Orangtua Tak Boleh Bebaskan Main Gim Agar Anak Diam

Membekali anak dengan gadget boleh-boleh saja. Tapi orang tua seharusnya tidak membebaskan anak bermain gim hanya agar anak diam.

oleh Dewi Widya Ningrum diperbarui 06 Agu 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2016, 17:00 WIB
Ilustrasi Stik Konsol Gim - Kredit: Pexels.com
Ilustrasi Stik Konsol Gim - Kredit: Pexels.com

Liputan6.com, Yogyakarta - Menjadi orangtua di era digital seperti sekarang ini memang tidak mudah. Sebab ancaman dan tantangan yang dihadapi orangtua dalam membesarkan dan mendidik anak generasi digital native sangat banyak.

Salah satu ancaman yang sering dihadapi adalah anak terpapar konten negatif di internet seperti kekerasan dan pornografi. Konten-konten negatif tersebut mungkin tidak sengaja diakses anak, ketika mereka sedang bermain gim (game).

Co-founder Kakatu, Muhamad Nur Awaludin (Mumu), menyontohkan bahwa di dalam gim Point Break ada konten kekerasan yang tidak pantas dilihat anak. Konten ini nantinya dapat memengaruhi perkembangan pola pikir anak. Anak-anak juga dapat menjadi kecanduan pornografi karena melihat konten porno dari gim atau iklan yang muncul saat mereka bermain gim.

"Bisa jadi anak nggak niat mencari konten porno, tapi tiba-tiba muncul iklan berbau porno lalu mengklik iklan itu karena dia tidak tahu dan tidak pernah dikasih tahu. Salah satunya di gim bernuansa porno," tutur Mumu.

Membekali anak dengan gadget boleh-boleh saja. Namun, kata Mumu, orangtua harus mengawasi gim apa saja yang dimainkan anak dan apakah gim itu sudah sesuai dengan umur sang anak. Jadi, orangtua seharusnya tidak membebaskan anak bermain gim hanya agar anak diam.

Pemuda asal Bandung ini menambahkan, tidak sedikit anak yang saat di rumah merupakan anak penurut, tapi di luar rumah justru anak itu berbeda. orangtua tidak tahu anaknya ternyata suka mengakses konten porno dan main gim kekerasan.

Mumu sendiri pernah mengalami kecanduan gim selama 10 tahun. Ia bahkan pernah bermain gim 30 jam nonstop dan kecanduan pornografi.

"Hal-hal buruk bisa terjadi karena tidak ada batasan konten dan batasan waktu memainkannya. Kalau berlebihan atau tidak ada batasan, pasti akan berdampak buruk," ujar Mumu menambahkan.

Kampanye internetBAIK. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Psikolog sekaligus trainer dari Yayasan Kita & Buah Hati, Hilman Al Madani, mengungkapkan bahwa anak-anak lebih cepat dua kali lipat dalam menangkap informasi atas konten-konten yang mereka lihat di internet bila dibandingkan dengan orang dewasa.

"Nah, sudah adakah peraturan antara orangtua dan anak? orangtua seharusnya punya kontrol, tapi mungkin karena keterbatasan orangtua, seperti tidak tahu teknologi, akhirnya mereka membiarkan dan tidak peduli," kata Hilman.

orangtua sudah sepatutnya beradaptasi dengan teknologi dan perkembangan zaman. Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny BU memaparkan bahwa memasang peranti lunak (software) parental control untuk mengawasi kegiatan anak berinternet dan memfilter konten negatif tidaklah cukup. Tetap saja akan ada konten negatif yang lolos karena setiap harinya ada ribuan situs web negatif bermunculan di internet.

Donny menilai selama ini fokus utama kita hanya pada melakukan pemblokiran, membatasi, atau membuat aturan, bukan bagaimana agar orangtua teredukasi. Anak hanya dilarang-larang tanpa diberikan pemahaman tentang plus-minus internet dan teknologi yang ia gunakan.

(Dew/Why)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya