Kemenangan Donald Trump jadi Mimpi Buruk Bagi Ekonomi dan Pasar Keuangan RI?

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan kemenangan Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024 dapat menimbulkan ketidakpastian global lebih lanjut bagi ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 07 Nov 2024, 19:15 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2024, 19:15 WIB
Trump dan Harris
Wakil Presiden AS dan kandidat presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris (kanan) berjabat tangan dengan mantan presiden AS dan kandidat dari Partai Republik Donald Trump pada awal debat mereka di Philadelphia, Pennsylvania pada 10 September 2024 (AFP/SAUL LOEB)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024 dapat menimbulkan ketidakpastian global lebih lanjut bagi ekonomi dan pasar keuangan Indonesia. 

"Kekhawatiran utama termasuk kebijakan fiskal AS, ketegangan perdagangan, dan kekuatan Dolar AS, yang semuanya dapat berdampak signifikan terhadap Indonesia, mengingat statusnya sebagai pasar negara berkembang," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).

Josua melihat langkah-langkah yang diusulkan Trump dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS, sehingga dapat mendukung pertumbuhan global. Namun, hal ini dapat memberikan tekanan terhadap Rupiah jika pertumbuhan yang lebih kuat di AS tidak berdampak pada permintaan global, dan justru menyebabkan ketidakpastian yang lebih tinggi dan meningkatkan permintaan Dolar AS. 

"Depresiasi Rupiah membuat impor menjadi lebih mahal dan berpotensi menyebabkan imported inflation," ujarnya.

Akibatnya, Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan Rupiah, sehingga membatasi kemampuannya untuk menurunkan BI-rate, yang dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen di Indonesia.

Di sisi lain, imbal hasil UST yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan imbal hasil surat berharga negara (SBN), meningkatkan biaya pembayaran utang dan berpotensi membatasi fleksibilitas fiskal pemerintah, terutama dengan jatuh tempo utang yang cukup besar dalam dua tahun ke depan.

Selain itu, kebijakan perdagangan proteksionis Trump, terutama terhadap Cina, secara tidak langsung dapat mempengaruhi Indonesia, yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan Cina. Dampaknya bisa positif maupun negatif, tergantung pada bagaimana Trump merumuskan kebijakan perdagangan untuk melindungi industri dalam negerinya. 

"Jika AS memberlakukan tarif yang lebih tinggi secara eksklusif untuk barang-barang Cina, Cina mungkin akan mengalihkan ekspornya melalui Indonesia untuk mengakses pasar AS, sehingga meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat," ujarnya.

 

Eksportir Indonesia

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, jika AS memperluas tarif ke barang-barang Asia secara lebih luas, eksportir Indonesia mungkin menghadapi kebutuhan untuk menyesuaikan harga agar tetap kompetitif, yang dapat mengurangi pendapatan ekspor, sehingga menimbulkan risiko pada neraca transaksi berjalan Indonesia. 

Kemudian, kenaikan tarif AS dapat meningkatkan volatilitas pasar, memengaruhi sentimen investor di pasar negara berkembang dan berpotensi membatasi aliran modal masuk, meskipun prospek ekonomi Indonesia relatif positif.

Adapun dukungan Trump untuk sektor energi tradisional, seperti minyak dan gas, dapat menyebabkan penurunan harga minyak global, yang dapat menguntungkan Indonesia, yang merupakan importir minyak utama.

Potensi Keuntungan

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, potensi keuntungan ini dapat diredam oleh kemungkinan revisi sanksi terhadap produsen utama Iran. Meningkatnya volatilitas pasar dan risiko hambatan perdagangan baru juga dapat berdampak pada berbagai sektor di Indonesia. 

Meskipun kebijakan pro-pertumbuhan Trump pada awalnya dapat memicu optimisme investor, sikapnya terhadap perdagangan dan ekspansi fiskal dapat menimbulkan tantangan yang signifikan bagi stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

"Sebaliknya, pendekatan yang lebih terkendali terhadap tarif dan kebijakan fiskal AS yang stabil kemungkinan akan menawarkan manfaat yang lebih dapat diprediksi untuk pasar negara berkembang seperti Indonesia," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya