Parlemen Inggris Kritik Media Sosial Soal Konten Ekstremis

Anggota komite Parlemen Inggris mengkritik media sosial karena dianggap belum maksimal menghapus konten ilegal dan ekstremis.

oleh Andina Librianty diperbarui 01 Mei 2017, 19:30 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2017, 19:30 WIB
Facebook
Facebook (qz.com)

Liputan6.com, Inggris - Anggota komite Parlemen Inggris mengkritik media sosial karena dianggap belum maksimal menghapus konten ilegal dan ekstremis. Media sosial diklaim tidak melakukan pencegahan ketika kali pertama konten semacam itu muncul di layanan mereka.

Dilansir Reuters, Senin (1/5/2017), kebijakan moderasi platform media sosial seperti Twitter, YouTube dan Facebook, dikritik setelah sejumlah kasus seperti kekerasan, terpampang di layanan mereka. Ditambah lagi, konten-koten tersebut tidak langsung dihapus setelah mereka mengetahuinya.

Komite parlemen mengaku berulang kali menemukan materi ekstremis yang dilarang, belum juga dihapus. Padahal sejumlah media sosial itu sudah mendapatkan laporan mengenai konten-konten tersebut.

"Kegagalan perusahaan-perusahaan media sosial menangani materi online yang ilegal dan berbahaya adalah sesuatu yang memalukan. Mereka berulang kali diminta memiliki sistem yang lebih baik untuk menghapus materi ilegal seperti perekrutan teroris atau kekerasan terhadap anak-anak. Berulang kali mereka gagal melakukannya. Ini memalukan," ungkap Chairwomen parlemen Home Affairs Select Committee, Yvette Cooper.

Komite itu menilai pemerintah harus memperkuat hukum mengenai materi tersebut. Perusahaan-perusahaan media sosial juga diimbau untuk mempublikasikan rincian laporan mengenai moderasi mereka.

Menanggapi laporan itu, Pemerintah Inggris akan melihat terlebih dahulu langkah dini dan efektif dari media sosial untuk mengembangkan berbagai alat yang dibutuhkan dalam mengatasi dan menghapus propaganda teroris.

"Kami telah menjelaskannya kami tidak akan mentoleransi internet yang digunakan sebagai tempat untuk teroris mempromosikan pandangan keji mereka, atau menggunakan platform media sosial untuk menjadikan orang-orang di komunitas kami sebagai senjata," ungkap Menteri Dalam Negeri Inggris, Amber Rudd.

(Din/Cas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya