PLN Ancam Naikkan Tarif Listrik Pelanggan 900 VA, Ini Alasannya

PT PLN (Persero) mengancam akan menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan 900 VA atau watt dalam waktu dekat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Jun 2016, 17:20 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2016, 17:20 WIB
meteran listrik
meteran listrik

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mengancam akan menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan 900 VA atau watt dalam waktu dekat. Rencana tersebut merespons tidak disetujuinya tambahan pagu anggaran subsidi listrik di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 dari Rp 38,38 triliun menjadi Rp 56,68 triliun.

Demikian disampaikan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir usai Rapat Panja antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

“Dampaknya ya kita naikkan tarif listrik. Tidak ada cara lain, lah kalau negara tidak kasih uang, mau bagaimana? Anggaran itu kan (Rp 56,68 triliun) buat kemarin, nah mau ditambah tapi DPR tidak oke. Akhirnya tetap Rp 38 triliun. Tapi kan subsidinya sudah dinikmati rakyat, jadi harus ada tambahan,” tegas Sofyan.

Kenaikan tarif, sambungnya, merupakan konsekuensi dari penundaan pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan golongan 900 VA yang rencananya dieksekusi pada Januari lalu. Sayangnya, atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pencabutan subsidi listrik ditunda hingga Juni ini karena masih ada masalah dengan data masyarakat miskin penerima subsidi. Sementara konsumen 900 VA sudah menikmati subsidi listrik yang seharusnya ditarik.

“Nanti kenaikan tarif listrik berlaku untuk pelanggan 900 watt. Tadinya kan pelanggan ini mau dicabut subsidinya. Lalu diperpanjang sampai Juni. Nah Januari-Juni, siapa yang mau bayar,” kata Mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk itu.

Dia mengaku, PLN menyerahkan sepenuhnya keputusan pelaksanaan pencabutan subsidi listrik konsumen 900 VA pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Biar ESDM yang mutusin, kita kan eksekutor saja. Kita siap saja dan sudah memeriksa data yang diminta Presiden pakai data TNP2K dan berbasis data BPS,” pungkas Sofyan.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya