Liputan6.com, Jakarta Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Abra Talattov, menilai tidak tepat rencana PT Pertamina (Persero) untuk mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92, yang merupakan campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7) di tahun depan. Dengan ini, Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite.
Menurut Abra, fokus Pertamina yang harus dilakukan saat ini adalah memastikan subsidi BBM tepat sasaran agar keuangan APBN tidak jebol. Mengingat, program subsidi energi saat ini masih bersifat terbuka.
Â
Advertisement
"Masalah krusial yang menyelimuti wacana pengalihan subsidi atau kompensasi pertalite ke Pertamax (Green 92) adalah masih berlangsungnya mekanisme secara terbuka. Nah inilah yang saya pikir menjadi masalah yang paling krusial yang semestinya menjadi fokus pemerinta sebelum wacana subsidi atau kompensasi BBM ke Pertamax," ucapnya dalam webinar bertajuk Subsidi Go Green Tepatkah? di Jakarta, Rabu (6/9).
Abra mencatat, konsumsi Pertalite masih di dominasi oleh pengguna kendaraan roda empat atau mobil mencapai 70 persen di tahun 2020 lalu. Jumlah tersebut setara 20,35 juta kilo liter (KL) Pertalite.
Konsumsi Pertalite
Sementara itu, jumlah konsumsi Pertalite oleh kendaraan roda dua hanya sebesar 30 persen. Angka konsumsi BBM subsidi tersebut tersebut setara 8,72 KL.
Kondisi tersebut, tentunya harus segera diperbaiki untuk mencegah jebolnya APBN akibat terkuras subsidi BBM. Terlebih, harga minyak mentah dunia terus mengalami fluktuasi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"APBN perlu dipertimbangkan juga nanti resikonya terhadap neraca perdagangan bebas kita yang kemudian berujung juga terhadap volatilitas nilai tukar Rupiah kita. Jadi ada beberapa pertimbangan yang perlu diukur oleh pemerintah dalam memutuskan kebijakan ini," bebernya.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) mencapai Rp25,7 triliun. Alokasi itu meningkat sekitar 10 persen dibanding outlook 2023 yang mencapai Rp23,3 triliun.
Â
Pertamina Usul Pertalite Dihapus 2024, Pertamax Green 92 Jadi BBM Subsidi
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menghapus BBM jenis Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7). Penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.
"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskandi depan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8).
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi ataukompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Di sisi lain, Pertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, campuran Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen. Dengan demikian, Pertamina di tahun depan bakal menjual tiga produk BBM, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
Advertisement
Luhut Bocorkan Rencana Pertalite Dihapus, Tinggal Tunggu Waktu?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara soal rencana Pertalite dihapus. Dia bilang, rencana penghapusan Pertalite yang merupakan BBM RON 90 itu selaras dengan rencana pengalihan menuju BBM dengan campuran etanol dalam bentuk Pertamax Green 92.
"Sekarang lagi dihitung. Ini kan masalah polusi juga. Jadi kita mau (ada unsur) etanol berapa persen (dalam Pertalite) supaya oktannya turun, supaya sulfurnya kurang," ujar Menko Luhut di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Sebab sampai hari ini, Luhut melihat penyebab utama polusi paling banyak masih berasal dari pembuangan emisi karbon pada sektor transportasi.
"Hasil pengetesan di lapangan sekarang 37 persen sepeda motor itu tidak lulus uji emisi. Jadi sekarang kita mau perbaiki dulu anu, bahan bakarnya," kata Luhut.
Saat ini, Luhut meminta program kemitraan Indonesia dan Australia untuk perekonomian (Prospera) membuat detail studi mengenai hal itu.
"Sekarang yang kita lakukan ini baru feeling, belum data yang lengkap. Jadi saya pikir setelah studi ini selesai dalam minggu-minggu ke depan ini, kita akan lebih target lebih bagus," ucap Luhut.
"Sekaligus saya pikir ini Presiden (Joko Widodo) mintakan supaya kita benahin semua. Ini kan kerjaan lama," tegas dia.
Bicara terkait peralihan menuju Pertamax Green, Luhut ingin agar jalan raya bisa terbebas dari polisi udara. "Kita akan lihat supaya jalan raya tuh jangan terbebani, itu kunci saya kira," pungkasnya.