Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 yang merupakan Perubahan Atas Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Sebelumnya, Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 telah mencabut Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, kecuali ketentuan di dalam Pasal 2 dan Lampiran I.
Baca Juga
Presiden KSPI Said Iqbal, mengatakan Permenaker yang baru memang menambah jumlah komponen KHL dari 60 jenis menjadi 64 jenis, tetapi secara kuantitas ada beberapa jenis KHL yang mengalami penurunan. Dengan kata lain, meskipun item KHL bertambah tetapi buruh tetap “miskin”.
Advertisement
“Ini juga masih jauh dari harapan KSPI, yang meminta agar nilai KHL ditingkatkan menjadi 84 komponen,” kata Said Iqbal, di Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Dijelaskan, penambahan item mencakup dipisahkannya komponen kopi dan teh; penambahan air minum galon; penambahan paket pulsa dan internet dalam komponen transportasi dan komunikasi; dan tambahan pengeluaran jaminan sosial sebesar 2 persen.
“Tetapi masalahnya, Permenaker Nomor 18 tahun 2020 mengurangi kualitas KHL dari Permenaker sebelumnya," katanya.
Said menekankan agar jumlah komponen KHL ditingkatkan menjadi 84 item dengan kualitasnya tiap komponen dinaikkan, bukan justru diturunkan. Penambahan 84 item KHL ini sesuai dengan hasil survey kebutuhan hidup layak yang dilakukan KSPI bersama Asian Wages Council sejak 5 tahun yang lalu.
Demikian KSPI mendesak agar Permenaker Nomor 18 tahun 2020 segera dicabut dan diperbaiki. Secara bersamaan, KSPI juga menolak UU Cipta Kerja, khususnya yang menghilangkan upah minimum sektoral (UMSK dan UMSP) serta memberlakukan persyaratan untuk penetapan UMK.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemnaker Sosialisasi Hasil Kajian Komponen dan KHL kepada Dewan Pengupahan
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI & Jamsos) Kemnaker, Haiyani Rumondang mengatakan, pemerintah tetap mendengarkan aspirasi seluruh pihak terkait formulasi dan rekomendasi kebijakan pengupahan yang terbaik di masa pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang menyebabkan perlambatan ekonomi hampir seluruh sektor, maka perubahan komponen dan jenis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah ditetapkan, dalam pelaksanaan hendaknya memperhatikan perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan berusaha.
"Masa peninjauan KHL saat ini berbarengan dengan pandemi Covid-19 dan berdampak terhadap ekonomi, bukanlah kondisi yang diinginkan oleh semua pihak. Namun, dalam kondisi saat ini, pemerintah masih terus mendengar seluruh pihak terkait formulasi kebijakan pengupahan yang terbaik di masa pandemi Covid-19," kata Haiyani Rumondang dalam Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, hari Senin (19/10/2020).
Saat membuka Dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL Tahun 2020 di Jakarta, Kamis (15-17/10/2020) lalu, Haiyani menjelaskan dari sudut pekerja/buruh, kondisi pandemi Covid-19 berdampak penurunan penghasilan yang diterima, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya.
Pandemi Covid-19 juga berdampak bagi pengusaha yang mengalami kesulitan karena permintaan menurun dan terbatasnya bahan baku sehingga berdampak pada kelangsungan usahanya.
"Karena itu, diperlukan pemahaman seluruh pihak terhadap kondisi yang terjadi agar terjalinnya sinergitas seluruh pihak sehingga kita dapat melewati masa sulit ini (pandemi Covid-19) dengan baik," ujarnya Haiyani secara virtual.
Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tersebut, Haiyani mengatakan pihaknya menggelar dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang tidak diharapkan.
"Diharapkan dialog ini akan memberikan manfaat dalam pengembangan pengupahan ke depan yang adil dan berdaya saing dalam menyatukan perspektif dan langkah untuk menghadapi kebijakan besar saat ini, yaitu kebijakan Cipta Kerja," katanya.
Haiyani Rumondang menjelaskan sesuai Pasal 43 Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan) mengamanatkan peninjauan Komponen dan Jenis KHL dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melalui penetapan Menaker dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas).
Depenas telah menyelesaikan kajian peninjauan Komponen dan Jenis KHL pada bulan Oktober 2019 sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) Permenaker No. 21 Tahun 2016.
Ditegaskan Haiyani Rumondang, PP Pengupahan juga telah mengamanatkan penggunaan data BPS atau informasi harga dari berbagai survei yang dilakukan BPS dalam menghitung nilai KHL hasil peninjauan. Untuk selanjutnya perhitungan Nilai KHL akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah guna penetapan Upah Minimum tahun 2021.
Hal senada dikatakan oleh Direktur Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani. Menurutnya, dialog dengan dewan pengupahan ini untuk menginformasikan atau mensosialisasikan hasil peninjauan komponen dan jenis KHL yang diamanahkan oleh PP Pengupahan, yakni setiap komponen dan KHL harus ditinjau kembali.
"Kenapa setiap 5 tahun sekali? Karena pola konsumsi masyarakat setiap 5 tahun sekali dirubah. Misalnya apakah kebutuhan beras, gula atau baju tetap sama atau turun 5 tahun lalu dengan sekarang," ujar Dinar dalam sambutannya.
Setelah dikaji dewan pengupahan dan direkomendasikan ke Menaker, keluar Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang KHL. Dari Permenaker tersebut, komponen KHL yang semula terdiri dari 60 jenis, kini berubah menjadi 64 jenis, yang menjadi acuan KHL tahun 2020 dan dijadikan sebagai salah satu formula penentuan upah di tahun 2021 mendatang.
"Ada KHL yang bertambah, berubah dan ada yang diperbaiki. Di antaranya penambahan televisi, pulsa dan lainnya," katanya.
Dinar menambahkan, Permenaker ini disosialisasikan ke anggota dewan pengupahan provinsi, kabupaten/kota. Namun kondisi pandemi Covid ini, peserta sosialisasi dikurangi dari 34 provinsi.
Dialog Dewan Pengupahan dihadiri Wakil Ketua Depenas, Adi Mahfudz (unsur pengusaha) dan Sunardi (unsur serikat pekerja/serikat buruh), serta diikuti 68 peserta dari Dewan Pengupahan Provinsi Seluruh Indonesia. Sebanyak 15 peserta dari unsur pemerintah, 18 peserta unsur pengusaha, 31 peserta dari SP/SB, serta 2 peserta dari Akademisi.
Advertisement