Bijih Nikel Melimpah, Indonesia Pede Jadi Produsen Baterai Mobil Listrik Dunia

Hasil bijih nikel yang melimpah menjadi salah satu alasan utama pemerintah mengembangkan industri baterai kendaraan listrik

oleh Andina Librianty diperbarui 06 Feb 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2021, 13:00 WIB
PHOTO: Dukung Program Pemerintah, Ini Mobil Listrik BMW Ramah Lingkungan
Kartu pengaman cara pengisian ulang baterai kendaraan listrik BMW i8 dengan menggunakan BMW i Wallbox Plus di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (26/10). (Liputan6.com/Pool/BMW)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil bijih nikel yang melimpah menjadi salah satu alasan utama pemerintah mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Nikel merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan baterai tersebut.

Ketua Tim Percepatan Pengembangan EV Battery BUMN, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan Indonesia merupakan sumber nikel terbesar di dunia, dan mengontrol hampir 30 persen produksi nikel.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia sepanjang 2019 menjadi produsen terbesar di dunia yang menghasilkan 800.000 ton bijih nikel per tahun.

Untuk pembuatan baterai dibutuhkan tiga bahan baku utama yaitu nikel, lithium dan kobalt. Untuk nikel, Indonesia menguasai sebesar 30 persen. Dibandingkan beberapa negara lain, keunggulan Indonesia yaitu memiliki nikel laterit. Saingan terdekat Indonesia untuk ini adalah Filipina.

"Sedangkan saingan kita seperti Rusia dan Kanada adalah nikel sulfat, produksinya jauh lebih mahal daripada kita. Jadi kita garuk, tanahnya sudah ada sekian persen. Itu sebabnya kenapa banyak produsen baterai mulai datang ke Indonesia," jelas Agus.

Sementara lithium, Australia merupakan pemain terbesar. Hal ini menurut Agus bukan masalah besar karena biaya pengiriman ke Indonesia tidak begitu besar, sehingga rantai pasokannya jauh lebih murah.

Pasokan kobalt sebanyak 59 persen berada di Republik Demokratik Kongo. Kendati demikian, menurut Agus, kandungan nikel di Indonesia memiliki kobalt.

"Di nikel kita ada kobalt-nya. Nanti akan kita ekstrak, dan kekurangannya kita ambil dari luar," sambungnya.

Ketersediaan bahan baku dan posisi Indonesia yang dekat dengan Australia, dinilai menjadi keunggulan kompetitif untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik. Ditambah lagi, jika Indonesia nantinya juga berhasil mengembangkan industri kendaraan listrik.

"Tidak semua posisi ini dimiliki oleh semua negara. Misalnya Filipina, lebih jauh untuk mendapatkan lithium, mungkin kobalt juga begitu. Kita melihat baterai dan kendaraan dalam satu amplop," tutur Agus.

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ini Rahasia Indonesia Tarik Investor Proyek Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

Stasiun pengisian baterai mobil listrik (Foto:Autonews)
Stasiun pengisian baterai mobil listrik (Foto:Autonews)

Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengatakan tidak semua bahan baku industri kendaraan listrik berbasis baterai dimiliki Indonesia. Namun sebagian besar bahan bakunya seperti nikel, alumunium dan tembaga ada di Indonesia.

"Pertambangan terkait dengan nikel dan juga beberapa mineral lain, kobalt, mangan, lithium beberapa kandngan mineral tidak semua tersedia. Tapi yang dominan nikel alumium dan tembaga mineral yang saat ini Indonesia kaya," kata Pahala dalam BUMN Media Talk berjudul EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia, secara virtual, Jakarta, Selasa (2/2).

Berbagai produksi pertambangan yang berasal dari bahan-bahan mineral akan dimurnikan dan diproduksi. Seperti nikel sulfat, alumunium sulfat, kobalt sulfat akan dijadikan katod, baterai cell dan pack.

Pahala mengatakan, baterai pack inilah yang akan diproduksi PLN yang menyediakan tenaga listrik. Di masa depan pun, PLN tetap memainkan peran strategisnya dengan memanfaatkan 6 ribu SPBU yang ada saat ini.

"PLN punya 6.000 SPBU akan jadi pemain yang akan cukup aktif bekerja sama dengan MIND ID, Antam karena PLN bangun ev battery dan ebt (energi baru terbarukan) secara terintegrasi dan berkelanjutan," kata dia.

PLN juga saat ini sedang membangun fasilitas produksi energi dengan memanfaatkan EBT. EBT pun nantinya juga bisa diprodukso di rumah tangga, gedung sehingga membutuhkan storage sistem yang bisa digunakan penggunanya saat dibutuhkan.

Berbagai skema ini tentunya kata Pahala akan menarik perhatian para investor asing. Lalu, mereka akan membangun industri baterai yang terintegrasi. Sebab, Indonesia memiliki sumber daya dan pasar yang menjanjikan.

"Indonesia pemilik pasar dan pemilik hulu yang menarik sehingga dia (investor) mau investasi," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya