Liputan6.com, Jakarta Facebook baru-baru membuat para penggunanya kecewa lantaran skandal penyalahgunaan data usernya secara ilegal. Bahkan dikatakan sekira 50 juta data pribadi penggunanya tersebut bocor. Apalagi data pribadi tersebut dikatakan telah dipakai untuk memenangkan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika pada 2016 lalu.
Baca Juga
Advertisement
Masyarakat USA dan negara barat lainnya langsung bereaksi atas skandal ini. Rasa tak percaya atas jaminan data privat pun memuncak. Banyak pengguna Facebook yang memutuskan meninggalkan platform sosial media ini.
Meskipun saat ini Facebook adalah perusahaan tekonologi terbesar, kemarahan netizen tak terbendung. Terbukti dengan merebaknya tagar kampanye #DeleteFacebook dan diikuti merosotnya saham Facebook dalam 10 hari ini.
Mark Zuckerberg sendiri telah menyampaikan penyesalannya secara pribadi. Namun hingga saat ini tak ada pernyataan resmi oleh Facebook di level perusahaan.
Telah banyak netizen yang merasa resah atas skandal ini. Mereka pun menghapus Facebooknya demi menjaga privasi digital mereka. Tren ini diikuti oleh pesohor Elon Musk, yang menghapus akun bisnis Tesla di Facebook.
Playboy Hapus Facebook
Hal ini juga diikuti oleh Majalah Playboy internasional yang menghapus akun mereka Rabu (28/03). Cooper Hefner anak pemilik Playboy, alm Hugh Hefner, memutuskan hal ini karena merasa resah aturan Facebook dan keselamatan datanya.
"Aturan konten Facebook sebenarnya berkontradiksi dengan aturan perusahaan kami. Selama ini kami telah mencoba menyuarakan aspirasi kami kepada platform ini, untuk dapat lebih ekspresif secara seksual. Menimbang skandal terbaru facebook pada pemilihan presiden Amerika, ini menunjukkan konsern kami atas keselamatan serta privasi data pengguna layanan kami. Terdapat lebih dari 25 juta penggemar Playboy di facebook. Hal ini membuat kami yakin saatnya meninggalkan sosial media ini" begitu pernyataan Cooper Hefner.
Perlu diingat, Mark Zuckerberg tak hanya memiliki Facebook. Perusahaan teknologi miliknya juga meliputi WhatsApp dan Instagram. Walaupun saat ini data yang diincar dari pengguna Amerika dan sekitarnya, bukan tak mungkin privasi kita akan terancam.
Advertisement
Salah Fatal
Untuk perusahaan yang telah survive sejak 2007 seperti Facebook, tak dapat menjaga data penggunanya adalah hal yang sangat fatal. Bukan tak mungkin aktivitas digital kita saat ini sebenarnya juga sedang diintai 'mata' tak terlihat. Kalian tentu tidak bisa memasrahkan keselamatan data kepada pihak penyedia layanan digital.
Bahkan Mark Zuckerberg dan istrinya tak mengunggah banyak privasi ke dalam akun sosial media mereka. Nampaknya menjaga keamanan data digital dapat diawali dengan mengontrol apa saja yang kita unggah ke sosial media ya.
Hal ini mengingatkan alangkah baiknya kita lebih bijak menggunakan media sosial serta berbagai layanan digital untuk mencegahhal yang tak diinginkan seperti bocornya data pribadi tersebut.
Reporter: Rezka Aulia
Sumber: Kapanlagi.com