Pemerintah Bakal Bentuk LPS Koperasi

Kementerian Koperasi dan UKM tengah menjajaki model Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di lingkup koperasi

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Des 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 07 Des 2022, 13:20 WIB
ilustrasi-koperasi
ilustrasi-koperasi

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM tengah menjajaki model Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di lingkup koperasi. Tujuannya untuk memastikan simpanan para anggota koperasi dan nasabah tetap aman.

Pada proses penjajakannya, Kemenkop UKM menggandeng Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Nantinya, akan menghasilkan model yang dinilai tepat untuk diterapkan di sektor koperasi.

"Saya kira kita ingin adanya LPS ini, diskusi kita sudah panjang lebar bersama Kepala BKF, kami dapat komitmen kuat melalui Kepala BKF untuk merumuskan model LPS bagi koperasi," kata Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi, di Jakarta, ditulis Rabu (7/12/2022).

Langkah ini menyusul proses pembentukan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang akan masuk ke DPR RI pada tahun depan. Mengingat adanya pengaturan baru mengenai simpanan yang ada di koperasi.

Ahmad mengatakan, ini juga sejalan dengan pembagian 2 kategori koperasi setelah sahnya RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dan RUU Perkoperasian. Yakni, koperasi open-loop, serta koperasi close-loop.

Koperasi open-loop merupakan badan hukum koperasi yang menyelenggarakan layanan bagi anggota dan orang-orang diluar anggota. Contohnya, beberapa BPR dan Asuransi yang berbadan hukum koperasi. Sementara, koperasi close-loop hanya berfokus memberikan layanan bagi anggotanya saja.

Kemenkop UKM juga akan membentuk badan pengawas yang disebut Otoritas Pengawas Koperasi (OPK). Dengab begitu fungsi LPS koperasi nantinya bisa optimal karena juga didampingi peran OPK.

"Saya setuju adanya LPS akan ada didukung pengawasan yang efektif maka dibentuk OPK. Lalu setelah ada pengawasan, kehadirna LPS ini menjadi lebih tepat karena ekosistemnya sudah terbentuk dengan baik," tuturnya.

 

Opsi LPS Koperasi

Ilustrasi Koperasi
Ilustrasi Koperasi (sumber: freepik)

Lebih lanjut, Ahmad sedikit membuka opsi soal bentuk LPS yang dimaksud. Setidaknya, dia menerangkan ada dua pilihan.

Pertama, LPS yang kini eksisting bisa menambah perannya untuk turut mengawasi simpanan di Koperasi. Kedua, dibentuk bada khusus semodel LPS untuk mengawasi simpanan di Koperasi.

"Saya berharap LPS yang ada ini bisa diintegrasikan, tapi kemudian kita harapkan ini nanti dihabas dalam RUU Perkoperasian. Apakah nanti di LPS sendiri atau nanti ada kompartemen di LPS eksisting, nanti kita lihat dinamika diskusinya," kata dia.

"Tapi yang terpenting kita sepakat juga dengan teman-teman Kemenkeu melalui BKF. Kita diskusi, mereka komitmen keadaan LPS di KSP adalah keniscayaan, bagaimana set up-nya, nanti dibahas dalam RUU Perkoperasian," tukas Ahmad.

 

RUU Perkoperasian Ditarget Rampung Pertengahan Tahun 2023

Ilustrasi koperasi
Ilustrasi koperasi. (Gambar oleh ar130405 dari Pixabay)

Rancangan Undang-undang (RUU) Perkoperasian ditarget selesai dibahas pada pertengahan tahun 2023 mendatang. Nantinya, ini akan menjadi payung hukum terbaru yang akan mengatur para koperasi.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan target tersebut. Kabarnya, RUU ini akan masuk ke meja parlemen pada Maret 2023, kemudian pembahasannya akan rampung di akhir masa sidang pertama, atau sekitar pertengahan tahun.

"RUU Perkoperasian tak perlu masuk prolegnas, ketika kita siap dapat persetujuan presiden, presiden bersurat ke DPR, ini kita bisa ktia harapkan tahun 2023 bisa masuk," kata dia kepada wartawan, ditulis Rabu (7/12/2022).

Kendati begitu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk RUU Perkoperasian bisa masuk ke meja pembahasan di parlemen.

Salah satunya adalah rampungnya RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Karena, aturan ini yang akan menjadi acuan dalam penyusunan RUU Perkoperasian. Karena ada beberapa bagian aturan yang mencakup koperasi dalam beleid itu.

"RUU Perkoperasian ini merupakan kelanjutan dari putusan MK yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012, sehingga status RUU ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang sudah out of dated, sudah berusia 30 tahunan," sambung Ahmad.

Ahmad Zabadi menyampaikan kalau RUU Perkoperasian pernah akan masuk ke bahasan DPR di akhir tahun 2019. Hanya saja, beberapa hari sebelumnya, ada poin-poin yang perlu dibahas lebih lanjut. Sehingga urung dibahas di meja parlemen.

 

Atur Pengawasan Hingga Sanksi Pidana

Tujuan Pendirian Koperasi
Ilustrasi Transaksi Credit: pexels.com/Blake

Lebih lanjut Ahmad menerangkan bagian-bagian penting dalam RUU Perkoperasian ini. Misalnya, Pengawasan dengan menginisiasi Otoritas Pengawas Koperasi, untuk meningkatkan kepatuhan koperasi, prudensial dan profesionalisme koperasi.

"Pengawasan ini menjadi isu krusial karena membutuhkan standar tertentu. Ke depan kami menghendaki standar pengawasan oleh OPK ini seperti standarnya OJK, sehingga KSP bisa benar-benar naik kelas," katanya.

Kemudian adanya aturan mengenai penjaminan, dengan membangun Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya untuk melindungi simpanan-simpanan anggota khususnya bagi Koperasi Simpan Pinjam. Lalu, Apex, dengan mengatur dan mengonsolidasi lembaga apex koperasi keuangan yang ada, tujuannya untuk menjadi solusi likuditas bagi KSP atau Unit Simpan Pinjam.

Selanjutnya soal penyehatan, dengan membangun Komite Penyehatan Koperasi Simpan Pinjam. Sehingga dapat menjadi solusi ketika ada koperasi yang mengalami masalah. Serta sanksi, dengan mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran atau penyelewengan praktik berkoperasi. Tujuannya untuk memberi kepastian hukum, menimbulkan efek jera sehingga badan hukum koperasi tidak disalahgunakan.

"Selain pilar-pilar utama di atas, RUU mendatang juga memetakan berbagai lembaga-lembaga pendukung lain yang relevan sehingga dapat disinergikan bersama untuk membangun koperasi di Indonesia, baik sektor keuangan maupun sektor riil," pungkas Ahmad.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya