Pengembang Bersiap Naikkan Harga Rumah & Apartemen

Properti kena perluasan objek pemungutan pajak penghasilan bakal membebani konsumen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Jan 2015, 10:30 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2015, 10:30 WIB
Ilustrasi Investasi Properti
Ilustrasi Investasi Properti (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pengembang mulai gelisah dengan rencana Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang akan memperluas objek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan barang super mewah, termasuk properti.

Sebagai kompensasi, pengembang berniat menaikkan harga jual properti ke konsumen. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo berpendapat kebijakan pemerintah ini tidak pro terhadap pasar properti. Demi mengejar target penerimaan pajak yang tinggi, harus rela mengorbankan pasar.

"Kebijakan yang tidak pro pasar. Pemerintah terlalu tinggi memasang target pajak, sehingga tidak melihat dampaknya," tegasnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (25/1/2015).

Ditjen Pajak sebelumnya merinci barang-barang mewah di sektor properti yang bakal menjadi incaran perluasan PPh Pasal 22, adalah pertama, rumah beserta tanah.

Semula dalam aturan PMK Nomor 253 Tahun 2008, ditetapkan PPh untuk harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi. Tapi ada perubahan menjadi lebih dari Rp 2 miliar dengan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi

Kedua, apartemen, kondominium dan sejenisnya. Dari patokan harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar atau luas bangunan 400 meter persegi, diusulkan penurunan harga jual menjadi Rp 2 miliar atau luas bangunan lebih dari 350 meter persegi bakal kena PPh.

Kewajiban setoran PPh tersebut dikenakan untuk para pengembang atau developer yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

"Walaupun yang kena pengembang, tapi tetap saja bebannya ke end user atau konsumen. Sebab dampaknya akan meluas ke Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Dari yang semula nggak kena menjadi kena," tegas Eddy.

Menurut Eddy, pemerintah seharusnya dapat mengoptimalkan pemungutan pajak dari para pengemplang pajak, bukan pengembang yang sudah memenuhi kewajibannya membayar pajak.

"Harusnya yang dikejar adalah para pengemplang pajak, bukan menyeruduk bisnis tanpa melihat dampaknya. Jadi tolong diperhatikan," ujar dia.

Guna merealisasikan rencana tersebut, pemerintah tengah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK.03/2008. Aturan ini mengatur tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya