Harga Kian Mahal, PJTKI Untung Tapi TKI Buntung

PRT disebut pekerja domestik, di mana Filipina juga mengirimkan pekerja domestik ke negara lain.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Feb 2015, 10:59 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2015, 10:59 WIB
Migrant Care: Pemerintah Hanya Reaktif, Tahu-tahu TKI Sudah Tewas
TKI
Liputan6.com, Jakarta - Sejak moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada 2011 lalu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menyatakan harga TKI khususnya informal atau Pembantu Rumah Tangga (PRT) di pasar gelap meroket naik. 
 
Menurutnya, PRT dikategorikan pekerja informal yang tidak memiliki kontrak legal, bekerja serabutan, tidak terdaftar atau terdata dan tidak bersertifikasi. PRT disebut pekerja domestik, di mana Filiphina juga mengirimkan pekerja domestik ke negara lain. 
 
"Bukan kita mau menghentikan pengiriman TKI, tapi menghentikan pengiriman yang informal dan diganti dengan formal, terdaftar, terdata, bersertifikasi dengan kontrak yang jelas," ujarnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (25/2/2015). 
 
TKI formal yang dimaksud adalah pekerjaan baby sitter, penjaga orangtua atau jompo yang terlatih dengan tujuan menghindari atau mencegah pelecehan yang kerap terjadi. Sebab kata Dede, negara ini selalu dianggap tidak melindungi tenaga kerjanya sendiri. 
 
"Undang-undang Nomor 39 soal TKI yang direvisi akan menguatkan posisi TKI baik dari sisi kontrak kerja dan keformalan. Tapi negara juga harus menjamin bagi tenaga kerja yang nggak siap menjadi formal, seperti pelatihan dan pemberdayaan," jelasnya. 
 
Diakui mantan aktor itu, harga tenaga kerja informal asal Indonesia telah melambung tinggi sejak kebijakan moratorium TKI berlaku. Sayangnya Dede enggan menyebut harga yang ditawarkan pemberi kerja. 
 
"Saya dengar di pasar gelap, harga TKI kita sudah mahal. Tapi uangnya bukan lari ke TKI, malah buat bayar utang ke Perusahaan Jasa TKI (PJTKI), buat bayar cicilan ini itu karena TKI kena jebakan betmen mereka," ujar Dede. 
 
Dia memastikan, Komisi IX akan mengawal rencana ini dengan baik agar pemerintah dapat melakukan rencana eksekusi secara benar. Pasalnya dari jutaan TKI yang dikirim ke luar negeri, sekira 5 persennya bermasalah.  
 
"Kita nggak mau dianggap cuma mampu kirim PRT, tapi juga tenaga profeisonal karena itu telah merusak citra kita selama ini. Ini adalah tantangan kita untuk membenahi penguatan hukum bagi para TKI," ucap Dede. (Fik/Nrm)
  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya