Liputan6.com, Jakarta - Ide dan keterampilan yang disertai dengan kemauan untuk bekerja keras dari ternyata mampu mengubah seorang yang sebelumnya berpenghasilan pas-pasan menjadi jutawan.
Hal ini yang alami oleh Yusuf Arifin (43), yang dulunya seorang perantau di tanah Papua kini menjadi pengusaha kerajinan dari kulit buaya yang sukses di pulau paling timur Indonesia tersebut.
Yusuf yang kelahiran Solo, Jawa Tengah, memutuskan untuk merantau ke Timika, Papua pada 1997 dengan membawa istri dan satu orang anaknya. Di kota tersebut, awalnya dia bekerja sebagai sopir untuk antar-jemput para pekerja PT Freeport Indonesia. Namun nasibnya mulai berubah ketika seorang teman mengajaknya untuk berbisnis kerajinan dari kuli buaya.
"Merantau pada 1997. Kemudian mulai bisnis kerajinan ini sekitar tahun 2000. Waktu itu saya mulai buka rumah kerajinannya sendiri, ngurus izin sendiri, karena pakai kulit buaya jadi harus ada izin dari dinas kehutanan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Pesta Rakyat Jakarta, Jumat (5/6/2015).
Yusuf mengatakan, untuk memulai usaha kerajinan ini, dia harus mengeluarkan modal hingga puluhan juta rupiah untuk membeli mesin pemotong, mesin jahit, bahan baku kulit buaya, obat buat penyamak dan lain-lain dengan resiko gagal jika bisnis yang dirintisnya ini tidak jalan dengan baik karena kala itu untuk memulai suatu bisnis di Papua masih sangat sulit.
"Tapi saya modal nekat saja, karena sudah terlanjur ya saya jalani. Urusan gagal atau sukses kita lihat nanti," lanjutnya.
Dia menjelaskan, untuk berbisnis kerajinan kulit buaya memang tidak gampang dan butuh modal yang besar. Karena untuk membeli bahan baku kulit buaya saja, dia harus merogoh kocek hingga Rp 20 juta.
"Saya beli kulitnya dari peternak buaya, saya ajak kerjasama. Untuk 1 inch kulit, hargnya Rp 21 ribu. Kalau sekali beli bisa ratusan inch," kata dia.
Melalui bisnis yang diberi nama PP Argoboyo ini, Yusuf memproduksi berbagai macam barang seperti ikat pinggang dengan harga Rp 500 ribu, sepatu Rp 1,3 juta hingga Rp 2 juta, dompet mulai Rp 650 ribu hingga Rp 1 juta, tas troli Rp 5,5 juta dal lain-lain.
"Yang paling laku seperti dompet perempuan, ikat pinggang dan tas kecil. Saya juga sering terima pesanan, pembeli mau modelnya seperti apa," jelasnya.
Dengan menjual produk-produk tersebut, tiap bulannya dia bisa mengantongi penghasilan sebesar Rp 100 juta hingga Rp 150 juta. Yusuf pun kini telah memiliki 3 orang pekerja.
Dia berharap kedepannya, bisnis yang ditekuninya ini bisa terus berkembang dan kerajinan ini bisa dikenal di mancanegara sebagai kerajinan khas tanah Papua.
"Harapannya produk-produk Indonesia seperti ini bisa dikenal luar negeri. Juga makin banyak pengrajinnya di Papua jadi bisa mempekerjakan masyarakat disana," tandas dia. (Dny/Ndw)
Advertisement