Menteri PPN: Peringkat Layak Investasi S&P Harusnya dari Dulu

Semua indikator perbaikan telah terjadi di Indonesia. Sehingga, lembaga pemeringkat lain memberikan penilaian yang baik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 20 Mei 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2017, 09:12 WIB
Bambang Brodjonegoro
Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro S.E., M.U.P., Ph.D atau dikenal sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengapresiasi pemberian peringkat layak investasi atau investment grade dari lembaga pemeringkat Standard & Poors (S&P) bagi Indonesia.

Menurutnya, Indonesia memang layak mendapatkan hal tersebut. Meski begitu, peringkat layak investasi tersebut dinilai seharusnya diberikan dari dulu.

"Ya kita bersyukur meskipun S&P sudah jauh ketinggalan dari yang lain, karena harusnya sudah berapa tahun yang lalu," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Menurutnya, semua indikator perbaikan telah terjadi di Indonesia. Sehingga, lembaga pemeringkat lain memberikan penilaian yang baik.

"(Indikator?) Ya dari semuanya buktinya Moody's dan Fitch sudah ngasih beberapa tahun yang lalu, yang jelas S&P terlambat, tapi kita appreciated," ungkap dia.

Dikutip dari Bloomberg, peringkat surat utang pemerintah (sovereign) Indonesia diangkat dari BB+ menjadi BBB-. S&P juga memberikan outlook stabil.

Dalam sejarahnya Indonesia pernah meraih status investment grade dari S&P pada saat sebelum krisis 1998. Indonesia justru meraih status investment grade pertama kali dari S&P pada pertengahan 1992, baru kemudian disusul Moody’s pada Maret 1994 dan Fitch pada Juni 1997 yang memberikan peringkat serupa.

Ekonomi Indonesia dinilai menjanjikan karena stabilitas yang terjaga dalam periode tersebut seiring pencitraan Indonesia sebagai “Macan Asia”.

Namun pada saat krisis Finansial Asia menghantam pada 1997-1999 mengubah kondisi Indonesia. Saat diterpa krisis ekonomi, lembaga-lembaga kredit menilai betapa rentannya ekonomi Indonesia dalam menghadapi guncangan.

Fitch dan Moody’s mulai melakukan penurunan peringkat atas Indonesia menjadi B- dan B3. Bahkan S&P memangkas peringkat Indonesia menjadi SD (selective default) atau gagal bayar selektif pada Maret 1999.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya