Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan terkait beredarnya surat KSPI membatalkan aksi mogok kerja nasional itu hoaks. KSPI tetap melakukan mogok kerja selama tiga hari berturut-turut pada 6-8 Oktober 2020.
"Dari semalam, beredar surat KSPI terkait dengan pembatalan aksi mogok kerja nasional yang akan dilakukan pada tanggal 6, 7, 8 Oktober 2020. Kami sampaikan bahwa surat tersebut adalah hoaks. Tidak benar," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono, dalam keterangannya Selasa (6/10/2020).
Baca Juga
Ia menegaskan kembali bahwa sikap KSPI tidak berubah, melainkan tetap melakukan mogok nasional, sebagai bentuk protes terhadap disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja.
Advertisement
Bahkan, KSPI mengecap pihak-pihak yang telah memalsukan surat KSPI. Menurut KSPI, ini adalah upaya untuk melemahkan aksi penolakan omnibus law.
"Kami juga mengimbau kepada buruh Indonesia dan elemen masyarakat yang lain untuk mengabaikan surat tersebut," ujarnya.
Adapun tertulis dalam Surat Edaran palsu itu tertulis perihal "Instruksi organisasi untuk membatalkan mogok nasional".
“Hal ini kami putuskan setelah mencermati berbagai risiko yang memberi dampak langsung kepada butuh jika aksi mogok kerja nasional dilakukan, khususnya pada situasi pandemi Covid-19,” tulis Surat Edaran Palsu tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KSPI Sebut 2 Juta Buruh Tetap Akan Mogok Kerja
Sebanyak 32 federasi dan konfederasi serikat buruh siap bergabung dalam unjuk rasa serempak nasional pada tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional. Hal tersebut disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Said Iqbal menyebut, mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Senin (5/10/2020).
Dia menyebut, mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh yang meliputi pekerja dari sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, dan perbankan.
“Jadi provinsi-provinsi yang akan melakukan mogok nasional adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,” ujarnya.
Dalam aksi mogok nasional nanti, buruh akan menyuarakan tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.
“Sementara itu, terkait dengan PHK, sanski pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003,” tegasnya.
Advertisement