Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya.
Dari buku harian yang ditemukan, timbul dugaan bahwa dokter Risma wafat bunuh diri akibat perundungan yang dialami selama menjalani masa PPDS. Dugaan perundungan yang menimpa Risma seolah membuka luka lama yang terjadi di FK Undip.
Baca Juga
Bahkan, kasus perundungan yang terjadi tiga tahun silam terungkap dan menyeret nama dokter Prathita Amanda Aryani.
Advertisement
Dokter ini viral di media sosial lantaran isi percakapannya pada junior terungkap. Salah satu yang membuat warganet geram adalah perintah memakan nasi padang lima bungkus pada PPDS dan harus direkam. Kasus ini pun dikonfirmasi oleh Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip Yan Wisnu Prajoko.
“Tentang dokter Prathita tiga tahun yang lalu, betul kasusnya seperti yang diceritakan. Kasusnya persis seperti yang disampaikan (makan 5 bungkus nasi padang) betul terjadi dan sudah mendapatkan sanksi,” kata Yan dalam temu media di Kampus Undip dan disiarkan langsung melalui Zoom, Jumat (23/8/2024).
“Tapi itu tiga tahun yang lalu, sanksinya? Bisa kami sampaikan kemudian,” tambahnya.
Meski begitu, Yan memastikan bahwa kasus dokter Risma dan dokter Prathita adalah dua hal yang berbeda. Prathita sudah dipastikan bersalah dan kasus perundungannya terjadi tiga tahun silam. Sementara, kasus dokter Risma masih diinvestigasi oleh pihak polisi.
Kasus Dokter Risma Dinilai Belum Dapat Disimpulkan Akibat Perundungan
Yan menyampaikan, kasus kematian dokter Risma perlu pendalaman dan masih menunggu hasil investigasi polisi.
“Dokter Risma itu menurut saya perlu pendalaman apakah kejadian yang menimpa almarhumah adalah perundungan. Apakah wafatnya dokter Risma ada kaitan langsung maupun tidak langsung dengan perundungan itu kita perlu menunggu hasil investigasi dari kepolisian,” jelas Yan.
Yan turut menyinggung soal pernyataan resmi terkait hasil investigasi internal yang dirilis pada 15 Agustus 2024.
Dalam surat itu, pihaknya menyatakan bahwa dugaan perundungan dokter Risma yang memicunya untuk mengakhiri hidup tidaklah benar.
Menurut Yan, pernyataan itu berdasar bahwa pendalaman soal penyakit Risma ditambah dengan teman-temannya yang memberi dukungan.
“Teman-temannya sendiri mengembangkan sistem bahwa kalau (Risma) tidak hadir, mereka langsung mencari yang bersangkutan.”
“Jadi dengan hal-hal tersebut, disimpulkan bahwa untuk kasus yang bersangkutan ini tidak ada perundungan,” ucap Yan.
Advertisement
Dokter Risma Kerap Izin Sakit
Semasa menjalani PPDS, lanjut Yan, Risma kerap mengajukan surat izin sakit.
“Beliau (Risma) memang beberapa kali mengirim surat izin sakit, untuk tidak mengikuti pendidikan. Jadi, degan melihat inilah kami justru mengembangkan support. Dan semua pengajuan surat izinnya tidak ada yang tidak kami acc.”
Yan pun menegaskan bahwa meski kerap izin sakit, tapi pihak FK Undip tidak pernah menjatuhkan sanksi apalagi drop out (DO).
“Kami malah memudahkan, monggo kalau memang butuh istirahat. Beliau dua kali operasi dan kami persilakan,” tutur Yan.
Kata Menkes Budi Soal Perundungan PPDS
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat angkat bicara soal kasus perundungan di dunia pendidikan kedokteran.
Menurutnya, perundungan sudah menjadi masalah lama yang masih belum terselesaikan, meskipun Indonesia telah merdeka selama 79 tahun.
"Praktik bullying ini di Indonesia sudah sangat lama terjadi dan ini harus diselesaikan, harus dipotong jalurnya. Masa Indonesia sudah 79 tahun merdeka masih ada praktik-praktik seperti ini," kata Budi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, pada Kamis, 15 Agustus 2024.
Budi juga mengungkapkan bahwa Kemenkes RI pernah melakukan skrining kesehatan mental pada peserta PPDS, dan hasilnya menunjukkan banyak di antara mereka yang mengalami tekanan hingga berpikir untuk mengakhiri hidup. Fakta ini, menurut Budi, menunjukkan bahwa masalah perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran sudah menjadi fenomena yang serius.
"Jadi, ini sudah fenomena yang besar dan di sini saya mengajak semua sektor agar yuk kita hentikan, kita putus kebiasaan ini. Karena ini adalah kebiasaan buruk, berdampak buruk di profesi yang sangat mulia, kedokteran. Bayangkan kalau dokter-dokter ini sejak muda sudah dididik seperti itu," tambah Budi.
Advertisement