Liputan6.com, Jakarta Saat ini, teknologi telah berkembang sedemikian pesat. Salah satu contoh teknologi yang sangat populer adalah gadget. Bila dilihat dari definisinya, gadget dapat diartikan sebagai perangkat atau alat elektronik yang memiliki fungsi tertentu. Dalam perkembangannya, gadget pun memiliki bentuk bermacam-macam, seperti smartphone, tablet, laptop, kamera, dan sebagainya.
Indonesia sendiri termasuk dalam peringkat "lima besar" negara pengguna gadget, khususnya smartphone (detikINET, 3/2/2014). Data yang diambil tahun 2014 itu menunjukkan bahwa pengguna aktif smartphone adalah sekitar 47 juta, atau sekitar 14 persen dari seluruh pengguna handphone.
Bila dilihat dari komposisi usia, persentase penggunagadget yang termasuk kategori usia anak-anak dan remaja di Indonesia cukup tinggi, yaitu 79,5 persen. Survei yang dilakukan oleh Kementerian Informasi danUnicef tahun 2014 itu menggambarkan pula bahwa anak menggunakangadget sebagian besar untuk mencari informasi, hiburan, serta menjalin relasi sosial.Â
Advertisement
Baca Juga
Adapun survei yang dilakukan oleh Indonesia Hottest Insight di tahun 2013 bahkan menunjukkan bahwa 40 persen anak di Indonesia sudah melek teknologi, atau disebut juga dengan active internet user.
Secara spesifik, 63 persen anak telah memiliki akun facebook, yang digunakan update status, bermain game online, serta mengunggah foto-foto; 9 persen anak telah memiliki akun Twitter; dan 19 persen anak terlibat secara aktif bermain game online di internet dari gadget-nya.
Tingkat popularitas gadget di kalangan anak-anak tidak terlepas dari karakteristik gadget yang memang menarik bagi anak-anak. Gadget menyajikan dimensi-dimensi gerak, suara, warna, dan lagu sekaligus dalam satu perangkat. Hal ini tentu saja tidak didapatkan anak-anak pada media lain, seperti buku, majalah, dan sebagainya.
Selain itu, materi yang disajikan di dalam gadget sangat variatif. Anak dapat mengakses informasi sekaligus hiburan di dalam gadget-nya, sehingga membuat mereka betah menjalankan gadget-nya berjam-jam.
Apa dampak dari aktivitas mengakses gadget pada anak-anak? Teknologi memang pantas bila diibaratkan pisau bermata dua, dikarenakan ada sisi positif dan negatif dari penggunaannya.
Adapun dampak positif antara lain gadget dapat merangsang indera penglihatan dan pendengaran. Hal ini tidak lepas dari karakteristik gadget yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, gadget dapat memperlancar kemampuan komunikasi dan berbahasa pada anak.
Joan Ganz Cooney Center di Amerika Serikat, misalnya, telah menemukan bahwa anak-anak berusia lima tahun yang menggunakan aplikasi edukasi Ipad mengalami peningkatan kosakata sekitar 27 persen, sedangkan pada anak-anak usia tiga tahun, mengalami peningkatan kosakata sebanyak 17 persen.
Gadget yang memiliki akses tak terbatas juga dapat memberikan sumbangan positif terhadap wawasan dan pengetahuan anak, dimana mereka dapat memperoleh informasi secara meluas, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik.
Di sisi lain, dampak negatif gadget juga tidak kalah banyak. Dari segi kesehatan, penggunaan gadget yang berlebihan dapat berdampak terhadap mata yang kering, dikarenakan kurangnya intensitas kedipan mata saat anak berhadapan dengan gadget. Selain, anak juga menjadi lebih pasif, baik dalam aktivitas fisik maupun sosial. Hal ini dikarenakan anak yang cenderung beraktivitas secara individual saat bermain dengan gadget-nya.
Dampak negatif gadget juga terkait dengan risiko cybercrime. Laporan Norton Online Family Report (2010) pada anak-anak usia 10-17 tahun di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa 55 persen anak telah menyaksikan gambar kekerasan dan pornografi, 35 persen anak mengaku dihubungi orang yang tidak dikenal, dan 28 persen anak pernah mengalami penipuan. Tentu saja data ini belum termasuk kasus-kasus penculikan atau perdagangan anak, bullying, dan pornografi pada anak yang muncul akibat penggunaan internet melalui gadget pada anak-anak.
Begitu dahsyatnya teknologi gadget yang terjadi saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bagaimanapun, teknologi memiliki dua sisi mata uang. Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua?.
Penelitian terbaru menyatakan anak sebaiknya tidak langsung dikenalkan pada gadget. Usia yang optimal memperkenalkan gadget adalah di atas 2-3 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia di bawah itu, anak masih membutuhkan kegiatan fisik serta interaksi sosial yang lebih banyak dengan orang-orang di sekelilingnya.
Untuk anak yang lebih besar, misalnya di usia SD, sebaiknya orang tua lebih bijaksana dalam memilih gadget yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak. Sebagai contoh, handphone yang baru diberikan pada anak saat anak mulai banyak beraktivitas di luar rumah, misalnya di sekolah atau kursus, dikarenakan anak perlu menghubungi orang tuanya.
Selain itu, fitur yang ada di handphone pun perlu dipertimbangkan, apakah anak memang sudah membutuhkan fitur-fitur tertentu yang ada di handphone-nya tersebut.
Orang tua tidak dapat begitu saja melarang anak-anaknya untuk tidak mengakses gadget, apalagi bila anak sudah memiliki teman-teman di luar lingkungan keluarga, karena rasa ingin tahu anak justru akan semakin tinggi bila dilarang.
Bila orang tua memang mampu menyediakan gadget pada anaknya, mengingat dampak positifnya sebenarnya juga tidak kalah penting dibandingkan dengan dampak negatif, maka orang tua perlu mengawasi dan mengendalikan penggunaan gadget pada anaknya, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Secara kuantitas, orang tua perlu mengawasi waktu pemakaian gadget. Penelitian menunjukkan bahwa waktu yang optimal bagi anak-anak usia 3-7 tahun maksimal satu jam setiap hari, sedangkan usia delapan tahun ke atas maksimal dua jam setiap harinya.
Orang tua juga perlu menerapkan "no gadget time" atau tidak menggunakan gadget pada saat-saat tertentu, misalnya saat liburan atau waktu berkumpul dengan keluarga. Harapannya, anak tetap dapat berinteraksi dengan anggota keluarga lain dan tidak hanya terfokus pada gadget-nya.
Secara kualitas, orang tua perlu ikut memperhatikan kesesuaian isi program yang ada di dalam gadget dibandingkan dengan usia anaknya. Misalnya, untuk usia lima tahun ke bawah, sebaiknya anak memainkan aktivitas yang berupa pengenalan warna, bentuk dan suara di perangkat gadget-nya.
Aturan penggunaan ini penting, mengingat hanya 30 persen dari orang tua yang turut terlibat dalam fungsi pengawasan dan pengendalian gadget anak-anaknya.
Selain itu, orang tua juga perlu berperan aktif untuk mengamankan akses internet anak-anaknya. Fitur-fitur semacam privacy setting atau filter yang ada di google ataupun youtube dapat digunakan meminimalkan konten yang tidak pantas diakses anak. Adapun pengaman laman/situs/website, seperti Surf Watch, Cyber Patrol, Cybersitter, Net Guardian, Net Nanny, dan Net Shepherd yang dapat ditaruh orang tua pada gadget anak.
Dengan kata lain, orang tua tidak dapat mengasuh anak-anaknya secara pasif sekaligus berharap anak-anak tidak mendapatkan dampak negatif dari gadget. Orang tua juga perlu melek teknologi seperti anak-anak mereka dan turut mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat. (Ant)
--------------
Primatia Yogi WulandariÂ
*) Penulis adalah ahli psikologi anak dari Jurusan Psikologi Perkembangan dan Pendidikan pada Fakultas Psikologi di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.