Ada Berapa Banyak Warga Dunia yang Merayakan Imlek?

Tahun Baru Imlek adalah perayaan terpenting di Tiongkok dan acara besar di negara-negara Asia lainnya.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 11 Jan 2023, 19:10 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2023, 19:10 WIB
Lampion Imlek di Pasar Gede
Sejumah warga asyik berfoto di bawah lampion yang terpasang di kawasan Pasar Gede, Solo, Rabu (15/1).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Beijing - Tahun Baru Imlek adalah perayaan terpenting di Tiongkok dan acara besar di negara-negara Asia lainnya.

Tahun Baru Imlek 2023 akan jatuh pada tanggal 22 Januari.

Di China, Imlek juga identik dengan sebutan "Festival Musim Semi". Meskipun di musim dingin, orang Tionghoa menyebut liburan Tahun Baru mereka dengan sebutan tersebut.

Dalam bahasa China akan berbunyi: (春节 chūnjié /chwnn-jyeah/). Lazimnya, ini juga dikenal dengan istilah hari pertama dalam kalender matahari tradisional.

Ada banyak orang keturunan China di dunia. Hal ini tentu memnbuat banyak pihak penasaran, kira-kira ada berapa banyak orang yang merayakan Tahun Baru China?

Dikutip dari laman chinahighlights.com, Selasa (10/1/2023) ada lebih dari 2 miliar orang merayakan Tahun Baru Imlek dengan berbagai cara.

Negara-negara yang memiliki hari libur umum selama Tahun Baru Imlek adalah China, Indonesia, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, Malaysia, Korea Utara, Singapura, dan Brunei.

Hingga kini, juga ada banyak kota di wilayah Barat merayakan festival ini dalam beberapa tahun terakhir, seperti New York, London, Vancouver, dan Sydney.

Imlek 2023: Perjalanan Mudik Meroket 99 Persen di China

Sementara itu, China melonggarkan aturan COVID-19 sehingga masyarakat bisa mudik pada Imlek 2023. Hal tersebut membuat perjalanan mudik tahun ini dilaporkan meroket hingga 99,5 persen. 

Berdasarkan laporan media pemerintah China, Senin (9/1/2023), ratusan warga telah menyerbu stasiun kereta api, bandara, dan terminal bus untuk berkumpul dengan keluarga saat Imlek 2023 yang jatuh pada 21 Januari 2023.

Prediksi Perjalanan yang Melonjak

Menengok Kondisi Terkini Kota Wuhan
Warga mengenakan masker berjalan di sebuah jalan di Wuhan di provinsi Hubei tengah China (3/3/2020). Sejauh ini, total 80.026 kasus virus corona terkonfirmasi di wilayah China daratan. (AFP/STR)

Pemerintah memprediksi perjalanan musim Imlek tahun ini bisa melonjak hingga 99,5 persen ketimbang tahun lalu. Jumlah perjalanan penumpang (passenger trip) dapat mencapai 2,1 miliar.

Warga China pun tidak perlu lagi menampilkan kode kesehatan atau tes negatif COVID-19 ketika memasuki sarana transportasi. Meski demikian, foto-foto menampilkan masih banyak warga yang memakai masker.

Selama dua tahun terakhir, perjalanan massal seperti ini tak bisa terjadi karena kebijakan COVID-19 yang ketat.

Wilayah Delta Sungai Yangtze, termasuk Shanghai, diperkirakan akan menangani 60 juta perjalanan pada travel rush selama 40 hari. Sementara, Guangdong diestimasi melayani 25,4 juta perjalanan kereta.

Operator kereta regional dilaporkan telah mengoperasikan kereta tambahan untuk memenuhi permintaan pelanggan.

CGTN melaporkan bahwa ada 34,7 juta passenger trip pada hari pertama mudik Sabtu lalu. Total kenaikannya mencapai 38,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, meski 48,6 persen lebih rendah ketimbang tahun 2019.

Warga yang mudik dari luar negeri juga akan dipermudah.

Fenomena mudik Imlek 2023 ini berlangsung di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di China. Pemerintah melakukan antisipasi dengan cara menambah persediaan alat kesehatan, obat-obatan, serta distribusi vaksin booster.

China Kembali Buka Perbatasan dengan Hong Kong

Sejumlah Kota di China Perketat Aturan COVID-19
Orang-orang yang memakai masker berbaris untuk tes COVID-19 di fasilitas pengujian virus corona di Beijing, China, Jumat (12/8/2022). Tujuannya adalah untuk menghindari mengubah upaya untuk menghentikan wabah menjadi mimpi buruk yang berkepanjangan yang terlihat di Shanghai dan Wuhan. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Para pelancong mulai mengalir melintasi penyeberangan darat dan laut dari Hong Kong ke China daratan pada Minggu (8/1), usai dibukanya kembali perbatasan.

Dilansir Channel News Asia, setelah tiga tahun, China kembali membuka perbatasannya dengan Hong Kong dan mengakhiri persyaratan karantina bagi pelancong yang datang. Langkah tersebut membongkar pilar terakhir dari kebijakan nol -COVID yang telah melindungi orang-orang China dari virus, namun di lain sisi juga memisahkan mereka dari negara lain. 

Pelonggaran kebijakan COVID-19 China selama sebulan terakhir terjadi menyusul protes bersejarah terhadap kebijakan yang mencakup seringnya pengujian, pembatasan pergerakan, dan penguncian massal yang sangat merusak ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

"Saya sangat bahagia, sangat bahagia, sangat bersemangat. Saya sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan orang tua saya," kata warga Hong Kong Teresa Chow saat dia dan puluhan pelancong lainnya bersiap untuk menyeberang ke China daratan dari Lok Ma Chau Hong Kong. 

"Orang tua saya tidak dalam kesehatan yang baik dan saya tidak bisa kembali menemui mereka bahkan ketika mereka menderita kanker usus besar, jadi saya sangat senang untuk kembali dan melihat mereka sekarang," katanya, menambahkan bahwa dia berencana untuk pergi ke kampung halamannya di Kota Ningbo, Tiongkok timur.

Investor berharap pembukaan kembali pada akhirnya akan menghidupkan kembali ekonomi senilai US$17 triliun yang mengalami pertumbuhan terendah dalam hampir setengah abad.

Menkes Budi Ungkap Alasan RI Tak Terapkan Tes PCR untuk Turis China

Wuhan Kembali Laporkan Kasus Baru COVID-19
Seorang pria menjalani tes asam nukleat untuk virus corona Covid-19 di Wuhan di provinsi Hubei China tengah, Selasa (22/2/2022). Wuhan, wabah besar pertama dari pandemi virus corona melaporkan lebih dari selusin kasus virus corona baru minggu ini. (AFP/STR)

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan Indonesia tidak menerapkan tes PCR untuk turis China yang datang. Dalam hal ini, tidak ada pengetatan khusus untuk pelaku perjalanan dari China.

Padahal, sejumlah negara lain mulai mengetatkan protokol kesehatan bagi pelancong dari China, bahwa seluruh pelaku perjalanan dari Negeri Tirai Bambu harus melampirkan hasil tes PCR negatif untuk masuk ke negara yang dituju. 

Menurut Budi Gunadi, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kedatangan pelancong dari China meski terjadi lonjakan kasus COVID-19 di sana. Pengetatan syarat perjalanan dinilai belum perlu dilakukan walaupun penyebaran varian virus Corona baru di China seperti BA.5 dan BF.7 marak terjadi.

"Kita, Alhamdulillah, rejeki anak sholeh. Imunitas penduduk kita luar biasa kuat," ungkapnya usai 'Penandatanganan MoU Transformasi Kesehatan antara Kementerian Kesehatan - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah' di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta baru-baru ini.

"Kombinasi dari vaksinasi dan infeksi, jadi ada secara buatan kita suntik, tapi ada secara alamiah memang terjadi (kekebalan dari infeksi COVID-19)."

Ditegaskan pula, lonjakan COVID-19 bukan karena mobilitas yang tinggi, melainkan adanya varian virus Corona. Hal itu berdasarkan data saintifik dari berbagai negara termasuk pengalaman pandemi COVID-19 di Indonesia.

"Memang lonjakan COVID-19 itu disebabkan oleh varian-varian (baru). Data scientific-nya begitu. Bukan oleh mobilitas atau pergerakan, itu minor. Tapi faktor risiko paling besar adalah varian baru," jelas Menkes Budi Gunadi.

Infografis Kejahatan Meningkat saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Kejahatan Meningkat saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya