Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta, menyebut inflasi Indonesia masih relatif terkendali dibandingkan negara lain yang tingkat inflasinya tinggi-tinggi.
“Indonesia inflasinya relatif masih terjaga 4,35 persen kalau kita bandingkan dengan Korea Selatan, Filipina, ataupun India yang relatif lebih tinggi ataupun bahkan Amerika yang mencapai 8,6 persen,” kata Arif dalam Diskusi Publik Megawati Institute, Senin (11/7/2022).
Baca Juga
Tetapi pada sisi lain ada problematika yang menjadi konsen dari pemerintah bahwa pendorong utama inflasi atau kenaikan harga ini adalah harga bergejolak, terutama yang datang dari komponen bahan makanan.
Advertisement
“Kalau kita lihat angkanya posisi Juni 10,7 persen yoy (inflasi kelompok volatile) dan komponen bahan makanan sudah 9,57 persen yoy,” ujarnya.
Selanjutnya, jika dilihat respon terkait beberapa negara menariknya tidak semua negara merespon inflasi itu dengan menaikkan suku bunga. Misalnya, ada Amerika Serikat memang menaikkan suku bunga, India juga menaikkan suku bunga menjadi 4,9 persen.
Kemudian, Malaysia juga menaikkan suku bunga menjadi 2,25 persen. Tetapi yang menarik China menurunkan suku bunga 10 basis poin walaupun inflasinya terjadi peningkatan. Thailand relatif tetap suku bunganya 0,5 persen.
“Kalau kita lihat sisi suku bunga riil, memang posisi Indonesia relatif masih baik dibanding Amerika dan Katakanlah dibandingkan dengan India maupun Thailand,” ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Nilai Tukar Rupiah
Lebih lanjut, Arif juga membahas terkait tekanan terhadap nilai tukar. Karena posisi Indonesia banyak melakukan impor, terutama beberapa komoditas untuk kebutuhan industri, makanan, energi ini memang menguras devisa ke luar.
Meskipun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) masih mengalami surplus. Per Mei 2022, NPI mencetak surplus sebesar USD 2,90 miliar. Angka tersebut terbilang lebih rendah dibanding NPI April USD 7,56 miliar.
Namun, nilai tukar Indonesia justru mengalami proses depresiasi tetapi relatif masih kuat dibandingkan negara seperti Uni Eropa yang memakai Euro, yang sekarang sudah satu banding satu sekarang dengan dollar.
Advertisement
Mengenal Inflasi dan Penyebabnya di Indonesia
Kenaikan harga komoditas pangan dan energi di tingkat global mulai dirasakan dampaknya di Indonesia. Inflasi atau kenaikan harga umum per Juni 2022, sudah melebihi target inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen secara tahunan (yoy) tahun ini.
Lantas apa itu inflasi dan apa saja faktor penyebab inflasi di Indonesia?
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Eugenia Mardanugraha, menjelaskan bahwa inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Sementara, deflasi merupakan kebalikan dari inflasi yaitu penurunan harga barang secara umum terus menerus, kalau angka inflasinya negatif itu yang disebut deflasi.
Di Indonesia, inflasi IHK dikelompokkan menjadi inflasi inti dan inflasi non-inti.
Dia menjelaskan, inflasi inti yaitu komponen interaksi yang cenderung menetap atau persisten atau komponen di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti interaksi permintaan penawaran.
“Jadi kalau permintaannya lebih tinggi itu terjadi inflasi, dibandingkan dengan penawaran. Kemudian lingkungan eksternal ini terjadi pada negara seperti Indonesia ya kalau ada Gejolak nilai tukar maka akan terjadi inflasi, karena kita banyak lakukan impor impor kalau nilai tukarnya terDepresiasi maka terjadi inflasi,” kata Eugenia dalam Diskusi Publik Megawati Institute, Minggu (10/7/2022).
Selain itu, yang menyebabkan inflasi inti adalah harga komoditi internasional, itu naik maka harga komoditi di dalam negeri itu juga naik. Selanjutnya, ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
Inflasi Non-inti dan Administered Prices
Sedangkan, inflasi non inti yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari inflasi komponen bergejolak (volatile food), yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shock (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
“Jadi kalau inflasi non-inti itu adalah terjadinya secara volatile dari hari ke hari kemudian adanya komponen harga yang diatur oleh pemerintah. Kalau ada kenaikan pajak pada produk-produk tertentu atau pemerintah mengenakan pajak yang lebih tinggi. Nah itu yang yang akan melibatkan satu produk itu akan naik atau turun,” ujarnya.
Lalu, inflasi komponen harga yang diatur oleh Pemerintah (administered prices) yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan.
Advertisement