Menhub Jonan Diimbau Belajar dari Singapura Soal Tarif Angkutan

Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, komponen BBM tak hanya jadi penentu tarif tetapi juga pertimbangan indeks harga konsumen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Apr 2015, 19:36 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2015, 19:36 WIB
Angkot
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan penyesuaian tarif angkutan umum sebesar 10 persen pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) setiap dua pekan sekali sangat berpengaruh terhadap tarif angkutan umum. Naik turun tarif angkutan kerap menimbulkan konflik antara penumpang dan awak angkutan.

Dalam hal ini, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan paling menjadi buruan akibat kebijakan tersebut. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi meminta kepada Jonan untuk membuat skema tarif yang tidak hanya didasarkan pada komponen BBM, tapi juga biaya operasional dan onderdil.

"Yang benar itu seperti angkutan AKAP, skemanya di review dalam beberapa tahun dan komponennya bukan cuma BBM. Kalau skema tarif angkutan kota sekarang masih sangat politis, disesuaikan jika BBM naik dan turun," ujar dia di kantornya, Jakarta, Rabu (1/4/2015).

Skema perhitungan tarif saat ini, Tulus menyatakan, sangat merugikan konsumen dan operator. Perusahaan jasa angkutan umum dibuat pusing dengan kebijakan fluktuasi harga BBM sebulan dua kali.

"Jadi kami minta Pak Jonan untuk membuat skema tarif angkutan kota yang lebih visible, bukan sekadar naik 10 persen atau 8 persen, tapi juga ada win-win solution buat konsumen dan operator," jelas Tulus.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo meminta Menhub Jonan belajar skema perhitungan tarif dari negara Singapura. Pemerintah setempat telah menyesuaikan tarif angkutan umum Mass Rail Transit (MRT) dengan mengacu empat indeks.

"Pertama, indeks harga konsumen, indeks upah artinya tarif yang akan dikenakan sudah memperhitungkan pendapatan masyarakat, biaya BBM dan indeks transportasinya. Ini yang tidak pernah dilakukan di Indonesia karena angkutan umum dan trayek kita tidak efisien," ujar dia.(Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya