Sejarah dan Makna Filosofis Ketupat Lebaran dan Falsafah Jawa

Begini sejarah dan makna filosofis ketupat lebaran

oleh Liputan6.com Diperbarui 31 Mar 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2025, 16:00 WIB
Jelang Lebaran, Penjualan Janur dan Kulit Ketupat Lebaran Meningkat
Seorang penjual menganyam daun kelapa atau kulit ketupat sambil menunggu pelanggan di sebuah pasar tradisional di Jakarta pada 2 April 2024. (BAY ISMOYO/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Cilacap - Berdasarkan hasil sidang isbat Kementerian Agama RI, Lebaran Idul Fitri 2025, 1 Syawal 1446 H jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025.

Dengan demikian, lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 2025 kali dilaksanakan serentak sesuai keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah).

Hari Raya Idul Fitri atau kerap disebut lebaran identik dengan ketupat. Ketupat merupakan simbol lebaran sekaligus salah satu makanan khas yang disiapkan saat Hari Raya Idul Fitri.

Namun, di balik ketupat sebagai simbol sekaligus panganan yang disiapkan saat lebaran rupanya terkandung sejarah dan makna filosofisnya yang mendalam.

 

Promosi 1

Simak Video Pilihan Ini:

Sejarah Ketupat

Penjualan Kulit Ketupat Lebaran Meningkat Drastis
Pedagang menjual kulit ketupat di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (9/4/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Mengutip NU Online, lebaran ketupat adalah salah satu tradisi yang dilaksanakan setelah hari raya Idul Fitri. Tradisi ini biasanya dilakukan sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia khususnya di Pulau Jawa tepatnya sepekan setelah Idul Fitri atau 1 Syawal.

Pada masyarakat Jawa, perayaan tradisi lebaran ketupat ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan. Tradisi lebaran ketupat ini di beberapa wilayah juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan.

Sejarah lebaran ketupat sendiri sangat erat kaitannya dengan salah satu Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat.

Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari lebaran.

Makna Filosofisnya

Resep Ketupat Presto, Masak Sat Set untuk Menu Lebaran
Resep Ketupat Presto, Masak Sat Set untuk Menu Lebaran. (Dok: Cookpad @Phie999)... Selengkapnya

Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.

Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer,” yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan.

Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya. Pada masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah jarang ditemukan.

Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala, yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berulan-bulan sampai kering.

Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunyai makna “pangapunten” alias memohon maaf.

Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri: Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten (makan ketupat pakai santan. Bila ada kesalahan mohon dimaafkan).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya