Fenomena Rip Current dan Morfologi Pantai Parangtritis, Patahkan Mitos Nyi Roro Kidul

Di balik pesonanya, Pantai Parangtritis menyimpan potensi bahaya yang patut diwaspadai oleh para pengunjung.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 10 Okt 2024, 07:43 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2024, 14:00 WIB
Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis (Sumber: Dokumen pribadi Fitriyani)

Liputan6.com, Jakarta Pantai Parangtritis yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan salah satu destinasi wisata pantai yang sangat populer. Pemandangannya yang menakjubkan serta legenda mistis kisah Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul, menjadi daya tarik tersendiri. Dengan garis pantai yang panjang dan langsung berbatasan dengan Samudera Hindia, Parangtritis menjadi magnet bagi wisatawan domestik dan mancanegara, terutama saat musim liburan.

Namun di balik pesonanya, Pantai Parangtritis menyimpan potensi bahaya yang patut diwaspadai oleh para pengunjung. Data dari SAR Satlinmas Wilayah III Parangtritis menunjukkan bahwa pada periode 2019 hingga 2023, sebanyak 114  jiwa menjadi korban akibat terseret arus laut.

Menyadari bahaya ini, otoritas setempat telah memasang berbagai rambu peringatan dan mengandalkan teknologi seperti drone untuk mengidentifikasi zona bahaya rip current. Mereka secara aktif juga melakukan edukasi dan himbauan kepada para wisatawan secara langsung maupun sosial media tentang bahaya yang ada di tempat wisata ini. Berikut ulasan lebih lanjut tentang risiko yang harus diwaspadai para wisatawan Pantai Parangtritis yang Liputan6.com himpun dari berbagai sumber, Senin (7/10/2024).

Peristiwa Tenggelam di Pantai Parangtritis dan Mitos Nyi Roro Kidul

Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis (Sumber: Dokumen pribadi Fitriyani)

Peristiwa tenggelam di Pantai Parangtritis seringkali dikaitkan oleh masyarakat dengan legenda Nyi Roro Kidul, penguasa mistis Pantai Selatan. Menurut kepercayaan lokal, Nyi Roro Kidul dipercaya menarik korban ke laut sebagai bagian dari ritual alam gaib. Untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk, warga di sekitar pantai sering mengadakan ritual larung sesaji atau sedekah laut. Mereka mempersembahkan sesajen sebagai penghormatan kepada sang ratu agar terhindar dari marabahaya.

Selain itu ada pula mitos yang mengatakan bahwa ada larangan menggunakan pakaian berwarna Hijau karea warna tersebut adalah warna pakaian Nyi Roro Kidul. Konon, orang yang nekat memakai pakaian berwarna hijau saat mengunjungi Parangtritis akan terseret ombak dan tenggelam. 

Tak hanya warga lokal, pengunjung asal luar kota pun tak sedikit yang percaya bahwa kejadian tenggelam di Pantai Parangtritis memiliki hubungan dengan sosok Ratu Pantai Selatan. Kezia misalnya, siswa SMKN 2 Buduran, Sidoarjo ini pun percaya dengan mitos tersebut. 

“Antara percaya, nggak percaya sih. Sebenernya juga agak takut, tapi kita berfikir positif dulu aja. Mungkin (untuk antisipasi) menghindari ombak, tidak (berdiri) sampai ke dakat laut banget.” ucap Kezia saat ditemui Liputan6 pada Rabu (25/9/2024) di Parangtritis.

Namun Salah satu Anggota Tim SAR Satlinmas Wilayah III Parangtritis, Jhon yang ditemui Liputan6.com pada Rabu (25/09/2024), dengan tegas membantah mitos tersebut.

“Sebenernya enggak sih, ini buktinya temen-temen (anggota Tim SAR) yang piket hari ini bajunya ijo semua. Kalau baju ijo itu, misalnya tenggelam (dan) terseret bajunya warnanya mirip dengan air ombak. Misal ada hahl-hal yang tidak diinginkan, seperti tenggelam sampai meninggal nyarinya susah,” ungkap Jhon saat diwawancarai markas Tim SAR Parangtritis.

“Bukan masalah bajunya sebetulnya, masalah orangnya. Kalau patuh pada rambu-rambu dan himbauan kita pasti mandinya aman. Mungkin dulu sebelum jaman modern seperti sekarang banyak orang tenggelam yang pakai baju hijau, kemudian masyarakat mulai menghubung-hubungkan,” tambahnya.

Dari sudut pandang ilmiah pun fenomena tenggelam di Pantai Parangtritis lebih bisa dijelaskan oleh keberadaan rip current atau arus balik. Rip current adalah arus laut yang terbentuk akibat pertemuan dua arus sejajar yang kemudian berbalik dengan cepat menuju tengah laut. Arus balik ini sering terjadi di pantai yang berkarakter semi tertutup dengan gelombang tinggi, terutama pantai yang berbatasan langsung dengan samudra seperti Pantai Selatan Jawa.

Fenomena rip current ini bukan hanya terjadi di Parangtritis, tetapi juga di berbagai pantai yang memiliki kondisi batimetri tertentu, termasuk pantai yang dipengaruhi oleh faktor oseanografi dan geomorfologi seperti kemiringan dan sedimen. Meski masyarakat masih mengaitkan kejadian tenggelam dengan hal mistis, penjelasan ilmiah ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bahaya pantai dan pentingnya kesadaran akan kondisi alam untuk mencegah kecelakaan.

Morfologi Pantai Parangtritis

Morfologi Pantai Parangtritis
Morfologi Pantai Parangtritis (Sumber: Twitter/InfoFPMKI)

Meski tampak tenang dan landai dari kejauhan, sebenarnya memiliki karakteristik yang berpotensi membahayakan para wisatawan. Salah satu ancaman utama di pantai ini adalah fenomena rip current atau arus balik, yang sering kali tak terlihat oleh mata biasa namun bisa dengan mudah menyeret seseorang ke tengah laut. 

Dilansir dari penelitian berjudul Identifikasi Bahaya Rip Current Terhadap Pengunjung di Parangtritis yang dilakukan oleh Rizki Aulia Ramadzani, secara visual rip current di Parangtritis dapat dikenali dari perbedaan buih di permukaan laut. Celah di antara gelombang yang pecah, serta perubahan warna air di sekitarnya yang bisa lebih gelap atau terang.

Morfologi pantai ini juga memperkuat potensi bahayanya. Dengan kemiringan sekitar 16,7 derajat, pantai ini termasuk kategori landai, namun terdapat palung dan punggungan pasir yang membuat arus balik lebih mudah terbentuk. 

Pantai yang memiliki panjang ratusan meter ini juga kerap dihiasi oleh sandbar, gundukan pasir yang dikelilingi lembah, yang bisa menjebak wisatawan ketika arus kuat menarik mereka ke tengah laut. Ditambah lagi, angin di kawasan ini memiliki kecepatan rata-rata 7,95 knots, dan bisa meningkat pada cuaca buruk, menciptakan gelombang tinggi yang melebihi 1,5 meter. Kombinasi dari kondisi alam ini menempatkan Pantai Parangtritis dalam kategori bahaya tinggi, atau hazard level 4.

Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan Rizky, vRip current di Pantai Parangtritis terbagi menjadi beberapa bagian yang saling berkaitan, yaitu arus pengisi (feeder), leher arus (neck), dan kepala arus (head). Arus pengisi mengalir ke arah pantai sebelum berbalik secara tajam ke laut di leher arus, di mana kekuatan arus mencapai puncaknya. 

Pada bagian kepala arus, yang berada di luar zona pecah gelombang, kekuatan arus cenderung berkurang. Namun, wisatawan yang terperangkap dalam arus ini tetap dalam bahaya besar karena mereka akan kesulitan kembali ke pantai.

Palung Laut dan Rip Current

Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis (Sumber: Dokumen pribadi Fitriyani)

Selain rip current, Pantai Parangtritis juga rentan terhadap palung yang tersebar di berbagai titik. Palung-palung ini, dengan lebar mencapai 25 meter dan panjang lebih dari 400 meter, bisa menjebak wisatawan yang tidak menyadari keberadaannya. Saat musim hujan, bahaya di pantai ini meningkat karena material dari aliran sungai bercampur dengan air laut, membuat arus lebih sulit dikenali.

Ada beberapa titik di sepanjang pantai yang memiliki resiko bahaya lebih tinggi dibanding lokasi lain, terutama di dekat muara sungai. Rip current yang terbentuk di dekat muara sungai memiliki ukuran dan kekuatan yang lebih besar, sehingga lebih mematikan. Pada musim penghujan, debit aliran sungai meningkat, memperbesar risiko terbentuknya rip current. Hal ini membuat pengunjung lebih rentan terhadap bahaya arus balik selama musim tersebut.

Anggota Tim SAR Satlinmas Wilayah III Parangtritis, Jhon, pun mengkonfirmasi bahwa kebanyakan laka laut di Pantai Parangtritis Terjadi didekat pusaran arus rip current.

“Iya (kebanyakan) karena (wisatawan) berada di dekat pusaran arus rip current (yang ada) di ekor-ekor palung itu. Untuk mengurangi risiko kita kasih imbauan-imbauan, kita kasih rambu-rambu di tepian pantai, di pintu masuk juga ada peringatan tentang bahaya mandi di laut," kata Jhon.

Pihak berwenang, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY dan Tim SAR juga secara aktif melakukan edukasi lewat berbagai platform media seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. SAR Satlinmas Wilayah III Parangtritis memiliki akun official di tiga platform tersebut yang berisi berbagai konten edukasi tentang berbagai resiko bahaya di area Parangtritis dan himbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati saat berwisata ke pantai ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya