Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan harga emas pekan ini akan dipengaruhi rilis hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang terbaru.
Selain itu, analis juga menilai, pelaku pasar akan mencermati reli pasar saham Amerika Serikat (AS) di tengah transaksi perdagangan yang pendek. Ditambah perkembangan politik AS dan Eropa. Pada perdagangan Senin waktu setempat, pasar saham AS akan libur. Pelaku pasar akan hadapi rilis penjualan rumah dan hasil pertemuan FOMC yang disampaikan pada Rabu pekan ini.
Pada pekan lalu, harga emas untuk pengiriman April di divisi Comex naik 0,3 persen ke level US$ 1.240,10.
Advertisement
"Kami tentu akan melihat risalah FOMC. Pasar akan mencari apakah pejabat the Federal Reserve relatif agresif atau lembut. Setiap nada lembut akan memberikan harapan untuk emas. Sedangkan kalau agresif akan menekan (harga emas)," ujar Bart Melek, Kepala Riset TD Securities seperti dikutip dari laman Kitco, seperti ditulis Senin (20/2/2017).
Ada harapan kenaikan suku bunga dapat menekan harga emas. Hal itu lantaran mendukung kenaikan dolar Amerika Serikat (AS) sehingga meningkatkan imbal hasil surat berharga AS.
Baca Juga
Saat pidato di depan kongres pada pekan lalu, pimpinan bank sentral AS atau the Federal Reserve Janet Yellen menunjukkan kenaikan suku bunga secara bertahap. Para pelaku pasar pun terus mencari sinyal kapan dan seberapa banyak kenaikan suku bunga AS.
Oleh karena itu, pelaku pasar juga akan memantau data ekonomi AS seperti laporan penjualan rumah pada Rabu pekan ini. Klaim pengangguran dan penjualam rumah baru.
Direktur RBC Wealth Management George Gero menuturkan, pelaku pasar juga akan mencermati perkembangan politik Eropa. Ini turut mempengaruhi harga emas.
Secara teknikal, Melek memperkirakan, harga emas akan bergerak di kisaran US$ 1.250-US$ 1.260. Sedangkan level support di kisaran US$ 1.213.
Berdasarkan survei, 59 persen analis dan pelaku pasar yang disurvei meramal harga emas akan naik. Sedangkan 24 persen analis dan pelaku pasar memprediksi harga emas akan tertekan.