jelas Indah.

Seperti diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 pada 30 Desember 2022.  Dalam Perppu Cipta Kerja itu, total ada sebanyak 1.117 halaman dan 186 pasal.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merespon terkait pro kontra Perppu Cipta Kerja. Dia mengatakan, pro kontra merupakan hal biasa setiap pemerintah ketika mengeluarkan kebijakan dan regulasi.

"Biasa dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra," kata Jokowi kepada wartawan usai meninjau Pasar Tanah Abang Jakarta, Senin (2/1).

"Tapi semua bisa kita jelaskan," ucap Jokowi.

Pengusaha Bingung soal Perppu Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Kebijakan ini dinilai dapat memberikan kepastian bagi investor dalam menanamkan modalnya.

Namun, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit menilai, Perppu Cipta Kerja justru jadi bentuk inkonsistensi kebijakan pemerintah yang membuat investor bingung.

"Artinya (UU Cipta Kerja) baru berjalan satu tahun lebih, masih dalam proses penyempurnaan, substansinya sudah dirubah. Tentunya ya dipertanyakan investor ya itu, kok kebijakan terlalu cepat berubah. Sehingga mereka akan sulit memprediksi ke depan," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (2/1/2023).

Anton menyatakan, dirinya belum mau berbicara substansi Perppu Cipta Kerja secara detil. Akan tetapi, ia menambahkan, bila penerbitan cepat aturan pengganti UU Cipta Kerja itu dimaksudkan untuk memberikan kepastian bagi investor, ia justru merasa tidak ada kepastian.

"Karena ketidakpastiannya itu kebijakan yang terlalu cepat berubah-ubah, sehingga calon investor sudah mempertanyakan. Kalau tiap kali berubah begini, susah mereka memprediksi ke depan," imbuhnya.

Anton berpikir, pastinya ada banyak kelompok kepentingan yang perlu diperhatikan dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja. Pertama, tentunya pekerja yang butuh peningkatan kesejahteraan.

"Tapi jangan lupa, ada kepentingan lain yaitu kepentingan pencari kerja, dan pengusaha itu sendiri sang pemberi kerja. Tentunya pemerintah salah satu kelompok kepentingan karena menyangkut penerimaan pajak, ekspor, dan lain-lain," ungkapnya.

"Apakah kepentingan semua ini dipikirkan? Saya hanya mau bicara filosifis saja, yang umum. Setiap kali berubah gini, ini bagaimana proyeksi ke depan?" tegas Anton.

Padahal, ia menilai maksud dari UU Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Khususnya dalam merubah para pekerja informal jadi formal agar mendapat perlindungan lebih.

"Pertanyaannya, apakah dengan merubah ini kira-kira akan menambah lapangan kerja tidak? Pertanyaan justru di situ, karena para investor mempertanyakan ini. Kok ada kebijakan yang belum maksimal (berjalan) sudah berubah," tuturnya.