Perlu Duit Rp 6.000 Triliun, Jokowi Harus Tinggalkan Zona Nyaman

Hal inilah yang tidak dilakukan SBY selama memimpin Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Okt 2014, 11:52 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2014, 11:52 WIB
Jokowi
(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Tantangan perekonomian Indonesia dua tahun ke depan akan semakin berat. Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) perlu meninggalkan zona nyaman dan menghadapi segala tantangan tersebut bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta kabinetnya. Hal inilah yang tidak dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama memimpin Indonesia.

"Kelemahan pemerintahan SBY selalu ingin berada di zona nyaman. Contohnya mempertahankan pertumbuhan ekonomi 5-6 persen per tahun sudah dianggap prestasi. Padahal potensinya bisa tumbuh lebih tinggi," ujar  Pengamat LIPI, Latif Adam saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Jumat (24/10/2014).

Sementara sisi positif dari pemerintahan SBY, sambung Latif, mendesain konsep Masterplan Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta skema pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan swasta (public privat partnership/PPP) meskipun implementasinya kurang baik.

"Nah Jokowi nggak boleh ada di zona nyaman, karena tantangan semakin berat," tegas dia.

Alasannya, dijelaskan dia, Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sehingga membutuhkan peningkatan daya saing produksi dan sumber daya manusia yang berkualitas.  

"Kalau mengandalkan business as usual semakin lama semakin tersisih dalam pergaulan ekonomi global," ujarnya.

Di samping itu, kata Latif, pemerintah Jokowi harus berani mereformasi fiskal atau keuangan negara. Caranya bukan saja mengurangi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tapi juga lebih agresif meningkatkan penerimaan pajak, cukai dan sebagainya.

"Kan katanya kebutuhan pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan mencapai Rp 6.000 triliun, nah itu uangnya dari mana. Kalau utang lagi pasti ada risiko," tandas Latif.

Sebelumnya, Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto menilai, pembangunan infrastruktur di Indonesia terbilang sangat lambat. Infrastruktur yang dimaksud meliputi jalan tol, pembangunan fasilitas air minum, pelabuhan, kilang minyak dan sebagainya.

"Memperbaiki kemampuan pengelolaan infrastruktur karena pembangunannya dalam lima tahun ke depan membutuhkan dana Rp 6.000 triliun," ungkap Kuntoro. (Fik/Ndw)
   

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya